Karimun (Antara Kepri) - Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Zainuddin Ahmad yang akrab disapa Kep Din, berpendapat pemilihan kepala daerah lewat DPRD menghindari pembodohan rakyat dengan praktik politik uang.
"Demokrasi memang di tangan rakyat, tapi kalau dicemari praktik politik uang sama saja sebuah bentuk pembodohan rakyat dalam berpolitik," katanya di Tanjung Balai Karimun, Jumat.
Kep Din mengatakan, praktik politik uang sudah bukan rahasia umum lagi kerap terjadi dalam setiap pelaksanaan pilkada secara langsung. Akibatnya, proses demokrasi diwarnai politik uang itu ia nilai telah gagal melahirkan kepala daerah yang bersih, jujur dan menghindari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Ia mencontohkan berapa banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi karena ditengarai berusaha untuk mengembalikan modal yang ia habiskan untuk memuluskan langkahnya menjadi kepala daerah, termasuk juga dengan menghalalkan politik uang.
"Sudah berapa banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, seolah-olah mereka tidak kapok-kapoknya meski KPK begitu getolnya menangkap tangan para kepala daerah karena kasus korupsi," kata dia.
Pria yang juga anggota DPRD Karimun itu menyambut positif pengesahan RUU Pilkada yang didalamnya memuat pilkada dikembalikan ke DPRD.
Ia menilai, keputusan rapat paripurna DPR mengesahkan pilkada lewat DPRD, meski berlangsung alot pada Jumat dinihari, sudah sesuai dengan UUD 1945.
Dalam UUD 45, menurut dia, disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokrasi dan tidak disebutkan dipilih oleh rakyat, kecuali pemilihan Presiden yang memang dipilih langsung oleh rakyat.
"Pilkada lewat DPRD selaras dengan sila ke-4 Pancasila yang menyebutkan bahwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, artinya demokrasi yang kita anut adalah demokrasi permusyawaratan, bukan demokrasi liberal," kata dia.
Ia juga mengatakan, dampak negatif pilkada langsung sangat luas, selain memberikan pembelajaran politik yang tidak sehat berbentuk politik uang juga memunculkan kelompok-kelompok yang ia sebut "tukang pakang" (calo-red) suara rakyat.
"Lembaga-lembaga survei abal-abal juga bermunculan yang bekerja karena pesanan dari pihak tertentu," ucapnya.
Disinggung dampak pilkada tidak langsung yang akan membuka peluang praktik politik uang di kalangan anggota DPRD, ia mengatakan ada institusi seperti KPK, kepolisian atau kejaksaan yang akan memonitor dan melakukan pengawasan.
"Kami yakin KPK akan pasang mata dan telinga setiap proses pilkada di daerah. Seorang kepala daerah saja bisa tertangkap tangan karena korupsi, apalagi di DPRD yang kami yakin bisa terdeteksi oleh mereka," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, pilkada lewat DPRD juga akan berdampak pada lebih jelinya masyarakat dalam memilih wakilnya sehingga tidak gampang tergoda politik uang.
"Intinya, pengawasan melekat dari penegak hukum harus dilakukan untuk menghindari politik uang. Dan tentu saja ada mekanisme yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah dan memonitor terjadinya politik uang dalam pemilihan kepala daerah melalui DPRD," demikian Zainuddin Ahmad. (Antara)
Editor: Zuhaeri Abdullah
Berita Terkait
Satu orang anggota DPRD Kepri tersandung korupsi resmi diganti
Jumat, 29 Maret 2024 6:19 Wib
Gubernur Ansar bayar zakat harta Rp37,5 juta melalui Baznas
Rabu, 27 Maret 2024 17:02 Wib
Gerindra: Kami tidak pernah tawari Ganjar dan Anies kursi kabinet
Rabu, 27 Maret 2024 13:59 Wib
Bakesbangpol Natuna evaluasi lokasi pemasangan APK
Selasa, 26 Maret 2024 19:08 Wib
Calon perseorangan Pilkada 2024 Batam wajib didukung 63.871 jiwa
Selasa, 26 Maret 2024 18:00 Wib
Calon persorangan Pilkada 2024 di Natuna harus didukung lima ribu KTP
Selasa, 26 Maret 2024 12:54 Wib
PT Timah siapkan 700 kuota mudik gratis ke Babel dan Kepri
Selasa, 26 Maret 2024 10:33 Wib
Pemprov Kepri salurkan 5.000 paket sembako ke warga Bintan
Senin, 25 Maret 2024 17:09 Wib
Komentar