Inisiator Tegaskan Hak Interpelasi Bukan untuk Penawaran

id Inisiator,Hak,Interpelasi,mutasi,pejabat,kepri,dprd,Bukan,Penawaran

Coba cari melalui apa saja, apa ada SMS saya ke gubernur atau pejabat lainnya, yang bernada memanfaatkan hak interpelasi untuk 'bargaining'. Saya Sahat Sianturi, tidak melakukan itu
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Hak interpelasi tidak dijadikan sebagai alat penawaran kepada pihak eksekutif, melainkan untuk memperbaiki kinerja pemerintahan, kata anggota Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD Provinsi Kepulauan Riau Sahat Sianturi.

"Coba cari melalui apa saja, apa ada SMS saya ke gubernur atau pejabat lainnya, yang bernada memanfaatkan hak interpelasi untuk 'bargaining'. Saya Sahat Sianturi, tidak melakukan itu," tegasnya, yang dihubungi Antara dari Tanjungpinang, Selasa.

Sahat terdengar kesal ketika mendengar ada kecurigaan sejumlah pihak bahwa hak interpelasi yang diajukan sebanyak 22 anggota DPRD Kepri diduga dipergunakan untuk kepentingan kelompok atau pribadi sebagai alat penawaran.

"Kalau 21 orang lainnya, saya tidak tahu, tetapi saya jamin diri saya tidak menjadikan hak interpelasi sebagai alat untuk kepentingan tertentu," ujarnya.

Hak interpelasi diajukan sebagian anggota DPRD Kepri terkait pelanggaran dalam proses mutasi. Secara umum, anggota DPRD Kepri mempertanyakan apakah Gubernur Nurdin Basirun memiliki kewenangan untuk melakukan mutasi pejabat eselon II pada 7 November 2016, mengingat ia baru dilantik pada 25 Mei 2016 sehingga belum cukup enam bulan menjabat.

Setelah dikonsultasikan permasalahan itu ke Kemendagri, kata Sahat, ternyata Nurdin berhak melakukan mutasi pejabat karena dihitung sejak dilantik bersama HM Sani (almarhum) pada 12 Februari 2016.

Permasalahan lainnya terkait pelanggaran dalam mutasi, seperti seorang pejabat eselon II juga menjabat sebagai pejabat eselon III. Permasalahan ini sudah dikonsultasikan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara, dan Gubernur Nurdin mengakui kesalahan tersebut.

Mutasi selanjutnya dilakukan 3 Januari 2017 sekaligus memperbaiki kesalahan yang terjadi sebelumnya.

"Pertanyaannya, setelah kesalahan itu diperbaiki, apakah kami tetap ajukan hak interpelasi, hak bertanya? Kan sudah diperbaiki," katanya.

Ketika ditanya apakah permasalahan hak interpelasi itu tidak diakhiri dengan rapat paripurna bila sudah dianggap sudah tidak ada lagi permasalahan, Sahat menegaskan pada 27 Januari 2017 akan dilakukan rapat pimpinan untuk membahas permasalahan itu.

"Sebelum rapat paripurna mendengar jawaban fraksi terkait hasil pembahasan hak interpelasi, DPRD Kepri akan menggelar rapat pimpinan," ucapnya.

Kecurigaan sejumlah pihak bahwa hak interpelasi itu dijadikan alat penawaran tertentu, seperti meloloskan pejabat tertentu dalam kabinet Nurdin diawali oleh tersumbatnya informasi bahwa 27 Januari 2017 akan digelar rapat pimpinan membahas hak interpelasi.

Sahat menegaskan seharusnya yang menyampaikan informasi tersebut pimpinan DPRD Kepri, bukan dirinya.

"Apa perlu saya umumkan di belakang baju saya? Saya juga bukan anggota Badan Musyawarah yang mengatur jadwal," katanya.

Sebelumnya, pengamat politik, Endri Sanopaka, yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik Raja Haji Tanjungpinang mengatakan hak interpelasi potensial dimanfaatkan untuk "bargaining", apalagi diajukan terkait permasalahan mutasi.

Kecurigaan berbagai pihak bahwa hak interpelasi dipergunakan untuk kepentingan tertentu dinilai wajar, apalagi suhu politik terkait permasalahan itu perlahan-lahan mulai mendingin.

Bahkan isu hak interpelasi yang beberapa pekan lalu memanas, sekarang seperti menghilang, padahal belum selesai.

Anggota DPRD Kepri sebagai representasi dari masyarakat harus transparan dalam menangani permasalahan itu. Jangan biarkan masyarakat larut dalam kecurigaan karena itu justru merugikan nama baik inisiator hak interpelasi yang kritis.

"Informasi terkait permasalahan itu harus dibuka kepada publik agar tidak ada kecurigaan," ucapnya.

Endri sendiri berharap permasalahan hak interpelasi itu berlanjut, meski Gubernur Nurdin sudah memperbaiki kesalahannya. Kelanjutan dari hak interpelasi itu sebagai pelajaran untuk pemerintah agar menaati ketentuan yang berlaku.

"Hak politik yang dimiliki anggota legislatif itu dapat berdampak lebih luas, tidak hanya sekadar bertanya, dan melupakan permasalahan itu setelah diperbaiki pihak eksekutif. Saya khawatir kalau tidak dilanjutkan, permasalahan yang sama muncul kembali," ujarnya. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE