Batam (Antara Kepri) - Kepala Badan Pengusahaan Batam, Mustofa Widjaja menemui Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup menindaklanjuti SK Menhut No.463/Menhut-II pascarekomendasi Ombudsman RI yang menyatakan terdapat maladministrasi terhadap pengabaian Perpres 87/2011.
"Saya dan tim akan ke Jakarta bertemu Ibu Menteri (Siti Nurbaya) untuk menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman. Keputusan Ombudsman itu menjadi tanggungjawab atas pelayanan yang perlu segera ditindaklanjuti mengingat SK ini sudah menjadi polemik yang berlarut-larut," kata Mustofa di Batam, Senin.
Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana dalam rilisnya mengatakan maladministrasi itu berupa penyimpangan prosedur dalam bentuk pengabaian Perpres 87/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun dan tidak mendasarkan keputusannya pada hasil Tim Terpadu sesuai ketentuan PP 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.
Atas penerbitan SK tersebut menurut Ombudsman proses penyelenggaraan pelayanan publik di Pulau Batam dan Provinsi Kepulauan Riau menjadi terhenti.
Akibatnya muncul ketidakpastian hukum bagi masyarakat dan dunia usaha, khususnya perizinan investasi, administrasi pertanahan, dan layanan perbankan, sekaligus melemahkan citra positif Indonesia, khususnya wilayah Batam Bintan Karimun sebagai daerah tujuan investasi.
"BP Batam juga sudah beberapa kali menyampaikan persoalan itu kepada Ombudsman. Dia mengatakan rencana pertemuan itu juga bersama dengan Anggota DPD RI Dapil Kepri Djasarmen Purba," kata Mustofa.
Sebelumnya Mustofa juga sempat mengungkapkan langkah intervensi bisa saja dilakukan jika hasil evaluasi menyeluruh SK 867 sudah bisa ditemukan detil-detil yang janggal.
Hingga kini, lanjutnya, lampiran peta perubahan kawasan hutan lindung dalam SK Menhut 867 belum dapat dilihat secara jelas. Lampiran peta yang beredar sejak 29 September belum terlihat secara detail mengenai perubahan kawasannya termasuk batas-batas wilayahnya.
Sesuai dengan data BP Batam, penerbitan SK Menhut No.463/Menhut-II/2013 membuat sekitar 22.000 rumah dan 49 galangan kapal di Batam tiba-tiba berada di lokasi hutan (ilegal). Padahal rumah-rumah penduduk dan galangan kapal tersebut sebelumnya telah mendapatkan izin resmi dari pemerintah.
Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo mengatakan keputusan Menteri Kehutanan No.867/Menhut-II/2014 tertanggal 29 September 2014 tidak memerhatikan poin rekomendasi dari Pemprov Kepri yang sudah disepakati sebelumnya yang menguatkan hasil keputusan PTUN Tanjungpinang. (Antara)
Editor: Rusdianto
Berita Terkait
Kunjungan kapal ke Pelabuhan Batam naik jadi 24.818 call di Triwulan I tahun 2024
Selasa, 23 April 2024 16:22 Wib
TP PKK Batam ajak masyarakat bangun keluarga berkualitas
Selasa, 23 April 2024 14:46 Wib
Lantamal IV/Batam tangkap kurir sabu dan empat PMI ilegal
Senin, 22 April 2024 18:57 Wib
Pemkot Batam targetkan memfasilitasi 200 sertifikasi halal produk UMKM
Senin, 22 April 2024 16:12 Wib
Konsumsi BBM di Kepri naik 47 persen pada Idul Fitri
Minggu, 21 April 2024 8:01 Wib
734 jamaah calon haji Batam lunasi Bipih
Sabtu, 20 April 2024 18:56 Wib
Keberangkatan 1.324 calon haji Kepri dibagi dalam tiga kloter
Sabtu, 20 April 2024 16:18 Wib
BP Batam sebut rumah contoh di Rempang Eco City sudah dialiri listrik dan air
Jumat, 19 April 2024 18:27 Wib
Komentar