LBH Pertanyakan Kelanjutan Penyidikan Korupsi KPU Karimun

id LBH,Kelanjutan,Penyidikan,Korupsi,KPU,Karimun,dana,hibah

LBH Pertanyakan Kelanjutan Penyidikan Korupsi KPU Karimun

Koordinator LBH Pelangi Nusantara Abdul Rachman SH (antarakepri.com/Rusdianto)

Karimun (Antara Kepri)  - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelangi Nusantara mempertanyakan kelanjutan penyidikan kasus korupsi  Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, terkait dana hibah penyelenggaraan pemilihan umum bupati-wakil bupati tahun 2011.

"Fakta hukum dan alat bukti persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang sangat jelas menyatakan bahwa saksi Dedy telah mengakui diperintahkan oleh komisioner KPU Karimun untuk membuat surat-surat fiktif, kwitansi fiktif sebagai bukti pencairan dana hibah, lalu mengapa saksi yang ikut bersama-sama dalam pencairan uang itu, sampai sekarang tidak ditetapkan sebagai tersangka," kata Koordinator LBH Pelangi Nusantara Abdul Rachman SH dalam keterangan persnya di Tanjung Balai Karimun, Kamis.

Kasus korupsi dana hibah untuk Pilkada Karimun 2011 telah menyeret tujuh orang sebagai terpidana, lima di antaranya adalah (kini mantan) komisioner KPU Karimun yaitu Zulfikri (ketua), Darman Munir, Risdiyansyah, Hermawan Saputra dan Evi Herita. Dan, dua staf sekretariat KPU Karimun yaitu Maryani dan Tiamah.

"Fakta lain yang terungkap dalam persidangan adalah telah terjadi selisih dalam data pembukuan pencairan dana hibah dari bendahara Bagian Keuangan Setkab Karimun Rahimah kepada bendahara KPU Karimun Maryani, dengan besar selisih Rp2 miliar, bisa untuk segera menetapkan Anwar Hasyim dan Rahimah sebagai tersangka dalam kasus tersebut," tuturnya.

Ia mengatakan, fakta lainnya yang seharusnya diperhatikan jaksa bahwa dalam rencana anggaran biaya riil yang diusulkan KPU Karimun kepada pemerintah daerah dan diajukan ke DPRD Karimun, sesuai dengan alat bukti yang disita, sangat jelas bahwa dana yang diusulkan komisioner KPU Karimun pada 2010 sebesar Rp7.990.010.000, dan telah dijabarkan dalam KKA sebagai alat bukti.

"Pertanyaannya, mengapa DPRD Karimun melalui Badan Anggaran dan pemerintah daerah mencairkan dana tersebut sampai Rp13,5 miliar. Ini adalah fakta hukum bahwa semua anggota Badan Anggaran DPRD Karimun dan Sekretaris Daerah Kabupaten Karimun harus ditetapkan sebagai tersangka, karena ini sesuatu yang tidak pernah terjadi," paparnya.

Dijelaskannya, fakta-fakta dan alat bukti tersebut terungkap dalam pemeriksaan hakim tipikor, setelah pembacaan dakwaan jaksa dengan Nomor: Reg PEKK/PDS-01/F+-3/TBK/08/2012 dan dakwaan Nomor: REG.PERK/PDS-01/F+1/TBK/08/2012  yang ditandatangani Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasbi Kurniawan pada 15 Agustus 2012, serta dakwaan Nomor: REG.PERK.DDS-02/F-1/TBK/08/2012 yang ditandatangani JPU Sigit Santoso pada 15 Agustus 2012.

Kemudian, surat dakwaan Nomor: REG.PERK/PDS-02/F+1/TBK/01/2014 yang ditandatangani JPU Fran Nurmansyah pada 17 Januari 2014, surat dakwaan Nomor: REG.PERK/PDS-01/N.10.12/F+1/08/2013 yang ditandatangani JPU Sigit Santoso pada 28 Agustus 2013.

Berdasarkan alat bukti yang disita Kejari Tanjung Balai Karimun dari Rahimah selaku bendahara Bagian Keuangan Setkab Karimun pada 12 Januari 2012, alat bukti dari Maryani pada 17 Januari 2012 dan telah diserahkan kepada panitera Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, maka majelis hakim pengadilan tersebut memutuskan untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada kelima komisioner KPU Karimun.

Ia menilai penyidik Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun telah melakukan "contempt of law" atau pemutusan proses hukum yang sudah berjalan dalam kasus korupsi dana hibah yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2 miliar.

"Kalaupun kejaksaan berani melakukan 'contempt of law' dalam kasus itu, dimana letak harga dri dan kewibawaan institusi kejaksaan di mata hukum. Ini merupakan satu perbuatan yang memalukan karena kasus tersebut sudah bukan rahasia umum lagi bagi masyarakat Karimun. Kita harus ingat satu hal permasalahan hukum akan timbul akibat ada hubungan sebab akibat, dan hubungan sebab akibat tersebut telah terbuka dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang," tuturnya.

"Sekali lagi kami meminta adanya rasa keadilan dan persamaan di mata hukum, kita harus meletakkan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP. Intinya, siapapun yang melakukan perbuatan merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri ataupun orang lain, harus dihukum," katanya menegaskan.

Ia menegaskan jika penyidik kejaksaan tidak menindaklanjuti kasus tersebut, maka ia berencana akan mengadu ke Kejaksaan Agung ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kami yakin dalam Republik ini masih ada hati manusia yang tidak bergeming dengan uang, dan berani memberantas korupsi," demikian Koordinator LBH Pelangi Nusantara Abdul Rachman. (Antara)

Editor: Jo Seng Bie

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE