Penyelidikan Korupsi KPU Karimun Tunggu Pengaduan

id Penyelidikan,kejaksaan,danah,hibah,pilkada,Korupsi,KPU,Karimun,Tunggu,Pengaduan

Karimun (Antara Kepri) - Penyelidikan kasus korupsi dana hibah untuk Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Karimun tahun 2011 pada Komisi Pemilihan Umum setempat, menunggu pengaduan masyarakat.

"Bukan kita tutup, kalau ada pengaduan masyarakat tentu kita lanjutkan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun Supratman Khalik usai rapat paripurna istimewa pelantikan dan pengambilan sumpah 30 anggota DPRD Karimun di Gedung DPRD Karimun, Jumat.

Supratman Khalik mengatakan pihaknya belum menemukan bukti-bukti baru terkait kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus  tersebut.

"Tidak ada laporan," kata dia ketika disinggung soal fakta yang terungkap dalam persidangan kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang beberapa waktu lalu.

Kasus korupsi penggunaan dana hibah untuk Pilkada Karimun 2011 telah menyeret tujuh orang sebagai terpidana, yakni lima komisioner KPU Karimun (kini mantan), Zulfikri (ketua), Darman Munir, Risdiyansyah, Evi Herita dan Hermawan Saputra, serta dua staf Sekretariat KPU Karimun masing-masing Maryani dan Tiamah.

Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Pelangi Nusantara Abdul Rachman SH, mempertanyakan kelanjutan penyidikan kasus tersebut sebagai tindak lanjut dari fakta dan keterangan saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.

"Fakta hukum dan alat bukti persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang sangat jelas menyatakan bahwa saksi Dedy telah mengakui diperintahkan oleh komisioner KPU Karimun untuk membuat surat-surat fiktif, kwitansi fiktif sebagai bukti pencairan dana hibah. Lalu mengapa saksi yang ikut bersama-sama dalam pencairan uang itu, sampai sekarang tidak ditetapkan sebagai tersangka," kata Abdul Rachman.

Fakta lain yang terungkap dalam persidangan, kata dia adalah telah terjadi selisih dalam data pembukuan pencairan dana hibah dari bendahara Bagian Keuangan Setkab Karimun Rahimah kepada bendahara KPU Karimun Maryani, dengan besar selisih Rp2 miliar.

"Fakta telah terjadi selisih dalam pencairan dana hibah itu seharusnya bisa menjadi dasar bagi penyidik untuk segera menetapkan Anwar Hasyim dan Rahimah sebagai tersangka dalam kasus tersebut," tuturnya.

Ia juga mengatakan, fakta lainnya yang seharusnya diperhatikan jaksa, bahwa dalam rencana anggaran biaya riil yang diusulkan KPU Karimun kepada pemerintah daerah dan diajukan ke DPRD Karimun, sesuai dengan alat bukti yang disita, sangat jelas bahwa dana yang diusulkan komisioner KPU Karimun pada 2010 sebesar Rp7.990.010.000, dan telah dijabarkan dalam KKA sebagai alat bukti.

"Pertanyaannya, mengapa DPRD Karimun melalui Badan Anggaran dan pemerintah daerah mencairkan dana tersebut sampai Rp13,5 miliar. Ini adalah fakta hukum bahwa semua anggota Badan Anggaran DPRD Karimun dan Sekretaris Daerah Karimun harus ditetapkan sebagai tersangka," katanya.

Ia menilai penyidik Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun telah melakukan "contempt of error" atau pemutusan proses hukum yang sudah berjalan dalam kasus korupsi dana hibah yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2 miliar.

"Kalaupun kejaksaan berani melakukan 'contempt of error' dalam kasus itu, di mana letak harga diri dan kewibawaan institusi kejaksaan di mata hukum. Kita harus ingat satu hal permasalahan hukum akan timbul akibat ada hubungan sebab akibat, dan hubungan sebab akibat tersebut telah terbuka dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang," tuturnya.

Ia berharap proses penyidikan dalam kasus tersebut didasari rasa keadilan dan persamaan di mata hukum sesuai dengan Undang-undang Tipikor.

"Kita harus meletakkan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP. Intinya, siapapun yang melakukan perbuatan merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri ataupun orang lain, harus dihukum," katanya menegaskan.

Ia menegaskan jika penyidik kejaksaan tidak menindaklanjuti kasus tersebut, maka ia berencana akan mengadu ke Kejaksaan Agung ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kami yakin dalam Republik ini masih ada hati manusia yang tidak bergeming dengan uang, dan berani memberantas korupsi," demikian Koordinator LBH Pelangi Nusantara Abdul Rachman. (Antara)

Editor: Kaswir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE