Wagub Kepri Tolak Upah Buruh Murah

id Wagub,Kepri,Tolak,Upah,Buruh,Murah,investasi,perusahaan,investor,asing,batam,bintan,karimun,kawasan,perdagangan,bebas

Batam (Antara Kepri) - Wakil Gubernur Kepulauan Riau Soerya Respationo menolak upah buruh murah dijadikan kebijakan untuk meningkatkan daya saing Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan dan Karimun.

"Sudah tidak masanya lagi menarik investor dari upah buruh murah," kata Soeryo di Batam, Kamis.

Sudah saatnya meletakkan buruh dalam posisi terhormat dan tidak menindasnya dengan kebijakan upah buruh murah hanya demi investasi, katanya.

Menurut Wakil Gubernur, beberapa daerah yang masuk KPBPB memiliki keunggulan lain yang dapat ditonjolkan untuk merangsang minat penanam modal asing, seperti adanya berbagai kemudahan-kemudahan dan kepastian hukum.

"Batam, Bintan, Karimun memiliki kepastian hukum tentang berinvestasi," kata Soerya.

Mengenai adanya perusahaan asing, Nidec Seimitsu, yang hengkang ke Vietnam, Wagub meminta untuk disikapi secara bijaksana dan tidak menyalahkan satu sisi saja.

Dan bila permasalahan hengkangnya perusahaan yang beroperasi di Kawasan Industri Batamindo itu terkait upah buruh Vietnam yang lebih murah, sebaiknya jangan pula terpancing untuk menekan upah buruh.

"Jangan menjual upah buruh demi investasi," kata dia menegaskan.

Ia menyayangkan penutupan perusahaan itu dilakukan saat Ramadhan, saat pekerja membutuhkan dana untuk persiapan hari raya.

Wagub meminta perusahaan memenuhi semua kewajibannya kepada pekerja seperti yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan.

Selain itu, ia berharap Badan Pengusahaan dan Pemerintah Kota Batam bersinergi untuk memastikan pekerja mendapatkan haknya saat perusahaan ditutup.

"Tidak hanya BP, Pemkot juga. Aturannya sudah jelas ada di UU, itu dijalankan dengan baik," kata dia.   

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Zarefriadi mengatakan PT Nidec telah melaporkan rencana menutup perusahaannya, sejak sebulan lalu. Nidec mengeluhkan kenaikan upah buruh di Batam sulit diperhitungkan.

"Salah satu alasannya mereka menyatakan masalah upah karena kenaikannya tidak bisa diprediksi," kata Zaref.

Kenaikan upah pada akhirnya memicu meningkatnya biaya produksi.

"Tapi, kepindahan mereka tidak semat-mata karena masalah upah. Ada juga masalah persaingan bisnis produksi dari produsen Tiongkok dan Korea," kata dia. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE