Gubernur Kepri Di Ambang Interpelasi

id gubernur,kepri,diambang,interpelasi

Kami tidak mengetahui apa keinginan gubernur. Jadi masing-masing partai pengusung berjalan sendiri
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau belum henti-hentinya dilanda permasalahan terutama sejak Gubernur Kepri M Sani meninggal dunia pada 8 April 2016. Satu persatu permasalahan tidak selesai, bahkan semakin bertambah.
         
Nurdin Basirun yang dilantik sebagai Gubernur Kepri 25 Mei 2016, menggantikan Sani dinilai berbagai pihak, termasuk sejumlah anggota legislatif, belum mampu memimpin. Namun, Nurdin tidak terlalu mengurus sorotan miring terhadap dirinya.  
   
Bersama tim pemenangan Sani-Nurdin, mantan Bupati Karimun selama dua periode itu justru melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan yang "menyentuh" akar rumput. Nurdin "ngopi" di rumah warga, menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan di kampung-kampung Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan, sarapan dan minum di kedai kopi sederhana, hingga ikut membajak sawah di Kabupaten Lingga dengan menggunakan peralatan manual.
        
Namun, Nurdin seperti lupa dengan urusan pemerintahan. Pekerjaan rumah yang belum diselesaikan hingga sekarang, melaksanakan pemilihan calon wakil gubernur Kepri.
        
Ia dalam berbagai kesempatan justru menegaskan kepada sejumlah jurnalis di Tanjungpinang bahwa pemilihan Wagub Kepri harus dipercepat. Padahal faktanya, Ketua Partai Nasdem Kepri itu belum mengajukan dua nama calon wagub, sedangkan parta pengusung lainnya, Partai Demokrat, Gerindra dan Partai Persatuan Pembangunan lebih dahulu mengajukan dua tersebut.
        
Sikap Nurdin ini dinilai berbagai pihak seolah-olah tidak menginginkan pendamping.
        
Sekretaris DPD Partai Demokrat Kepri Husnizar Hood merasa pesimistis proses pemilihan Wagub Kepri dapat berlangsung cepat sebab nama yang diusulkan partai pengusung berbeda. Demokrat mengusulkan Isdianto dan Agus Wibowo, Gerindra mengusulkan Isdianto dan Fauzi Bahar, sedangkan PPP baru-baru merekomendasikan Isdianto dan Mustafa Widjaja.
        
Sementara 43 anggota DPRD Kepri hanya memilih satu dari dua calon yang diusulkan.
        
"Kami tidak mengetahui apa keinginan gubernur. Jadi masing-masing partai pengusung berjalan sendiri," kata Ketua DPW PPP Kepri Syarafudin Aluan.
        
Komentar kritis juga disampaikan Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak dan Ketua Komisi I DPRD Kepri Sukhri Fahrial beberapa waktu lalu terkait permasalahan itu. Nadeak dan Sukhri akhirnya memutuskan "menutup mulut" kepada wartawan setelah sejumlah pendukung Nurdin mengkritik dan menyudutkannya di media massa maupun di media sosial.

Mutasi ala Nurdin
   
Belum selesai permasalahan pemilihan wagub Kepri, baru-baru ini muncul permasalahan baru yang jauh lebih berat.
        
Bak petir menyambar di pagi hari setelah upacara. Seluruh staf diperintah Nudin masuk ke aula Pemprov Kepri. Satu persatu aparatur sipil negara (ASN) itu masuk hingga isi ruangan yang gelap itu membludak.
        
Tiba-tiba lampu dinyalakan. Tampak spanduk bertuliskan pelantikan pejabat eselon II-IV tanpa hari dan tanggal.
        
Seluruh ASN pun kaget, karena tidak ada undangan kepada mereka untuk menghadiri acara istimewa tersebut.
        
"Saya sudah lebih dari 20 tahun mengabdi di pemerintahan, baru sekali ini dipaksa menikmati mutasi yang tidak menghargai jasa dan jabatan ASN," kata salah seorang pejabat di Kepri.
        
Mutasi pejabat eselon II-IV yang dilaksanakan secara mendadak pada Senin pekan lalu menuai kritik dari para pejabat eksekutif dan legislatif. Namun hanya satu yang berani bersuara lantang.
        
Adalah Sumantri, seorang staf di Dinas Pendidikan Kepri, melakukan protes keras lantaran tidak menerima kebijakan mutasi seperti itu.
        
Di ruang pelantikan pejabat itu, Sumantri berbicara kritis dengan menggunakan mikrofon. Video aksi pria yang ikut memperjuangkan Kepri dimekarkan dari Riau itu pun beredar.
        
Sumantri mewakili pejabat "sakit hati" yang memilih diam.
        
"Sumantri sudah memberikan keterangan, dan menyampaikan aspirasi kepada kami. Fakta dan keterangan yang kami dapatkana, akan kami tindak lanjuti dengan memanggil Sekda Kepri Arif Fadillah," kata Syarafudin Aluan, yang juga Sekretaris Komisi I DPRD Kepri.
        
Pelaksanaan mutasi itu juga mendapat kecaman dari Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak, karena tidak mengundang anggota legislatif.        
   
Jumaga juga menemukan fakta terkait agenda tersembunyi dibalik mtasi mendadak tersebut, dengan memasukkan pejabat asal Kabupaten Karimun di satuan kerja perangkat daerah Kepri.
        
"Caranya, para pejabat itu dilantik sebagai eselon III sekaligus ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) pada jabatan strategis yang kosong," ujarnya.
        
Dugaan itu cukup beralasan karena dapat dibuktikan terutama di sejumlah struktur organisasi tata kerja seperti Asisten Administrasi Umum, Kadistamben, Kepala Biro Pembangunan, Kepala Biro Ortal.
        
"Pejabat asal Karimun itu menduduki jabatan itu," ungkapnya.
        
Jumaga juga mengecam pernyataan Sekda Arif Fadillah bahwa pihak eksekutif tidak perlu mengundang anggota legislatif ke pelantikan pejabat eselon II-IV.
        
"Arif melakukan tindakan dan ucapan yang keliru, karena sesuai dengan UU, legislatif dan eksekutif satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Saya rasa keliru kalau sekda bicara seperti itu. Apapun kegiatan di DPRD yang menyangkut pemerintahan dan kepentingan umum diketahui Pemprov, dan begitupun sebaliknya," katanya.

Kritikan bertubi-tubi disampaikan anggota DPRD Kepri dan kalangan lainnya. Arif akhirnya minta maaf melalui iklan di salah satu media massa.
        
Wakil Ketua III DPRD Amir Hakim Siregar juga melihat pelantikan mendadak tanpa pemberitahuan dinilainya kurang beretika. Padahal UU 23 tahun 2014 mengamanatkan pelaksanaan pemerintahan dilakukan bersama-sama.
        
"Jadi kalau mendadak tanpa pemberitahuan, biasanya ada yang ditutupi. Tetapi, ya, mudah-mudahan tidak," kata Amir Hakim.  
   
Gubernur Nurdin menyatakan mutasi dilakukan sesuai hasil uji kompetensi. Dia menyadari tidak semua staf merasa senang dengan kebijakan mutasi itu.
        
"Kebijakan ini untuk Kepri, bukan untuk saya," katanya.
        
Dari pejabat-pejabat yang dimutasi, hasilnya ternyata tidak sesuai dengan uji assessment yang dilaksanakan baru-baru dan diawasi Sekda Kepri Arif Fadillah.
        
Berbagai pihak justru berpendapat Gubernur Nurdin memetakan ASN di pemerintahan yang diduga berpolitik pada Pilkada Kepri 2015.

Interpelasi
   
Perseteruan DPRD Kepri dengan Nurdin Basirun semakin meruncing pascamutasi mendadak. DPRD Kepri menemukan fakta pelanggaran administrasi dalam kebijakan mutasi tersebut.
        
Suhu politik pun memanas setelah Sekda Arif Fadillah tidak memenuhi undangan DPRD Kepri untuk menjelaskan permasalahan mutasi itu.
         
Arif memilih mengurus assesment Sekda Karimun, mengurus Asisten Pemerintahan Raja Ariza, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Firdaus dan Pelaksana Tugas Kabiro Humpro Junaedi untuk memenuhi undangan DPRD Kepri.
        
Jumaga Nadeak dan Wakil Ketua II DPRD Kepri Husnizar Hood menolak kehadiran pejabat utusan Sekda tersebut. Hal itu disebabkan pimpinan dan anggota DPRD Kepri berharap mendengarkan langsung penjelasan Sekda Arif.
        
DPRD Kepri, yang juga didukung sejumlah fraksi pengusung Sani-Nurdinpada Pilkada Kepri 2015 akan mengajukan hak interpelasi.
        
"Tadi (setelah rapat) berkembang hak interpelasi. Tujuannya untuk memperbaiki tatanan pemerintahan," kata Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak seusai rapat di Kantor DPRD Kepri, Senin.
        
Selesai rapat, pimpinan DPRD Kepri, seluruh ketua fraksi dan anggota Komisi I DPRD Kepri menggelar rapat untuk menyikapi Ketidakhadiran Arif Fadillah dalam rapat tersebut.
        
Keputusannya, Badan Musyawarah DPRD Kepri akan menjadwalkan rapat paripurna pengajuan hak interpelasi.
         
Dia meminta Pemprov Kepri menanggapi hak interpelasi yang akan digulirkan ini dengan bijaksana.
        
"Hak interpelasi ini biasa saja. Bukan untuk menjatuhkan pemerintah, tapi untuk ikut membangun," tegasnya.
        
Anggota Fraksi Keadilan Sejahtera Suryani pun mempertanyakan kapasitas Sekda Kepri yang lebih memilih ke Karimun.  
 
"Tugas Sekda itu salah satunya menggelar rapat dengan DPRD membahas pemerintahan Kepri. Bukan malah assessment, dan ikut pisah sambut Sekda Karimun," tegas Suryani.
         
Dalam tata tertib DPRD Kepri, interpelasi adalah hak meminta keterangan kepada pemerintah terkait kebijakannya. Hak ini minimal diusulkan oleh sepuluh anggota DPRD dari dua fraksi.(Antara)

Editor: Dedi

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE