Kesehatan Gratis Yang Tak Gratis

id Kesehatan,Gratis,Yang,Tak,Gratis

Kesehatan Gratis Yang Tak Gratis

Wakil Ketua I DPRD Lingga,Kamarudin Ali (kanan) mendengar keluhan pasien tentang pelayanan kesehatan gratis,di RSUD Encik Maryam Daik Lingga, Selasa (14/2). (Antarakepri/Ardhi)

Kekecewaannya terhadap pelayanan kesehatan gratis terpaksa ia pendam, mengingat ada hal yang lebih penting dari itu, yakni kesembuhan sang ayah
KEGELISAHAN tak mampu disembunyikan Kartinah saat ditemui Wakil Ketua I DPRD Lingga Kamarudin Ali, di salah satu ruangan inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Encik Maryam Daik Lingga tempat orangtuanya dirawat, Selasa (14/2) siang itu.

Dengan raut wajah sedih, Kartinah menyampaikan keluhannya mengenai kesulitan mendapatkan obat Azithromycin yang diresepkan dokter. Obat antibiotik itu untuk mengobati infeksi pernapasan yang tengah di derita ayahnya.

Sejumlah apotek di Daik Lingga sudah ia datangi. Tapi warga Desa Pekaka Kecamatan Lingga Timur yang orangtuanya terdaftar sebagai pemegang kartu BPJS tersebut, tidak berhasil menemukan obat yang dimaksud.

"Apotek di Daik tidak ada jual obat itu," kata dia.

Menurut saran beberapa sumber yang Kartinah temui di RSUD, obat seperti itu bisa ia beli di Apotek Kimiafarma Dabosingkep. Saran tersebut membuatnya tambah gelisah. Karena ia terpaksa harus ke Dabosingkep untuk mendapatkan obat itu.

Sebelum permasalahan obat antibiotik, Kartinah juga telah membeli beberapa botol infus dari apotek di luar rumah sakit. Ia terpaksa harus menyediakannya sendiri karena alasan pihak rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Lingga itu tidak memiliki stok infus.

Kekecewaannya terhadap pelayanan kesehatan gratis terpaksa ia pendam, mengingat ada hal yang lebih penting dari itu, yakni kesembuhan sang ayah.

Fasilitas graris dari BPJS yang didapat Kartinah di RSUD Encik Maryam hanyalah tinggal jasa pelayanan medis dan rawat inap saja. Sisanya, Kartinah tetap harus keluar uang lagi untuk membiayai pengobatan sang ayah.

Kondisi ini tidak hanya dialami Kartinah. Tiga dari empat kamar rawat inap yang saling bersebelahan dengan tempat ayahnya dirawat juga memiliki keluhan sama.

"Kami beli infus dan obat resep dokter pakai uang sendiri. Harga pertabung infus sekitar Rp28.000," kata Suhartini, keluarga pasien asal Desa Panggak Darat yang juga peserta BPJS.

Wakil Ketua I DPRD Lingga Kamarudin Ali, setelah mendengarkan keluh kesah Kartinah dan beberapa kelaurga dari pasien tersebut, menyayangkan kondisi pelayanan kesehatan di RSUD Encik Maryam.

Menurut wakil rakyat yang akrab disapa Wak Den itu, pemerintah daerah telah mengelontorkan uang tidak sedikit untuk membiayai program kesehatan gratis kepada masyarakat Lingga.

"Di APBD Perubahan 2016 lalu, kita anggarkan sekitar Rp2 Miliar untuk kesehatan ini," ungkapnya.

Dia yang saat itu turut didampingi sekretaris komisi III DPRD Lingga Agus Marli, mengambil inisiatif akan menggelar hearing bersama seluruh unit pelayanan kesehatan, guna mencari tahu dimana letak permasalahan program kesehatan gratis tersebut. Sehingga dapat segera dicarikan solusinya.

"Kami akan segera kumpulkan semua pihak terkait untuk hearing. Masalah ini harus segera ditemukan solusinya. Kalau menyangkut lelang-melelang obat boleh-boleh saja, tapi ini berhubungan dengan nyawa orang, tidak bisa lelang-lelang," cetusnya.


# Peserta BPJS Wajib Gratis

Verifikator BPJS di RSUD Encik Maryam Daik Lingga, Amanda Yasmin mengatakan, setiap pasien yang terdaftar sebagai peserta BPJS tidak dibenarkan dipungut biaya apapun oleh pihak rumah sakit.

Karena BPJS sebagai pemberi jaminan kesehatan kepada peserta telah menyediakan biaya jasa medis, perawat, obat-obatan dan pelayanan lainnya.

"Pemilik Kartu BPJS tidak diperkenankan dikenakan biaya rumah sakit," ungkapnya.

Namun, Amanda juga tidak menyangkal ada keluhan seperti itu dari sejumlah pasien peserta BPJS di RSUD Encik Maryam. Beberapa bulan terakhir dirinya menerima laporan terkait sejumlah pasien pengguna BPJS yang disuruh membeli obat oleh pihak rumah sakit.

"Memang benar, kalau beberapa bulan ini kami menerima laporan beberapa pasien disuruh beli obat padahal menggunakan kartu BPJS," tuturnya.

Mengenai kondisi tersebut, Amanda tak bisa berkomentar banyak, karena hal itu kembali kepada pelayanan yang disediakan pihak RSUD Encik Maryam.

"Kalau ternyata obatnya harus beli. Itu kembali pada manajemen pelayanan rumah sakit sendiri. Pihak BPJS dalam hal ini tidak memiliki wewenang menyediakan obat, kami hanya menerima klaim dan melakukan pembayaran," terangnya.

Dia menjelaskan, pola kerjasama BPJS dengan pihak rumah sakit mengunakan sistem INA-CBG's atau sistem pembayaran per paket, berdasarkan penyakit yang diderita pasien.

Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan tarif INA-CBGs yang merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok diagnosis.

"BPJS hanya sebagai pembayar. Tentang hak mendapatkan perawatan maksimal setiap pasien pun sama. Yang membedakannya itu hanya pada kelas rawat inap saja," tutupnya.


# Birokrasi Penyebab Kesehatan Tak Gratis

Pihak Manajemen RSUD Encik Maryam, Budi Setiawan akui kendala birokrasi menjadi pemicu pelayanan rumah sakit umum tersebut menjadi tidak maksimal.

Seperti yang terjadi pada proses pengadaan obat, menurut Budi, sampai saat ini RSUD Encik Maryam belum menerima penyaluran obat-obatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga.

"Pengadaan obat untuk rumah sakit ini droping dari dinas kesehatan. Hari ini pengadaan obat tersebut terkendala proses lelang. Bisa saja dua bulan lagi baru obatnya teesedia," kata dia di Daik Lingga.

Dia menjelaskan, sistem pengadaan obat di Dinas Kesehatan tersebut selalu pada pertengahan atau akhir tahun anggaran. Artinya, obat yang di drop tahun 2016 lalu, merupakan obat hasil lelang di akhir tahun 2015.

Sementara untuk pengadaan obat tahun 2016, yang seharusnya sudah di drop ke rumah sakit dan puskesmas se Kabupaten Lingga pada 2017 ini, mengalami hambatan. Karena ada beberapa permasalahan yang muncul pada tahun 2016 tersebut.

Pihak RSUD Encik Maryam sendiri, lanjutnya, tidak memiliki kemampuan anggaran untuk memfasiltasi obat-obatan kepada setiap pasien yang menggunakan fasilitas kesehatan gratis.

"RSUD tidak punya anggaran. Klaim asuransi kesehatan pasien yang di setor BPJS itu pun, tidak ke RSUD, tapi ke kas daerah," terangnya.

Budi mengatakan, pihak RSUD Encik Maryam tidak bisa menerima pembayaran paket kesehatan dari BPJS, karena bukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Kondisi itulah, menurut Budi, yang menyebabkan pasien terpaksa beli obat karena rumah sakit tak punya obat, sementara uangnya tak pernah kembali. Dan jaminan kesehatan gratispun terkesan tidak gratis.

"Saat ini, kami masih menyiapkan usulan agar RSUD ini menjadi BLUD, kami harap bisa cepat terlaksana. Jadi nantinya bisa menerima dan mengelola langsung klaim asuransi kesehatan tersebut," tutupnya. (Antara)

Editor: Evy R Syamsir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE