Inisiator Tegaskan Interpelasi Gubernur Bukan untuk Negosiasi

id Inisiator,Tegaskan,Interpelasi,Gubernur,Bukan,mutasi,pejabat,nurdin,basirun,dprd,Negosiasi

Kalau yang lain saya tidak tahu, tetapi ini harus dikawal bersama untuk kebaikan Kepri
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Penggunaan hak interpelasi kepada Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun bukan untuk negosiasi, melainkan perbaikan kinerja pemerintahan, kata Wakil Ketua Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan, Sahat Sianturi.

"Saya pribadi tidak memiliki kepentingan dalam mutasi pejabat eselon II-IV, kecuali mendorong agar pemerintah memperbaiki kinerjanya," tambahnya, yang juga inisiator hak interpelasi, yang dihubungi Antara di Tanjungpinang, Kamis.

Dia mengatakan seluruh inisiator hak interpelasi memiliki komitmen yang sama. Mereka tidak memiliki kepentingan dibalik pengajuan hak interpelasi.

"Kalau yang lain saya tidak tahu, tetapi ini harus dikawal bersama untuk kebaikan Kepri," ujarnya.

Sahat yang juga anggota Komisi II DPRD Kepri menegaskan mutasi pejabat eselon II-IV yang dilaksanakan baru-baru ini menabrak sejumlah peraturan, sebagaimana yang telah disampaikan Taba Iskandar, salah seorang inisiator hak interpelasi dalam rapat paripurna pengajuan hak interpelasi empat hari yang lalu.

"Minimal ada sembilan ketentuan yang dilanggar dalam mutasi pejabat eselon II-IV. Kami ingin jawaban dari gubernur untuk mengetahui kenapa hal itu terjadi," ujarnya.

Dukungan pengajuan hak interpelasi terus mengalir baik di internal DPRD Kepri maupun dari berbagai elemen masyarakat. Jumlah anggota DPRD Kepri yang mendukung hak interpelasi 23 orang, lebih dari persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku.

"Itu sudah lebih dari cukup," ujarnya.

Badan Musyawarah DPRD Kepri akan menjadwalkan pemanggilan terhadap Gubernur Nurdin Basirun untuk memberi keterangan terhadap permasalahan mutasi pejabat eselon II-IV yang menimbulkan polemik.

"Mudah-mudahan permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik," katanya.

Juru bicara hak interpelasi DPRD Kepri Taba Iskandar mengatakan  hak interpelasi melekat pada setiap anggota legislatif yang dapat dipergunakan untuk meminta keterangan kepada gubernur atas kebijakan yang dinilai mempengaruhi kepentingan masyarakat.

"Mutasi pejabat eselon II-IV tidak dilaksanakan sesuai prosedur," katanya.

Inisiator interpelasi menilai setidaknya Gubernur Nurdin tidak mengikuti sembilan aturan perundangan yang ada diantaranya UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai.

Dari ketentuan itu, kata dia seharusnya mutasi pejabat dilakukan secara profesional, memenuhi asas keadilan dan kesetaraan, serta kesejahteraan.

Promosi ASN harus dilakukan secara objektif berdasarkan penilaian yang profesional melalui pengukuran kinerja, dan prestasi ASN minimal dinilai dua tahun bekerja sebelumnya.

"Jadi mutasi tidak berhubungan dengan asal daerah, tidak boleh hanya satu kabupaten saja," singgungnya.

Berdasarkan surat edaran Mendagri, seharusnya mutasi dilakukan untuk mengisi pejabat pada satuan organisasi tata kerja yang baru, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

"Kenapa gubernur tidak sabar menunggu satu bulan lagi untuk melakukan mutasi dengan menggunakan SOTK yang baru?" katanya.

Berdasarkan hasil investigasi inisiator hak interpelasi, diperoleh banyak data mutasi pejabat eselon II-IV yang melanggar ketentuan yang berlaku.

Salah satu contoh, Sekretaris Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kepri merangkap sebagai Plt Asisten III Pemprov Kepri.  

"Bayangkan eselon III menjadi pejabat asisten, begitu tinggi lompatannya. Bagaimana dia dapat memerintah pejabat eselon II?" ujarnya.

Fakta lainnya, salah seorang pejabat atas nama Burhanudin, Sekretaris Disperindag menjabat sebagai Plt Kepala Disperindag. Kondisi yang sama juga terjadi di Dinas Pertambangan dan Energi Kepri.

Ada pula empat pejabat yang tidak mendapatkan jabatan tanpa alasan yang jelas. Pejabat itu tidak mengetahui kesalahannya.

"Yang ikut assesment tidak mendapat jabatan. Pejabat yang tidak sesuai pendidikan. Ada tujuh pejabat yang ditetapkan tetapi tidak ikut pelantikan dan tidak disumpah," katanya. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE