Polres Tanjungpinang Dilaporkan ke Mabes Polri

id Polres,Tanjungpinang,Dilaporkan,Mabes,Polri,penggelapan,kapal

Wujud tandatangan klien kami pada akta tersebut jelas dipalsukan dan seharusnya tandatangan tersebut harus uji laboratorium forensik terlebih dahulu, sebelum pihak penyidik menetapkan klien kami sebagai tersangka
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Advokat Husendro dan rekan selaku Penasihat Hukum Sukanti (52), yang ditetapkan sebagai tersangka tindak penggelapan Kapal Motor Krisi Bali-1, melaporkan Polres Tanjungpinang ke Mabes Polri atas kejanggalan penetapan kliennya sebagai tersangka penggelapan kapal.

Bukti dari penyidikan Satuan Reskrim Polres Tanjungpinang atas kasus penggelapan yang menjerat kliennya Sukanti ditemukan banyak kejanggalan. Hal itu dikarenakan dalam penetapan Sukanti pada 9 Maret 2017 dianggap tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian, sebagaimana diatur dalam pasal 1320 jo pasal 1337 KUHPerdata.

Hendro menjelaskan, tandatangan kliennya dipalsukan untuk membuluskan jual beli kapal yang dikeluarkan Notaris Elizabeth Ida Ayu Suselo Angesti diserahkan kliennya Sukanti, dan dilaporkan Suparno sebagai terlapor.

Akta notaris Elisabet tersebut kemudian dijadikan sebagai bukti jual beli Kapal Krisi Bali-1 dan dijadikan alat bukti tanpa ada uji keaslian di Mabes Polri.

"Wujud tandatangan klien kami pada akta tersebut jelas dipalsukan dan seharusnya tandatangan tersebut harus uji laboratorium forensik terlebih dahulu, sebelum pihak penyidik menetapkan klien kami sebagai tersangka," kata Husendro, di Mapolres Tanjungpinang, Kamis.

Dia mengatakan sudah melaporkan kejanggalan penetapan tersangka tersebut dan pemalsuan akta kepada Mabes Polri dengan LP Nomor:237/III/2017/Bareskrim tertanggal 3 maret 2017," ungkapnya.

Selain Polres Tanjungpinang, PH Sukanti juga melaporkan Notaris Elizabeth Ida Ayu Suselo Angesti selaku notaris yang membuat akta jual beli kapal tersebut, dengan dugaan memalsukan tanda tangan Sukanti, sehingga akta tersebut menjadi bukti polisi menetapkan Sukanti sebagai tersangka atas kasus penggelapan.

"Klien saya yang notabenenya pemilik  kapal Krisi Bali-1 meminjamkan kapalnya kepada Suparno, dan Suparno melalui akta pinjam pakai nomor 11 tanggal 11 Januari 2016 yang dibuat Notaris Elizabeth Ida Ayu Suselo Angesti tidak pernah ditandatangani Sukanti selaku klien saya, lantas klien saya jadi tersangka," kata Hushendro mendapingi Sukanti pada pemeriksaan saat menunjukkan 20 bukti kejanggalan yang dalam penetapan kliennya sebagai tersangka.

PH Sukanti juga menjelaskan dalam akta kesepakatan pinjaman nama nomor 11 tersebut dibuat tanggal 11 Januari 2016.

"Padahal sebelumnya terdapat Akta jual beli nomor 139 yang dibuat tanggal 30 Juni 2015 oleh notaris Sutikno SH, artinya akta jual beli ini muncul tiba-tiba dengan  mengabaikan Akta Jual Beli Nomor 139 yang sudah lebih dulu dibuat," katanya.

Dalam keterangannya kepada Antara, Husendro menjelaskan pada tanggal 30 Juni 2015, kliennya telah melakukan transaksi membeli kapal Krisi Bali-1 dari Lay Huat yang tercantum dalam akta jual beli nomor 139 yang dibuat notaris Sutikno di Kabupaten Bintan.

"Bukti bukti kuat  Akta jual beli dari pemilik pertama Lay Huat kepada Sukanti, Kuitansi Penerimaan Uang tertanggal 29 Juni 2015, Grosse Akta Kapal Motor Krisi Bali, Akta balik nama Kapal Nomor 7566 tanggal 25 September 2015 oleh kantor KSOP Kelas II Tanjungpinang sudah berganti nama menjadi milik klien kami," katanya.

Selain meminta perlindungan Hukum kepada Kapolres Tanjungpinang. Husendro, Jhony Nelson Simanjuntak, Joan Gracia Patricia, Koes Sabandiyah dan Sutarno selaku konsultan hukum Sukanti juga menembuskan surat permohonan Hukum dan HAM serta Gelar Perkara atas Penetapan Tersangka kliennya kepada 10 Lembaga Negara termasuk diantaranya, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, demi penegakan supermasi hukum

"Bahwa penetapan klien kami hanya berdasarkan bukti dasar Akta Kesepakatan Pinjaman Nomor 11 tersebut merupakan tindakan melanggar hak asasi manusia," ujarnya.

Penetapan kliennya sebagai tersangka, kata Husendro bertentangan dengan KUHAP serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia bernomor 21/PUU-XXII/2014 tanggal 28 April 2015, bahwa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, diartikan sebagai minimal dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

"Dari kronologis permasalahan yang kami sampaikan, jelas bahwa seharusnya pihak penyelidik dan penyidik mengklarifikasi terlebih dahulu mengenai aspek keperdataan dari Akta kesepakatan pinjam nama tersebut, bukan justru menetapkan klien kami sebagai tersangka," ungkapnya.

Dia menjeleskan, sepuluh laporan keberatannya atas penetapan kliennya sebagai tersangka tersebut diteruskan ke 10 pimpinan lembaga Negara.

Sepuluh pimpinan lembaga Negara itu yakni, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Irwasum Kepolisian Republik Indonesia, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Republik Indonesia, Ketua Komnas HAM RI, Ketua Kompolnas RI, Ketua Ombudsman RI, Kapolda Kepri, Kajati Kepri, Kajari Tanjungpinang.

Selain itu Husendro bersama patnernya juga meneruskan laporan permohan perlindungan hukum dan HAm serta gelar perkara kepada Ketua Pengurus Ikatan Notaris Indonesia, Ketua Wilayah Ikatan Notaris Indonesia Kepulan Riau, Ketua Wilayah Ikatan Notaris Indonesia Tanjungpinang dan Arsip sebagai pertinggal.

"Kami selaku kuasa hukum mohon kepada Bapak Kapolres Tanjungpinang untuk memberikan perlindungan hukum dan HAM serta gelar perkara mengingat ada beberapa fakta hukum yang janggal dan diduga melanggar hukum secara pidana dan HAM atas penetapan status Tersangka kepada klien kami tersebut, dengan beberapa pertimbangan," kata Hendro.

Hendro menjelaskan prihal kliennya Sukanti dilaporkan Suparno kedalam LP-BP/05/I/2017/KEPRI/SPK-RES TPI pada tanggal 08 Januari 2017 dan di panggil dalam surat panggilan pertama pemeriksaan, sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHPidana.

Sementara itu Kapolres Tanjungpinang, AKBP Joko Bintoro di Mapolres Tanjungpinang mengatakan  menghargai bentuk keberatan penetapan tersangka oleh PH Sukanti.

"Saya aja belum dapat berkasnya, belum mempelajari, nanti saya lihat perkembangannya, untuk mengajukan somasi silahkan saja, itu hak mereka," kata Joko. (Antara)

Editor: Rusdianto


Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE