BLH Kepri: Gonggong Kandung Logam Berat

id BLH,Kepri,Gonggong,Kandung,Logam,Berat,limbah,tambang,bauksit,pencemaran,tanjungpinang

Tanjungpinang (Antara Kepri) - Gonggong Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang, mengandung logam berat akibat laut tercemar limbah bauksit dan rumah sakit, kata Kabid Pengendalian dan Pengelolaan Limbah Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kepulauan Riau Yuliman Gamal, Jumat.

"Kami sudah membawa beberapa contoh gonggong yang hidup di perairan Senggarang dan Teluk Keriting, Tanjungpinang untuk diteliti di Bogor. Hasilnya mengejutkan karena mengandung zat berbahaya," tambahnya, di hadapan sekitar 300 orang mahasiswa peserta seminar bertema "Dampak Penambangan Ilegal Ditinjau Dari Aspek Hukum, Ekonomi dan Lingkungan, yang digelar Komunitas Bakti Bangsa dan Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Tanjungpinang.

Menurut dia, logam berat atau zat berbahaya yang dikandung gonggong tergantung tempat hidup gonggong tersebut. Gonggong yang hidup di sekitar penambangan bauksit mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Zat yang terkandung dalam tubuh gonggong tersebut seperti timbal, seng,almunium, besi dan raksa.

"Bisa dibayangkan jika orang terlalu banyak mengonsumsi gonggong yang mengandung zat tersebut. Tentu itu membahayakan mereka," kata Yuliman menanggapi pertanyaan dari pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).

Ia mengemukakan, pencemaran laut yang memberi dampak negatif terhadap kehidupan gonggong itu tidak hanya disebabkan penambangan bauksit, melainkan juga pembuangan limbah dari rumah sakit. Zat berbahaya yang terkandung pada limbah rumah sakit lebih berbahaya dibanding pencemaran yang disebabkan penambangan bauksit.

Zat kimia dari limbah bauksit itu dapat ditemukan di Teluk Keriting Tanjungpinang. Di sekitar perairan itu juga dipelihara gonggong.

Hewan yang menyerupai bekicot dengan warna kuning kecoklat-coklatan itu dijual oleh restoran "seafood".

"Seharusnya pihak rumah sakit memiliki alat pembakar limbah," ungkapnya.

Yuliman mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu banyak mengonsumsi gonggong, karena membahayakan bagi kesehatan.

"Selain dapat menyebabkan kolestrol, mengonsumsi gonggong terlalu banyak juga berdampak negatif pada kesehatan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pertambangan Dinas Kelautan, Pertanian, Pertambangan, Kehutanan dan Energi Tanjungpinang Nurhidayat mengatakan, jumlah gonggong di Pulau Bintan (Tanjungpinang dan Bintan) tinggal sedikit. Hewan ini membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang biak.

"Bisa dilihat cangkangnya yang begitu keras. Tentu membutuhkan waktu yang lama," katanya.

Ia memperkirakan, gonggong yang merupakan makanan khas Kepulauan Riau, yang tidak ditemukan di daerah lainnya akan sulit ditemukan jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak setiap hari.

"Hewan ini akan menjadi hewan yang langka kalau dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Kami mengimbau masyarakat untuk mengurangi mengonsumsi gonggong jika masih ingin melihat anak-anak atau adik-adiknya merasakan gonggong," ucapnya. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE