Surat "Sakti" Rektor UMRAH Undang Gejolak

id Surat,Sakti,Rektor,UMRAH,Undang,Gejolak,sanksi,skorsing,suradji,universitas,raja,ali,haji,tanjungpinang

DUA nama di kampus negeri yang didirikan sekitar tujuh tahun lalu di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, mendadak tenar dalam beberapa hari terakhir.

Pertama adalah Rektor Univertitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Prof Maswardi M Amin, yang menjadi pembicaraan di kampus hingga di kedai kopi pascapenerbitan surat "sakti"-nya dalam menghukum dosen bernama Suradji, kandidat doktor, yang kini menjadi orang kedua terkenal dan ramai diperbincangkan masyarakat.

Surat Keputusan Nomor 541/UN.53.0/HK.00.15/2014 tentang Sanksi Terhadap Dosen Tetap di UMRAH itu juga membuat Suradji, dosen tetap di kampus itu menjadi tenar. Suradji yang semula cukup dikenal sebagai pengamat politik, setelah surat "sakti" itu menjadi lebih terkenal.

Suara yang disampaikan Suradji kepada wartawan hingga dimuat pada beberapa media massa dianggap senat kampus bernada sumbang sehingga dia dikenakan sanksi tidak mengajar selama dua semester. Selama itu pula mahasiswa program Kedoktoran Politik Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tidak menikmati gaji dan tunjangan.

"Sebelumnya saya tidak pernah berpikir akan jadi seperti ini. Pendapat dan kritikan saya itu dimuat dalam ratusan berita, dan ternyata berita tentang kritikan saya terhadap Nur Syafriadi (Ketua DPRD Kepri) dipermasalahkan rektorat," kata Suradji, di Tanjungpinang, Minggu.

Sampai sekarang rektor belum pernah meminta klarifikasi kepada Suradji terkait permasalahan itu. Bahkan pemberian sanksi itu hanya dilakukan berdasarkan rapat senat universitas selama dua kali.

"Saya dihukum tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. Tentu ini merugikan saya," katanya.

Suradji pada 26 Februari 2014 pernah mengeluarkan pernyataan terkait penangkapan Dy, PNS golongan IIb yang juga sopir Ketua DPRD Kepri Nur Syafriadi. Penangkapan terhadap Dy terkait penggunaan sabu-sabu, yang dibeli dari Cc, ibu rumah tangga yang diduga sebagai bandar barang haram tersebut.

Berita terkait permasalahan itu semakin heboh lantaran Cc ditangkap pada saat mengemudi mobil dinas yang biasanya dipergunakan Nur saat berada di Tanjungpinang. Pelat nomor dinas itu juga dipalsukan menjadi hitam, sedangkan di dalamnya terdapat BP 2.       

Suradji pun merasa tertarik untuk mengomentari kasus itu. Pernyataan Suradji yang mengkritik Nur dan pihak kepolisian agar mengusut kasus itu secara tegas dan terbuka dimuat dalam berita pada beberapa media massa. Nur diminta jujur kepada publik agar kasus itu terbuka secara jelas.

"Saya tidak memiliki itikad buruk dalam memberikan pernyataan. Saya hanya berniat agar kasus itu terbuka lebar," katanya.

Kritikan pedas itu ternyata berbuah pahit. Suradji berdasarkan surat sakti rektor dianggap mengganggu keharmonisan hubungan antara Umrah dengan DPRD Kepri dan Pemerintah Kepri.

Berita terkait surat keputusan rektor yang ditandatangani 10 Maret 2013, dan diberikan ke Suradji tiga hari kemudian itu menghiasi hampir semua berita media massa selama beberapa hari. Rektor pun akhirnya menggelar konferensi pers.

Maswardi menegaskan tidak menghalangi Suradji maupun dosen lain untuk mengeluarkan pendapat. Namun permasalahannya, Suradji sudah empat kali mengeluarkan pernyataan di media massa yang membuat mantan Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan, Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah dan Nur Syafriadi merasa dirugikan.

"Pemberian sanksi terhadap Suradji merupakan keputusan  berdasarkan hasil rapat senat, tanpa intervensi pihak mana pun. Saya harus melakukan itu, karena berhubungan dengan anggaran daerah. Jika hubungan tidak baik, anggaran untuk kampus bisa terancam," ujar Maswardi, sebagaimana yang telah diberitakan pada beberapa media massa.

Dosen Protes

Sanksi skorsing setahun kepada Suradji dinilai beberapa dosen sebagai ancaman terhadap kebebasan berpendapat seluruh pendidik di perguruan tinggi tersebut. Karena itu beberapa dosen menyikapinya, dan mendesak agar keputusan itu dicabut.

"Kami merasa terancam dengan surat keputusan rektor. Kami khawatir ketika mengkritik pemerintah akan mendapatkan sanksi yang sama dari rektor," kata Oksep Adhayanto, Ketua Jurusan Hukum UMRAH, yang didampingi Yudhanto Satyagraha, dosen tetap Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Ramadhani Setiawan, dosen tetap Jurusan Ilmu Administrasi Negara, di Tanjungpinang.

Mereka menggelar konferensi pers lima hari yang lalu menyikapi berbagai permasalahan yang muncul setelah rektor mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 541/UN.53.0/HK.00.15/2014 tentang Sanksi Terhadap Dosen Tetap di UMRAH. Konferensi pers ini, kata dia, bukan untuk menyudutkan pihak mana pun, termasuk Suradji, yang mungkin menjadi korban.

"Jika memang ingin memberikan sanksi, tentu harus sesuai dengan prosedur atau mekanisme kampus. Suradji divonis bersalah dan diberikan sanksi tanpa melalui mekanisme," ujarnya.

Seharusnya, Suradji diminta klarifikasi sebelum diberi sanksi jika memang terbukti dia bersalah. Tetapi kenyataannya, sanksi diberikan tanpa memberi kesempatan kepada Suradji untuk membela diri.

"Suradji seperti ditarget sehingga sanksi diberikan terkesan tergesa-gesa. Ini yang membuat kami khawatir akan diperlakukan sama ketika membuat sesuatu yang dianggap salah," ungkapnya.

Menurut dia, kampus harus memiliki aturan yang jelas sehingga dosen dapat menjalani aturan itu. Saat ini, rektor belum memiliki peraturan yang tegas sehingga dosen tidak memiliki pedoman dalam menjalani fungsinya di kampus maupun di luar kampus.

"Apakah dosen memberi kritik kepada oknum anggota legislatif maupun aparat pemerintahan itu salah? Jika itu dikatakan salah, harus ada peraturannya, karena sanksi diberikan ketika melanggar peraturan," ucapnya.

Judul pada surat keputusan itu juga dinilai sumir serta multitafsir, karena sanksi yang diberikan hanya untuk Suradji, bukan terhadap seluruh dosen tetap. Judul pada surat itu seolah-olah ditujukan kepada seluruh dosen tetap, padahal surat itu ditujukan hanya kepada Suradji.

Kemudian pada konsiderans (menimbang) pada huruf c ditegaskan untuk menjaga keharmonisan hubungan antara Umrah dengan Pemerintah dan DPRD Kepri. Seharusnya itu tidak dibeberkan dalam surat keputusan, jika memang ada kaitan antara kritikan yang diberikan Suradji kepada Ketua DPRD Kepri Nur Syafriadi dengan hubungan antara UMRAH dan DPRD Kepri menjadi terganggu.

"Apakah mengkritik anggota legislatif itu mengganggu hubungan antara Umrah dengan DPRD Kepri dan Pemerintah Kepri? Sedangkan Suradji berkomentar pada beberapa media massa itu sebagai pengamat politik," katanya.

Kemudian pada konsiderans huruf d juga berpotensi mengganggu kreativitas dosen. Sebab, dosen yang melakukan hal yang sama akan diperlakukan sama seperti Suradji.

"Ini tidak cocok dengan semangat demokrasi. Dosen dalam menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi memiliki kebebasan berpendapat. Ketentuan itu melukai otonomi keilmuan. Saya minta rektor secara bijaksana untuk merevisi surat keputusan itu untuk kebaikan dan kemajuan kampus," ujarnya.

Selain surat keputusan itu, Oksep dan kedua rekannya juga meminta surat edaran yang ditandatangani Wakil Rektor II UMRAH Rumzi Samin diperbaiki, karena itu juga mengganggu kreativitas para dosen. Dalam surat edaran yang dikeluarkan sekitar pekan lalu itu, ditegaskan, dosen dapat mengeluarkan opini ke media massa melalui Bagian Humas Umrah.

"Kami sudah melakukan protes terhadap surat edaran itu, karena khawatir opini yang ditulis dosen tidak sampai di media atau direvisi sebelum dikirim di media. Tetapi sampai sekarang Wakil Rektor II Umrah belum merevisinya," ungkapnya.

Terkait aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa dalam beberapa hari terakhir, dia berpendapat, hal itu wajar. Mahasiswa memiliki strategi dalam memperbaiki Umrah dan mengawal kebebasan berpendapat di muka umum. Aksi harus dilakukan secara elegan, dengan menghormati etika dan norma.

"Tetapi demo dengan merusak aset kampus, seperti pintu dan mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak sopan, harus ditinggalkan. Jangan sampai menimbulkan masalah baru," ujarnya.

Bukan Antarlembaga

DPRD Kepri empat hari lalu menggelar dengar pendapat dengan para dosen Umrah terkait sanksi kepada Suradji, dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Rapat dengar pendapat ini dilakukan berdasarkan permintaan Suradji, yang ingin mengetahui apakah kritikan yang disampaikan di media massa baru-baru ini mengganggu keharmonisan hubungan antara Umrah dengan DPRD Kepri.

"Karena itu rapat dengar pendapat digelar sehingga para dosen mengetahuinya. Permasalahan itu tidak ada hubungannya dengan lembaga legislatif," kata Wakil Ketua DPRD Kepri Ing Iskandarsyah, yang memimpin rapat tersebut.

Anggota Komisi IV DPRD Kepri yang mendampingi Iskandarsyah adalah Hanafi Ekra dan Fahmi Fikri. Dalam rapat tersebut, Iskandarsyah berharap permasalahan di UMRAH diselesaikan segera sehingga tidak mengganggu proses belajar-mengajar.

"Kami berharap semua dosen yang hadir dalam rapat ini memiliki niat yang sama, memperbaiki dan membuat Umrah semakin baik serta maju," ungkapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak juga menegaskan tidak ada kaitan antara pernyataan Suradji di media massa dengan hubungan antara UMRAH dan DPRD Kepri. Permasalahan itu bukan permasalahan kelembagaan, melainkan cenderung ke pribadi.

"Hanya sebagai pengamat politik, Suradji mengomentari permasalahan hukum, dan terlalu dalam 'menggeret' Nur dalam kasus itu. Padahal Nur tidak berada di Tanjungpinang saat kasus itu terjadi," kata Jumaga.

Kampus Mencekam

Kampus Umrah di Dompak sejak Jumat pekan lalu didemo oleh mahasiswanya. Aksi dilakukan setiap hari.

Mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Penyelamat UMRAH mendesak rektor mencabut surat skorsing terhadap Suradji, dan meminta rektor mundur dari jabatannya. Tetapi sampai sekarang rektor masih mempertahankan keputusannya.

Dalam aksi yang diikuti ratusan mahasiswa, terjadi beberapa kali bentrok antara mahasiswa dengan Satpam, dan Menwa yang berjaga di depan pintu rektorat. Pada pintu rektorat tertulis "Disegel Sampai Rektor Diganti".

Pintu gedung Rektorat UMRAH di Dompak, juga rusak akibat aksi dorong-dorongan 200 mahasiswa dengan petugas Satpam, Menwa dan pegawai kampus itu.

Mahasiswa membawa dua kayu panjang, paku dan alu untuk menutup pintu rektorat. Mereka akhirnya berhasil menyegel pintu tersebut setelah dua jam aksi.

"Yang kami bela dan perjuangkan itu kepentingan kampus ini, malah rektor menghalangi kebebasan berpendapat, dengan memberi skorsing selama setahun kepada Suradi, dosen tetap Fisip UMRAH," ujar Suaid, juru bicara aksi.

Dia mengemukakan, sanksi yang dikeluarkan rektor melukai para pejuang reformasi, yang salah satunya memperjuangkan kemerdekaan berpendapat. Mahasiswa menuntut rektor mencabut surat keputusannya itu.

"Pemberian sanksi kepada Suradji hanya karena mengritik Ketua DPRD Kepri Nur Syafriadi merupakan perbuatan tidak terpuji. Pelaksanaan demokasi di kampus ini seharusnya berjalan dengan baik, bukan malah sebaliknya," ujarnya.     

Mogok

Selama sepekan perkuliahan di Fisip UMRAH terganggu akibat gejolak yang muncul pascaputusan rektor yang memberi sanksi skorsing selama setahun terhadap Suradji.

"Sudah sejak Jumat pekan lalu aksi unjuk rasa berlangsung. Proses belajar mengajar di kampus menjadi terganggu," kata Wakil Dekan II Fisip UMRAH Bismar Arianto.

Bismar mengatakan, mahasiswa juga tidak mau masuk kelas. Mereka malah mengeluarkan kursi dari dalam kelas dan menulis beberapa kalimat dengan menggunakan spidol tinta permanen. Salah satu kalimat yang ditulis di kursi adalah "Malas Kuliah, Rektornya Masih Itu". Mahasiswa juga menulis kalimat serupa di atas karton putih, kemudian dipajang di atas kursi.

Terkait permasalahan itu, Bismar mengatakan, pihak Fisip UMRAH tidak dapat berbuat banyak. Hal itu disebabkan meluasnya aksi unjuk rasa. Mahasiswa telah disuruh untuk masuk ke dalam kelas, namun mereka menolaknya. Sedangkan para dosen tetap masuk kantor, meski tidak melakukan kegiatan di dalam kelas.

"Aksi itu adalah aspirasi yang mereka sampaikan. Meskipun pada hari ini mereka tidak melakukan aksi," ungkap Bismar.

Ia berpendapat, dosen tidak dapat melarang mahasiswa menyampaikan pendapat. Namun mahasiswa diingatkan untuk tidak melakukan tindakan anarkis.

"Sampaikan aspirasi dengan tidak dengan merusak kampus. Sampaikan dengan cara baik dan santun," ujarnya. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE