FK-PKBM Karimun Sesalkan Pengadilan Tahan Pelajar

id FK-PKBM,Karimun,zuriantiaz,Pengadilan,Tahan,penahanan,Pelajar,kecelakaan,lalu,lintas

FK-PKBM Karimun Sesalkan Pengadilan Tahan Pelajar

Wakil Ketua FK-PKBM Karimun Raja Zuriantiaz (antarakepri.com/Rusdianto)

Karimun (Antara Kepri) - Wakil Ketua Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kabupaten Karimun Raja Zuriantiaz, menyesalkan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun menahan MR, pelajar SMA dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang menewaskan satu orang.

"Sangat disesalkan pelajar aktif dan masih di bawah umur harus ditahan akibat perkara kecelakaan lalu lintas. Padahal, hak-hak dasar anak salah satunya adalah mendapatkan pendidikan sebagaimana diatur undang-undang," katanya di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Rabu.

MR adalah pelajar kelas II SMA berusia 17 tahun. Ia terlibat dalam kecelakaan lalu lintas saat mengendarai sepeda motor di Kecamatan Meral pada 23 Juli 2013 yang mengakibatkan korban Tjui (62 tahun) meninggal dunia.

Pelajar asal Kecamatan Tebing itu ditahan atas perintah Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun sejak Kamis pekan lalu setelah berkas perkaranya dilimpahkan pihak kejaksaan.

Menurut Raja Zuriantiaz penahanan terhadap MR terkesan dipaksakan dan berlebihan.

Berdasarkan Pasal 16 Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menurut dia disebutkan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

"Dalam pasal itu jelas disebutkan bahwa penahanan adalah upaya terakhir. MR, sejak diperiksa penyidik kepolisian maupun kejaksaan tidak ditahan dan tidak ada upaya melarikan diri. Ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi majelis hakim agar haknya untuk mendapatkan pendidikan tidak terabaikan," katanya.

Hak mendapatkan pendidikan bagi anak, menurut dia secara tegas disebutkan dalam Pasal 49 undang-undang yang sama, yang berbunyi negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

MR juga, kata dia lagi, tidak melakukan upaya menghilangkan barang bukti dan sudah ada perdamaian penyelesaian secara kekeluargaan antara keluarganya dengan keluarga korban.

"Harusnya itu menjadi pertimbangan bagi majelis hakim, kecuali perkaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap," kata dia.

Penahanan terhadap MR, lanjut dia, sangat kontras dengan kasus pidana murni yang pernah disidang di pengadilan yang sama beberapa waktu lalu.

"Dalam kasus pidana murni itu, terdakwa yang merupakan orang dewasa menjadi tahanan luar, bahkan sampai majelis hakim menjatuhkan hukuman tidak pernah ditahan dengan alasan putusannya belum berkekuatan hukum tetap karena terdakwa mengajukan banding," tuturnya.

Karena itu, ia menilai penahanan MR berlebihan apalagi ia masih anak di bawah umur.

"Kritikan yang kami sampaikan ini adalah bentuk pengawasan terhadap lembaga peradilan, bukan mengintervensi pengadilan," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri Erry Syahrial meminta agar penahanan MR ditangguhkan agar yang bersangkutan tidak terancam putus sekolah.

"Proses hukumnya silakan jalan, tapi penanganan hendaknya mengacu pada Undang-undang Perlindungan Anak," katanya.

Erry berharap majelis hakim mempertimbangkan nota kesepahaman (MoU) antara Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

"Penanganan kasus ABH diutamakan melalui jalur perdamaian di luar pengadilan atau 'restorative justice'. Kalaupun harus ke pengadilan, maka hak-haknya sebagai anak harus dipenuhi," kata dia.

Pihaknya akan melakukan pendampingan terhadap MR selama proses persidangan. (Antara)

Editor: Jo Seng Bie

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE