Berlayar dari Kepri Menuju Senayan Tanpa Perahu

id Berlayar dari Kepri Menuju Senayang Tanpa Perahu,haripinto,tanuwidjaya,dpd,kepri

Berlayar dari Kepri Menuju Senayan Tanpa Perahu

Haripinto Tanuwidjaya (antarakepri.com/Nikolas Panama)

KISAH dari perjalanan politisi merebut kekuasaan seolah tidak pernah surut dan menarik untuk diceritakan kembali. Pengalaman mereka mulai dari motivasi untuk masuk ke dunia politik hingga strategi merebut kekuasaan selalu mendapat perhatian publik.

Politisi di arena perpolitikan mengalami banyak perubahan. Sebagian dari mereka mengikuti perkembangan zaman, menangkap peluang dan berjuang mengikuti keinginan publik untuk merebut kemenangan.

Perjalanan demokrasi di Indonesia pun membawa angin segar bagi atnis minoritas, yang dahulu dikekang oleh sistem. Mereka yang hidup di era kekuasaan orde baru hanya diberi kesempatan untuk bekerja di sektor swasta.

Masyarakat etnis Tionghoa, saat Soeharto menjabat sebagai Presiden Indonesia, hanya dapat menekuni usaha. Mereka tidak boleh menjadi pegawai negeri, politisi, serta anggota TNI dan Polri.

Kungkungan demokrasi itu dilepas oleh Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Kebijakan itu tentu membuka peluang bagi masyarakat etnis Tionghoa berbaur pada segala sektor, tanpa hanya mengurusi bisnis.

Di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), keputusan Gus Dur itu membawa demokrasi lebih berwarna. Kehidupan berdemokrasi di Kepri juga semakin baik, karena kerukunan antaretnis sejak dahulu hingga sekarang tetap terpelihara.

Adalah Haripinto Tanuwidjaja, pria kelahiran Jakarta 6 Oktober 1964, yang berani terjun ke dunia politik menangkap peluang tersebut. Pendiri Indomobil di Batam itu rela melepaskan pendapatannya 8.000 dolar Amerika atau setara Rp100 juta/bulan untuk mengabdi sebagai anggota legislatif.

Lantas apa yang memotivasi dirinya hingga nekad terjun ke dunia politik? Bahkan dia harus merelakan pendapatannya berkurang dan bekerja melayani kepentingan rakyat.

Haripinto menceritakan perubahan ke arah yang lebih baik itu penting. Ukuran perubahan bukan uang, melainkan sejalan dengan hati.

"Perjalanan politik saya melewati berbagai tantangan, mulai dari tidak mendapat dukungan keluarga hingga berupaya keras meyakinkan masyarakat. Tanpa dukungan mereka tidak mungkin saya dapat duduk sebagai anggota DPRD Kepri," kata pria bersahaja itu.

Perjalanan politik Haripinto tidak terlepas dari sejarah tahun 1998. Saat perubahan kekuasaan dari orde baru menuju reformasi, banyak korban berjatuhan. Masyarakat etnis Tionghoa, salah satu etnis di Indonesia yang menjadi korban perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan.  
"Saya berharap peristiwa mencekam itu tidak terjadi lagi," ucapnya yang telah 25 tahun tinggal di Kepri.

Sejarah buruk itu membuat dirinya termotivasi untuk menjadi anggota legislatif. Saat itu dia berpikir bahwa anggota legislatif memiliki kekuatan politik untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain itu, dia juga ingin memotivasi seluruh generasi muda di Kepri, termasuk pemuda-pemudi etnis Tionghoa untuk tidak hanya bergelut pada satu bidang (swasta). Mereka dapat bekerja di seluruh sektor kehidupan.

"Hal yang paling utama yang harus dimiliki, ditanamkan dan dikembangkan adalah semangat nasionalisme. Sebagai anak bangsa, kita harus berbuat untuk kepentingan orang banyak. Kehadiran kita harus dirasakan bermanfaat bagi orang lain," katanya.

Karir Politik

Tahun 2007 di dalam catatan sejarah kehidupan Haripinto merupakan tahun kemenangannya. Setelah gagal merebut kursi legislatif pada Pemilu 2004, Haripinto seperti mendapat "durian runtuh" pada saat Saptono Mustaqim, teman dekatnya, terpilih menjadi Wakil Bupati Kabupaten Lingga, mendampingi Daria. 
 
Saptono, caleg Kepri daerah pemilihan Batam yang terpilih menjadi Wakil Bupati Bintan harus diganti oleh Haripinto, yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB) Kepri. Setelah dilantik sebagai anggota DPRD Kepri, Haripinto bertemu dengan Rudy Chua dan Harlianto, legislator yang juga diusung PPIB.

"Sebagai partai baru, PPIB di Kepri cukup bernasib baik. Politisi dan PPIB diterima publik sehingga kami mendapat tiga kursi di legislatif," ujarnya.

Sebagai politisi baru, karir Haripinto cukup gemilang. Hampir setiap hari wajahnya menghiasi berita pada media lokal maupun nasional terkait komentarnya terhadap berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kebijakan pemerintahan dan kepentingan publik.

Pria itu pun mengaku tidak malu untuk bertanya kepada seniornya yang lebih memahami permasalahan-permasalahan yang menjadi tugas pokok di legislatif. Rasa percaya diri, rasa ingin tahu yang kuat dan cepat merespons berbagai permasalahan yang terjadi di lingkungan kerja, membuatnya semakin matang menjalani kehidupan baru di legislatif.

"Sampai sekarang saya terus belajar, dan berbuat untuk kepentingan publik. Saya terus memperjuangkan aspirasi masyarakat menjadi program yang diprioritaskan pemerintahan. Tetapi tentunya hal itu disesuaikan dengan tugas dan fungsi saya sebagai anggota legislatif," ungkapnya.

Sekitar 2 tahun menjabat anggota legislatif menggantikan Saptono Mustaqim mendorongnya ingin kembali menjadi anggota DPRD Kepri. Apalagi keluarganya secara perlahan-lahan mulai memberi respons positif terhadap kinernya di legislatif.

Tahun 2009, Haripinto kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif Kepri untuk daerah pemilihan Batam. Perjuangannya selama menjadi anggota legislatif menggantikan Saptono ternyata diterima publik. Haripinto berhasil terpilih sebagai anggota DPRD Kepri periode 2009-2014.

Dia juga berhasil menjabat sebagai Sekretaris Komisi III DPRD Kepri. Banyak program pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah.

Kontribusi Komisi III DPRD Kepri terhadap pembangunan di wilayah tersebut juga cukup besar berdasarkan hasil pengawasan. Contohnya, dari hasil pengawasan ternyata masih banyak jalan provinsi yang berlubang, dan Komisi III DPRD Kepri mendesak pemerintah memperbaikinya.

"Hasilnya 90 persen jalan provinsi sudah mulus. Kami juga memperjuangkan aspirasi masyarakat yang ditampung pada saat reses dan musrenbang yang dianggap prioritas untuk dilaksanakan sebagai program pembangunan," katanya.

Menuju DPD RI 

Mengejutkan. Itu merupakan kesan yang muncul pada saat Haripinto memutuskan untuk tidak menggunakan "perahu politik". Tetapi bukan berarti keinginannya terjun ke dunia politik kandas, melainkan sebaliknya, dia ingin menjadi politisi nasional.

Satu-satunya tempat untuk tetap menjadi politisi tanpa membutuhkan usungan dari partai politik adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Keputusan itu diambilnya sebagai bentuk perwujudan dari aspirasi seluruh mantan pengurus inti PPIB Kepri.

"Setelah PPIB gagal menjadi peserta Pemilu 2014, teman-teman di partai mengusulkan agar saya mmencalonkan diri sebagai anggota DPD RI. Setelah saya mempertimbangkannya, dan membaca peluang, saya pun menerimanya," katanya.

Haripinto mengaku harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan suara yang signifikan. Minimal dia harus memperoleh suara terbanyak keempat sebagai calon anggota DPD RI. 

"Ada 15 orang calon anggota DPD, beberapa diantaranya masih menjabat sebagai anggota DPD RI daerah pemilihan Kepri," katanya.

Keinginannya untuk menjadi anggota DPD RI, salah satunya dimotivasi oleh hubungan Kepri dengan pusat. Kepri membutuhkan anggota DPD RI untuk memperjuangkan perbagai permasalahan yang menyangkut kepentingan masyarakat wilayah tersebut.

Tentunya itu bukan hal yang mudah, sehingga dibutuhkan legislator yang memiliki komitmen yang tinggi untuk memperjuangkan hal itu, meski fungsi dan kewenangan DPD RI terbatas.

"Saya tidak ingin duduk manis dan makan gaji buta jika terpilih nanti, karena saya dipilih untuk mengurusi rakyat," ucapnya.

Dia menyadari untuk mendapatkan suara yang signifikan di Kepri tidak mudah. Butuh kerja keras menyosialisasikan programnya sehingga mengenal dengan baik dirinya.

"Saya memang punya tim. Tetapi saya juga harus bergerak agar masyarakat mengenal dekat diri saya," katanya.

Haripinto juga merasa risau dengan hasil survei berbagai lembagai survei nasional di Kepri. Berdasarkan survei itu, pengaruh uang ternyata cukup besar terhadap keputusan pemilih.

Jika hal itu terjadi, Haripinto mengaku merasa pasrah. Bukan karena dirinya tidak memiliki uang, melainkan dia tidak ingin mempengaruhi pemilih dengan uang. Pemberian uang itu sama saja mempermalukan dan merendahkan pemilih.

Padahal pemilih merupakan "raja" yang berhak memilih calon anggota legislatif yang berkualitas. Raja yang baik tentu tidak akan memilih anggota legislatif yang menggunakan politik uang.

"Kami yakin masih banyak pemilih yang memilih dengan menggunakan hati nuraninya. Kami yakin itu, dan keyakinan itu akan membuahkan hasil yang baik untuk kemajuan Kepri selama lima tahun mendatang," katanya. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE