Transaksi Kepelabuhanan Kawasan Batam Sulit Gunakan Rupiah

id Transaksi,Kepelabuhanan,Kawasan,dolar,Batam,mata,uang,Rupiah

Batam (Antara Kepri) - Pengguna jasa kepelabuhanan Terminal Kontainer Batuampar menilai sulit menerapkan peraturan penggunaan rupiah dalam pembayaran bongkar muat barang ekspor-impor karena layanan tersebut masuk bagian aktivitas perdagangan internasional.

"Tarif jasa kepelabuhanan termasuk biaya bongkar muat ekspor-impor dan lainnya untuk perusahaan pelayaran asing rute internasional saat ini masih tetap menggunakkan mata uang dolar AS," kata Ketua Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Batam Zulkifli Ali di Batam, Kamis.

Selama ini, Ali menjelaskan kapal asing selalu menggunakan uang dolar dalam membayar tarif-tarif jasa kepelabuhanan. Kapal asing juga membayar utang dalam bentuk dolar meskipun kemudian agen kapal setempat menyetornya dalam bentuk rupiah.

"Mereka tidak punya rupiah, masa kapal asing harus jual dolar AS dulu baru beli rupiah. Itu yang berjalan saat ini. Saya sendiri kurang setuju sistem tersebut (harus rupiah untuk ekspor-impor)," kata dia.

Ia juga melihat jika tarif pelabuhan untuk kapal asing rute internasional diubah dalam rupiah juga akan merugikan perusahaan pelayaran nasional yang berafiliasi dengan mereka untuk membayar tagihannya dalam bentuk rupiah.

"Model transaksi dalam rantai logistik di Batam mulai dari pelabuhan hingga perusahaan manufaktur saja selama ini masih menggunakan dolar AS atau Sin dolar (dolar Singapura). Kalau dipaksakan rupiah, akan membuat pengusaha tidak nyaman karena harus selalu sesuaikan tarif," kata Zulkifli.

Zulkifli mengatakan, kewajiban menggunakan rupiah perlu petunjuk yang jelas agar tidak membuat pengusaha khususnya perkapalan kurang nyaman.

"Selama ini biaya bongkar muat dan biaya jasa kepelabuhanan untuk perusahaan pelayaran nasional di Batuampar memang semuanya sudah menggunakan mata uang rupiah. Namun untuk perusahaan asing agak susah," kata dia.

Menurutnya, kewajiban ini patut dipersoalkan lantaran jika dipaksakan akan memberatkan kalangan pengusaha pelayaran di kawasan tersebut.

"Pengusaha pelayaran akan menghadapi lonjakan biaya karena nilai atau harga jasa yang dikenakan operator pelabuhan akan berubah mengikuti kurs dolar. Apalagi dia menilai biaya tarif pelabuhan di Batam selama ini justru lebih murah jika dibandingkan Jakarta," kata Zulifli.

Ia juga mengungkapkan ada beberapa komponen biaya seperti Container Handling Charges [CHC], Terminal Handling Charge (THC), hingga biaya kapal atau freight tidak bisa menggunakan rupiah. Biaya CHC, THC, hingga freight ini tidak pakai rupiah karena satu siklus transaksi antara pembeli dan penjual.

Praktisi pelayaran Soraya Djajakusuma mengatakan pelaku usaha pelayaran sebenarnya bisa saja tidak mempersoalkan kewajiban tersebut asal pemerintah siap merombak keseluruhan tarif tersebut di pelabuhan.

"Pemerintah juga harus tanggap dengan melihat status Batam yang diistimewakan sejak dulu dan kewajiban itu tidak mempersulit pengusaha. Pemerintah harus melihat iklim perdagangan di kawasan ini yang masih banyak menggunakkan dolar," kata dia.

Menurutnya, pengusaha, khususnya pelayaran akan berat menerapkan kewajiban tersebut apalagi dengan adanya ancaman pidana.

"Saat ini selain service charge pelabuhan yang menggunakan dolar, pembayaran VoA juga masih memberlakukan dolar. Kasihan asosiasi pengusaha bongkar muat Indonesia," imbuh dia. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE