Potensi Sagu Lingga Belum Tergarap Maksimal

id Potensi Sagu Lingga Belum Tergarap Maksimal

Saat ini, pohon sagu siap panen tersebut, berpotensi menghasilkan ratusan ribu ton produksi sagu pertahun, dengan perkiraan nilai transaksi mencapai triliunan rupiah
Lingga (Antara Kepri) - Sekitar 10 ribu hektare kebun sagu di tiga kecamatan di Kabupaten Lingga  hingga kini belum tergarap maksimal padahal tanaman sagu siap panen tersebut dapat menjadi andalan pendapatan daerah.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Kadistanhut) Lingga Rusli Ismail mengatakan jika dibandingkan dengan tanaman lainnya, sagu merupakan tanaman abadi, karena sifat regenerasi sagu, dari tunas yang senantiasa tumbuh disekitar induk. Hal itu pula, yang membuat sagu di Lingga tidak pernah habis meskipun sudah berumur ratusan tahun.
"Saat ini, pohon sagu siap panen tersebut, berpotensi menghasilkan ratusan ribu ton produksi sagu pertahun, dengan perkiraan nilai transaksi mencapai triliunan rupiah," katanya.
Namun sangat disayangkan, hingga menuju 12 tahun mekar sebagai kabupaten, potensi itu belum dapat dimaksimalkan dengan baik oleh daerah.

Kuantitas produksi sagu Lingga saat ini, yang dapat diproduksi per tahunnya hanya berkisar ribuan ton saja. Seperti yang tercatat pada tahun 2014, dalam laporan LKPJ Bupati Lingga beberapa waktu lalu, sebanyak  2.615 ton.

Angka tersebut menunjukkan, kemampuan produksi sagu di Lingga masih sangat lemah, dan hanya mampu menyentuh sebagian kecil dari total lahan sagu siap panen yang tersedia di Lingga saat ini.

Berkaca dari Kabupaten Meranti, Provinsi Riau yang juga memiliki komoditi sagu, omset usaha kebun sagu rakyat yang saat ini sudah memasuki usia panen seluas lebih kurang 23 ribu hektar, dengan jumlah batang yang dipanen sekitar 2.070.000 batang, diestimasikan produksinya mencapai 414.000 ton per tahun.

Jumlah itu mempunyai nilai transaksi sebesar Rp 2,07 triliun setiap tahunnya. Belum lagi ditambah dengan nilai limbah, kulit pohon serta limbah cair dengan olahan.
Saat ini perputaran ekonomi di kabupaten Meranti, mencapai Rp 900 Milyar pertahun dari komoditi sagu. Artinya, keberadaan sagu di daerah tersebut mampu mensejahterakan masyarakatnya. 

Sementara di Kabupaten Lingga, dengan lahan sagu yang saat ini siapa panen seluas 10 ribu hektar atau setengah dari luas area lahan sagu di Meranti, nilainya bisa mencapai 1 triliun rupiah.

Namun hal itu, belum sama sekali membuka mata pemerintah daerah. Bahkan di tuhun 2015 kali ini, peremajaan lahan sagu yang dianggarkan dalam kegiatan Distanhut Lingga setiap tahunnya, ditiadakan karena alasan defisit.

Kendala Industri Sagu di Lingga

Minimnya produksi sagu di Lingga, diduga karena faktor industri sagu yang ada saat ini masih dalam skala kecil dan pelaku industrinya tidak banyak. Produksinya hanya mampu menghasilkan 7 ton sampai 10 ton sagu basah per pengolahan per minggu.

Zaikumar, salah seorang pelaku industri sagu di desa Panggak Laut memaparkan, kuantitas produksi sagu miliknya berkisar 7 ton per minggu atau sekitar 23 batang sagu yang mampu di olah dalam satu minggu. Untuk menaikkan jumlah tersebut, membutuhkan bak pengendapan sagu yang lebih besar.

Jumlah tempat industri sagu di Lingga yang tersebar di tiga kecamatan diperkirakan berkisar 300-an unit. Bisa digambarkan, jumlah batang sagu yang mampu diolah oleh 300 pelaku industri sagu di Lingga hanya 300 ribu batang saja per tahun.

Untuk menyerap jutaan batang sagu siap panen diatas lahan puluhan ribu hektar tersebut, pemerintah harus mulai memikirkan sebuah industri berskala besar.

Sementara itu, perusahaan daerah dibawah naungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), masih menekuni pengolahan sagu dalam skala kecil.

Hal itu diduga, karena penyertaan modal daerah yang masih terbatas dan permintaan pasar yang dimilikinya masih relatif kecil.

Lingga memiliki ketersediaan bahan baku cukup memadai untuk sebuah industri pengolahan sagu berskala besar.

Hal itu tentu menjadi pertimbangan utama bagi tiap investor yang ingin menginvestasikan modalnya di sektor pertanian.

Bahkan sejumlah perusahaan perkebunan mengakui, sagu merupakan jenis investasi perkebunan masadepan, karena karakternya yang abadi.

Seperti yang dilakukan PT Sempoerna Agro, Tbk yang kini menjadi pionir dalam pengembangan industri sagu di dalam negeri.

Dwi Asmono, Ph.D Direktur PT Sampoerna Agro, dalam laman website Kementrian Perindustrian mengungkapkan, bahwa bisnis ini jangka panjang. Dari sisi produksi, sagu bisa menjadi sumber pangan alternatif yang cukup besar.

"Tinggal dikelola menjadi unit bisnis yang baik ke depan" ujarnya.

Dia juga memaparkan, untuk investasi pengembangan sagu yang dimulai dari awal cukup mahal. Masa tanaman belum menghasilkan (TBM) itu panjang, selama 10 tahun. Namun kalau sudah ditanam, sagu bakal menjadi bisnis perkebunan yang abadi.

"Perseroan beruntung terjun ke usaha ini bukan dari nol, karena mengambil-alih perusahaaan sagu di Riau, tepatnya Kabupaten Meranti" katanya.

Keberentungan yang didapat perusahaan tersebut, juga akan didapatkan perusahaan lainnya jika mampu melirik lahan sagu milik Lingga.


Editor: Evy R. Syamsir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE