Tol Laut dapat Menekan Penyelundupan Beras

id Tol, laut, penyelundupan, beras, bc, bea, cukai, karimun, kepri, perbatasan

Tol Laut dapat Menekan Penyelundupan Beras

Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau R Evy Suhartanyo. (antarakepri.com/Rusdianto)

Rencana pembangunan Tol Laut diharapkan dapat menekan biaya logistik termasuk beras sehingga beras lokal dapat bersaing dengan beras impor, efeknya adalah penyelundupan beras ikut berkurang
Karimun (Antara) - Program Tol Laut yang dicanangkan pemerintah dapat mengurangi penyelundupan beras di Provinsi Kepri yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia.

"Rencana pembangunan Tol Laut diharapkan dapat menekan biaya logistik termasuk beras sehingga beras lokal dapat bersaing dengan beras impor, efeknya adalah penyelundupan beras ikut berkurang," kata Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau (Kepri) Evy Suhartantyo di Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepri, Minggu.

Evy Suhartantyo mengatakan, Program Tol Laut, Jalan Tol Trans dan rel kereta lintas Sumatera dapat memperbaiki infrastruktur transportasi pendistribusian logistik baik jalur darat maupun laut.

Penyempurnaan jalur transportasi melalui program Presiden Joko Widodo itu, menurut dia, dapat mempercepat distribusi beras, termasuk raskin yang disalurkan melalui Bulog sehingga bisa sampai kepada masyarakat tepat waktu, tepat sasaran untuk menutupi kebutuhan beras di wilayah perbatasan.

Dia mengatakan, pengaturan pasokan beras sesuai dengan kebutuhan pasar atau konsumen dengan melibatkan seluruh instansi terkait (pemda, Bulog, dan lainnya), untuk memfasilitasi ketersediaan beras sepanjang tahun dengan harga terjangkau.

"Persoalan selama ini, beras lokal sering terputus sehingga membuka peluang terjadinya penyelundupan beras dari negara tetangga," kata dia.

Menurut dia, kebutuhan beras lebih tinggi daripada pasokan beras lokal di wilayah perbatasan pesisir timur Sumatera, antara lain Provinsi Riau, Kepri dan Bangka Belitung turut mempengaruhi angka penyelundupan beras.

Selain itu, kata dia lagi, pola perdagangan tradisional masyarakat yang lumrah membeli bahan kebutuhan pokok (beras) di di negara tetangga (Malaysia dan Singapura), serta adanya disparitas harga dan mutu antara beras lokal dan beras impor sehingga beras impor lebih digemari, terutama oleh masyarakat daerah perbatasan.

Ia menuturkan, Indonesia berdasarkan data Bulog, merupakan negara produsen beras terbesar ketiga di dunia dengan rata-rata konsumsi beras per kapita Indonesia 124,89 /tahun, dua kali lipat dari rata-rata dunia yang hanya 60 per Bulan.

Namun, masih berdasarkan data Bulog dan proyeksi BPS, sebanyak 13 provinsi, termasuk Riau, Kepri dan Bangka Belitung mengalami defisit beras, sementara kemampuan Bulog relatif rendah dalam menyerap beras petani akibat HPP yang lebih rendah dari harga pasar.

"Dampaknya surplus beras tidak dapat terdistribusi secara merata ke daerah minus beras akibat dikuasai oleh pedagang beras," kata dia lagi.

BC Kepri sebagai institusi yang berkewajiban menindak penyelundupan, menurut dia, berkomitmen untuk menekan masuknya beras impor ilegal dari negara jiran.

Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat di perbatasan, dengan menggandeng pemerintah daerah, untuk merubah pola perdagangan tradisional bahwa konsumsi beras impor akan merugikan petani lokal dan rentan terhadap perubahan kebijakan negara produsen.

"Perlu juga dikampanyekan kepada masyararakat di perbatasan untuk mengurangi konsumsi beras seperti "satu hari tanpa beras", dan mempromosikan konsumsi makanan pokok berbasis lokal seperti singkong, ubi dan sejenisnya," katanya.

Penyelundupan beras, tambah Evy, merupakan satu tindak pidana yang terus ditekan untuk melindungi petani dalam negeri. Sepanjang 2015, Kanwil Ditjen BC Khusus Kepri telah menindak 32 kasus penyelundupan beras dengan jumlah 20.294 karung atau 687.350 kilogram. (Antara)

Editor: Evy R Syamsir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE