Tanjungpinang (Antara Kepri) - Anggota Komisi I DPRD Kota Tanjungpinang, Fengky Fesinto meminta Wali Kota serta Gubernur bijak menyikapi Surat Keputusan (SK) Menhut Nomor : SK.76/MenLHK-II/2015 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan.
"Karena dikhawatirkan adanya perubahan dalam SK tersebut ikut mengorbankan kawasan hutan lindung yang merupakan sumber air bagi masyarakat di Pulau Bintan, khususnya di Tanjungpinang, " kata Fengky Fesinto, Kamis.
Hal ini mengingat, pada dasarnya sebagai daerah kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau kecil, Kepri identik dengan permasalahan air.
Sehingga apabila, hutan lindung yang selama ini menampung air untuk masyarakat Tanjungpinang atau Pulau Bintan diperuntukkan untuk pembangunan dan lain sebagainya, dikhawatirkan mempengaruhi kebutuhan terhadap air tersebut.
"Kepri ini bukan seperti Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan yang memiliki hutan luas, Kepri ini pulau-pulau kecil yang selalu dihadapi dengan krisis air. Artinya kalau hutan yang selama ini dijaga lantas sekarang difungsikan untuk lainnya tentu mengurangi ketersediaan air," papar politisi Hanura tersebut.
Satu sisi ujarnya, peralihan fungsi hutan dinilai baik untuk sektor perekonomian, seperti percepatan pembangunan yang membutuhkan lahan.
"Namun di sisi lainnya, lahan yang mungkin mengorbankan kawasan hutan lindung sebagai resapan air bagi waduk waduk, juga harus diperhatikan, " tegasnya.
Hal ini keterkaitan dengan keberadaan waduk yang secara ilmiah dikatakan Fengky, waduk itu akan mengandung air jika kawasan hutan sekitarnya masih terjaga atau dilindungi.
"Jadi percuma bangun waduk kalau hutannya tidak ada. Ini yang saya khawatirkan," tegasnya.
Mengingat kebijakan itu ada pada pemerintah setempat, maka pihaknya mengharapkan gubernur dan wali kota bijak menggunakan dan memanfaatkan pembebasan ini agar tidak kebablasan.
Artinya kata politisi Hanura tersebut, perubahan kawasan hutan harus disinergikan dengan penetapan kawasan hutan yang mengandung sumber air.
"Sebab, kalau ini tidak dijaga, maka pembukaan hutan akan terjadi tanpa satu pemahaman dimana hutan yang menjadi sember air harus dilindungi," ujarnya.
Jika tidak disinergikan kemungkinan, sekitar 10 sampai 20 tahun kedepan Pulau Bintan, Tanjungpinang pada khususnya akan kesulitan memperoleh air.
"Ditambah penggunaan yang kurang bijak dari pada pemerintah nanti, mungkin ijin tambang dan lain sebagainya," kata Fengky.
Seharusnya kata Fengky, Menhut mengeluarkan SK baru tentang perlindungan kawasan hutan yang mengandung sumber air.
Karena jika tidak, berdampak juga pada sektor pariwisata yang harus didukung dengan ketersediaan air yang memadai.
"Bagaimana pariwisata suatu daerah bisa berhasil kalau infrastruktur seperti air yang terkait laham tidak mendukungnya," paparnya.
Sehingga terjadi benturan kebijakan dan muncul pertanyaan kata Fengky, wisatawan mana yang mau berkunjung ke Bintan atau Tanjungpinang bila ketersediaan air tidak memadai. (Antara)
Editor: Rusdianto
Berita Terkait
KONI Kepri : Atlet lolos PON 2024 ikut pelatda mulai Mei
Sabtu, 20 April 2024 13:08 Wib
Kepri dapat rekor MURI untuk Kebaya Labuh dan kue Tepung Gomak
Sabtu, 20 April 2024 7:04 Wib
Pj Wali Kota Tanjungpinang terancam penjara 8 tahun
Sabtu, 20 April 2024 6:17 Wib
BP Batam sebut rumah contoh di Rempang Eco City sudah dialiri listrik dan air
Jumat, 19 April 2024 18:27 Wib
Pj Wali Kota Tanjungpinang jadi tersangka kasus dugaan pemalsuan surat tanah
Jumat, 19 April 2024 16:43 Wib
DPRD Kota Batam imbau perusahaan di Batam prioritaskan pencari kerja lokal
Jumat, 19 April 2024 16:11 Wib
BPBD Natuna padamkan kebakaran lahan di Kecamatan Bunguran Selatan
Jumat, 19 April 2024 16:00 Wib
Penumpang Bandara Tanjungpinang selama libur lebaran naik 25 persen
Jumat, 19 April 2024 15:35 Wib
Komentar