Batam dari Kota "Hitam" jadi Kota Religi

id Batam,Kota,Hitam,Religi,maksiat,prostitusi,judi

SELAMA bertahun-tahun Batam dikenal sebagai kota yang penuh maksiat, sebut saja pusat judi, prostitusi, penyelundupan berbagai barang haram dari luar negeri, minuman keras, narkoba dan berbagai hal negatif lainnya.

Mendengar cerita tentang kehidupan di kota yang berseberangan dengan Singapura pada era 2000-an itu, rasanya bulu roma merinding.

"Perempuan-perempuan penjaja seks diletakkan dalam tempat seperti aquarium. Lalu pelanggan akan memilihnya dari luar aquarium, seperti membeli barang di toko saja," cerita warga Batam, Andi.

Prostitusi merajalela. Perempuan dari berbagai daerah di Indonesia tiba di Batam menjalani profesi itu. Sebagian dari mereka datang sukarela, dan sebagian besar lainnya dipercaya merupakan korban perdagangan manusia.

Tanpa tedeng aling-aling aktivitas prostitusi berlangsung terbuka, tidak ditutup-tutupi.

Begitu pula dengan praktik judi. Puluhan rumah toko disulap menjadi kasino-kasino mini. Ratusan pelanggannya, baik itu warga negara asing maupun warga lokal menghabiskan waktu dan uang di sana.

"Kehidupan di tempat-tempat judi tidak pernah putus. Buka 24 jam. Pemainnya juga begitu, ada saja yang main, meski pun sampai utang," cerita warga Batam lainnya, Ajri.

Di antara praktik prostitusi dan judi, minuman keras dan narkoba menjadi hiburan lain yang mudah diakses karena dijaja di berbagai tempat.

Tapi itu dulu, dulu sekali, sebelum reformasi, sebelum polisi menutup tempat judi, sebelum pemerintah melokalisasi tempat prostitusi, sebelum polisi membekukan pabrik ekstasi, sebelum sejumlah penjual narkoba dijebloskan ke dalam penjara, sebelum-sebelumnya.

Batam berbenah

Batam yang kini tidak lagi seperti yang dulu. Batam berangsur-angsur berubah. Praktik judi, prostitusi, penyelundupan barang, perdagangan minuman keras dan narkoba tidak lagi terang-terangan.

Kepemimpinan Wali Kota Ahmad Dahlan selama satu setengah periode berangsur-angsur mengubah citra Batam yang serba negatif menjadi baik.

Praktik prostitusi dilokalisasir. Demikian juga dengan judi. Meski tidak bisa dipastikan saat ini Batam bebas judi, setidaknya saat ini praktik haram itu tidak lagi terang-terangan.

Polisi terus menutup lokasi perjudian yang kerap disebut Gelanggang Permainan (Gelper). Hingga awal 2014 saja, sudah puluhan Gelper yang diindikasi berbau judi ditutup.

Dengan sigap, aparat kepolisian juga menutup akses-akses narkoba. Bahkan, pada 2007, polisi berhasil mengungkap sekaligus menutup pabrik ekstasi di empat lokasi Kota Batam yang melibatkan dua tersangka berkebangsaan Taiwan.

Kerja sama yang baik antara Pemerintah Provinsi yang dipimpin Gubernur Muhammad Sani, Pemerintah Kota Batam dan aparat kepolisian dalam tahun-tahun berikutnya dianggap mampu merubah citra buruk Batam.

"Batam yang sekarang jauh berbeda dengan yang dulu. Dulu maksiat dipertontonkan, sekarang Batam jauh lebih rapi, jauh lebih beradab. Meski kita juga belum bisa bilang sekarang Batam menjadi kota suci, paling tidak sudah berubah ke arah lebih baik," kata Ajri.

Niat baik pemerintah untuk mentransformasi Batam kemudian dituangkan juga dalam visi kota, yaitu "Terwujudnya Kota Batam sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian Nasional".

Pemerintah kota berupaya mengembalikan "roh" ketimuran di Batam. Apalagi kota kepulauan itu berada di "Ranah Melayu" yang kental dengan adat timur yang Islami.

Budaya ketimuran kembali digaungkan, seperti pepatah Melayu, "Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah. Adat sebenar adat, ialah Qur'an. Adat tegak, mengikuti syarak", maka pemerintah berupaya memperkenalkan kembali Al Quran dan seluruh isinya.

Pemerintah membangun Quran Centre sebagai pusat pengembangan Al Quran yang menghasilkan qori-qoriah berkualitas internasional.

Musabaqah Tilawatil Quran diadakan tiap tahun, mulai dari tingkat kelurahan hingga tingkat kota.

Batam Religi

Upaya mengubah citra Batam tidak tanggung-tanggung. Pemerintah Provinsi Kepri nampaknya betul-betul jengah dengan citra buruk Batam.

Salah satu upayanya adalah menjadikan Batam sebagai tuan rumah pelaksanaan MTQ nasional XXV pada 2014.

Pemerintah menyulap sudut ruang terbuka hijau menjadi astaka, lokasi penyelenggaraan MTQ dengan arsitektur Masjid Nabawi di Kota Madinah.

Pilar-pilar tinggi dan kokoh ala Masjid Nabawi juga menjadi pintu gerbang Dataran Engku Putri, alun-alun kota yang kerap dijadikan pusat kegiatan pemerintah dan masyarakat.

Bangunan kokoh Astaka MTQ seolah-olah menandakan perubahan besar pada Batam, apalagi letaknya di pusat kota.

Rencananya, Astaka MTQ itu nantinya akan dijadikan musium perjalanan Kota Batam dan pusat kajian Islam di kota itu.

Tidak berhenti di situ, kemudian pemerintah kota mengeluarkan Surat Edaran yang isinya himbauan kepada seluruh instansi mewajibkan karyawannya yang melayani langsung tamu agar menggunakan Baju Melayu Lengkap ala Batam selama pelaksanaan MTQ.

Dalam Surat Edaran bernomor 080/556/II/2014 itu diatur, baju melayu lengkap adalah baju kurung dengan kopiah bagi karyawan lelaki dan baju kurung bagi perempuan.

Wali Kota Batam Ahmad Dahlan mengatakan kebijakan itu tidak hanya dibuat untuk mendukung MTQ. melainkan memberikan citra positif bagi Batam.

"Setelah penyelenggaraan MTQ, pakaian Melayu dianjurkan tetap digunakan setiap Jumat sebagai upaya dan komitmen memperkenalkan dan melestarikan Budaya Melayu," kata wali Kota.

Dan demi menghormati pelaksanaan MTQ, pemerintah membuat kebijakan menutup total Tempat Hiburan Malam pada hari pembukaan dan penutupan MTQ. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE