Stabilisasi Harga Sulit Terwujud di Daerah Perbatasan

id Stabilisasi Harga Sulit Terwujud di Daerah Perbatasan

Tingginya harga komoditas bahan pangan di Kota Tanjungpinang disebabkan panjangnya jalur distribusi dari daerah pemasok ke daerah yang dipasok. Seperti yang terjadi pada komoditas bawang merah dan cabai yang berasal dari Jawa.
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Stabilisasi harga yang diupayakan pemerintah pusat dengan menargetkan harga sejumlah komoditas bahan pangan disambut pesimis oleh daerah, terutama di daerah perbatasan seperti di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Tanjungpinang.

Satu di antaranya target harga yang digaungkan pemerintah Presiden Joko Widodo ke harga daging lokal senilai Rp80.000 /kg secara nasional yang sebenarnya tidak pernah sinkron dengan kondisi harga di Tanjungpinang, baik di hari biasa maupun pada Ramadhan dan lebaran Idul Fitri 1437 Hijriyah.

Ditambah lagi, kota seluas 239,50 km persegi ini bukanlah daerah penghasil. Namun menjadi daerah penyangga kebutuhan pangan di pulau-pulau perbatasan Laut Cina Selatan. Kondisi tersebut menjadikan derajat harga di pulau-pulau terdepan yang disangga Tanjungpinang tidak akan pernah dekat dengan target harga pemerintah pusat.

"Saat ini, harga daging lokal di Tanjungpinang sudah mencapai kisaran Rp140.000 /kg sedangkan untuk daging beku sudah berada di harga Rp 87.000 /kg," kata Kabid Perdagangan Disperindag Ekraf dan PM Kota Tanjungpinang, Teguh Susanto.

Bahkan Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah mengaku meminta Badan Usaha Milik Daerah  (BUMD) Kota Tanjungpinang untuk membeli daging sapi langsung dari pemasok, dengan tujuan harga jual daging tidak telalu tinggi.

"Seharusnya harga daging sapi berada di kisaran Rp100.000/kg. Tidak seperti saat ini, harga  daging sapi mencapi Rp 140.000 /kg," ujar wali kota.

Terkait hal tersebut, menurut Teguh, pergerakan naiknya harga daging sudah pasti dapat diramalkan. Sementara, untuk penurunan harga tersebut, tidak ada yang berani menjamin. 

Kondisi ini mengingat, daging lokal yang masuk ke Tanjungpinang merupakan pasokan dari Lampung, dan daging lokal di pulau terdepan dan perbatasan merupakan daging dari Lampung yang disangga di Tanjungpinang sebelum didistribusikan.

Menurutnya, pemerintah pusat memang berupaya menstabilkan harga bahan pangan. Namun pada kenyataannya, penstabilan yang dilakukan tidak menyeluruh se Indonesia, tapi hanya di daerah Jawa yang merupakan daerah penghasil.

"Padahal Tanjungpinang ini juga bagian dari Indonesia yang harusnya mendapat perhatian yang sama dari pemerintah pusat. Tapi mengapa upaya stabilisasi harga yang dilakukan pemerintah hanya di daerah Jawa yang merupakan daerah penghasil, bukan dilakukan  di daerah bukan penghasil dan jauh dari ibu kota," tutur Teguh.

Di sisi lain, tingginya harga komoditas bahan pangan di Kota Tanjungpinang  disebabkan panjangnya jalur distribusi dari daerah pemasok ke daerah yang dipasok. Seperti yang terjadi pada komoditas bawang merah dan cabai yang berasal dari daerah Jawa.

"Untuk komoditas bawang merah bergerak naik dari Rp18.000/kg ke harga Rp20.000/kg, meskipun berada di bawah harga yang ditetapkkan pemerintah pusat sebesar Rp25.000/kg. Namun, tidak ada yang menjamin seberapa lama harga tersebut bisa bertahan," ujarnya.

Oleh karena itu perihal panjang jalur distibusi inilah yang saat ini sedang diupayakan Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk dipangkas dari daerah penghasil yaitu Kabupaten Kulon Progo, leman, dan Bantul sebagai daerah penghasil cabai dan bawang. Meskipun pada kenyataannya, proses pemangkasan belum mencapai garis final.

"Kalau jalur distibusinya masih saja seperti ini, maka harga komoditas pangan di Tanjungpinang dan daerah yang disangga, sulit untuk turun" ucapnya.

Upaya lainnya, Pemerintah Kota Tanjungpinang juga sudah meminta Bulog melakukan Operasi Pasar (OP) yang berlangsung sejak akhir 2015 lalu. Bahkan sampai saat ini, OP yang di lakukan Bulog Sub Divre Tanjungpinang masih berlanjut, sebagai salah satu upaya kerjasama dalam penekanan harga komoditas beras.

"Kami juga akan melakukan Pasar Murah dengan menyediakan  sekitar 7.000 paket sembako untuk masyarakat Kota Tanjungpinang dalam rangka mengantisipasi tinginya harga komoditas pangan selama Ramadhan," ujarnya.

Pasar murah tersebut rencana dilaksanakan Pemko Tanjungpinang melalui Disperindag Ekraf dan PM pada 13 Juni 2016. Dengan penebaran paket ke titik distribusi di empat kecamatan dan beberapa kantor lurah se Kota Tanjungpinang.

"Satu paket dijual seharga Rp151.500. Terdiri dari gula pasir 2 kg, tepung 2 kg, minyak goreng 2 liter, telur ayam 30 atau satu papan, sirup, dan mentega. Dengan harapan, melalui Pasar Murah Ramadhan ini, Pemko Tanjungpinang dapat membantu masyarakat memperoleh kebutuhan pangan dengan harga murah," ucapnya.

Kegiatan ini juga sambung Teguh,  merupakan bentuk antisipasi Pemko Tanjungpinang terhadap lonjakan harga kebutuhan pokok pada momen Ramadhan, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri yang sering terjadi setiap tahun.

Sementara itu untuk komoditas gula pasir, harga yang kini dijual di Tanjungpinang berada di atas Rp12.500 /kg atau berada di atas target harga yang dicetuskan pemerintah pusat.

"Untuk komoditas gula pasir yang saat ini dijual seharga Rp15.500/kg dari Rp16.000/kg di Kota Tanjungpinang.  Harga gula yang ada di Tanjungpinang ini, jauh dari target harga yang diinginkan pemerintah pusat," tuturnya.

Meskipun kondisi harga tergolong mahal, namun hasil monitoring yang dilakukan Disperindag Ekraf dan PM beberepa waktu lalu menunjukkan persedian gula pasir mencukupi. Bahkan, distibutor mengaku akan mendatangkan gula yang jumlahnya mampu memanuhi konsumsi masyarakat Tanjungpinang sebanyak 254 ton per bulan.

"Kenaikan yang terjadi ini, bukan masalah kelangkaan. Tapi, karena naiknya harga produksi gula di daerah pemasok. Lagi pula, kenaikan harga gula terjadi secara nasional. Namun, mencukupi untuk menyambut Ramadhan dan Idulfitri nanti, khususnya di Kota Tanjungpinang," paparnya.

Dalam kondisi ini, Pemko Tanjungpinang melalui dinas terkait meminta masyarakat jangan resah. Karena berdasarkan monitoring yang dilakukan di sejumlah ditributor, pasokan gula pasir mencukupi kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, keresahan masyarakat Tanjungpinang terhadap kelangkaan gula, dan tingginya harga jual. Dikarenakan, efek keterbiasaan mengkonsumsi gula impor sebelum komoditas impor  tersebut dilarang beberapa waktu lalu.(Antara)

Editor: Evy R. Syamsir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE