Mantan Rektor Universitas Karimun Digugat Rp1,2 Miliar

id Mantan,Rektor,Universitas,Karimun,gugat,kuliah,izin,dirjen,dikti,pgsd,perdata,pengadilan

Mantan Rektor Universitas Karimun Digugat Rp1,2 Miliar

Darwin Rambe SH

Karimun (Antara Kepri) - Mantan Rektor Universitas Karimun Sudarmadi yang kini menjabat Kepala Dinas Pendidikan Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, digugat tiga mantan mahasiswanya sebesar Rp1,2 miliar.

Gugatan ketiga mantan mahasiswa tersebut, masing-masing Nani Sulina, Juwita Permatasari dan Ista Maulani Pakpahan terhadap Sudarmadi terungkap dalam persidangan perkara perdata di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Selasa dengan majelis hakim diketuai Ronald Massang dengan hakim anggota Iriati dan Liena.

Ketiga mantan mahasiswa itu menggugat terkait perkuliahan yang belum mengantongi izin dari Dirjen Pendidikan Tinggi.

Selain Sudarmadi selaku Tergugat I, ketiga penggugat tersebut juga menggugat Rektor Universitas Karimun (UK) Abdul Latif selaku Tergugat II dan Ketua Yayasan Tujuh Juli, yang menaungi universitas tersebut, Zufri Taufik selaku Tergugat III.

Kuasa hukum ketiga penggugat Darwin Rambe, usai persidangan mengatakan, ketiga kliennya merasa dirugikan oleh para tergugat, yaitu dengan cara mengadakan perkuliahan Program Strata 1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) pada 2008, sementara kegiatan perkuliahan tersebut belum mengantongi izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti).

"Izin dari Dirjen Dikti untuk program perkuliahan tersebut baru keluar pada akhir 2011, sehingga ketiga klien kami disuruh mendaftar ulang dan mengikuti perkuliahan dari awal dan baru diwisuda pada 2013," katanya.

Darwin Rambe mengatakan, perbuatan para tergugat, terutama Tergugat I yang kala itu menjabat sebagai rektor telah menimbulkan kerugian bagi ketiga kliennya, baik material maupun immateriil.

"Ketiga klien kami menggugat para tergugat berupa kerugian materiil sekitar Rp200 juta, sedangkan kerugian immateriil Rp1 miliar," katanya.

Kerugian materiil yang dialami ketiga kliennya itu adalah berupa segala biaya yang dikeluarkan selama kuliah sejak 2008 sampai harus mengulang dari awal karena kegiatan perkuliahan mulai 2008 hingga 2011 belum memiliki izin dari Dirjen Dikti.

Sedangkan kerugian immateriil adalah berupa hilangnya waktu dan kesempatan bagi ketiga kliennya untuk bekerja, serta adanya tekanan dari keluarga dan masyarakat karena harus mengulang kembali perkuliahan dari awal.

"Bukti-bukti gugatan ketiga klien kami itu sudah kami sampaikan kepada majelis hakim, seperti brosur penerimaan mahasiswa pada 2008, bukti pembayaran uang kuliah yang telah dibayar dan bukti-bukti pendukung lainnya," ujarnya.

Dalam setiap persidangan, kami tetap melakukan mediasi dengan para tergugat, sesuai saran majelis hakim. Tapi langkah mediasi itu belum membuahkan sebuah perdamaian, ujarnya.

Kuasa hukum lainnya Raja Hambali menambahkan, bahwa dalam persidangan pihaknya juga telah menghadirkan sejumlah saksi untuk menguatkan gugatan terhadap para tergugat.

"Pekan depan kami masih akan menghadirkan beberapa saksi untuk didengar keterangannya di persidangan," katanya.

Menurut Hambali, perbuatan para tergugat telah melanggar hukum, khususnya tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi yang seharusnya dilaksanakan setelah mengantongi izin dari Dirjen Dikti.

"Dalam UU Sisdiknas, penyelenggaraan pendidikan yang belum mengantongi izin adalah ilegal. Ketiga klien kami jelas dirugikan karena harus mengulang dari awal karena perkuliahan yang mereka ikuti mulai 2008 tidak diakui karena izin program studinya dari Dirjen Dikti baru keluar pada 2011," katanya.

Dalam kasus serupa yang pernah diadili di pengadilan di Padang Sumatera Barat, majelis hakim memvonis bersalah Rektor Universitas Islam Sumatera Barat karena menyelenggarakan perkuliahan yang belum mengantongi izin dari Dirjen Dikti, kata Raja Hambali.  (Antara)

Editor: Evy R Syamsir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE