Impian Kades di Pulau Terpencil

id impian,kades,pulau,terpencil

Impian Kades di Pulau Terpencil

Hadran, Kepala Desa Kukup, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. (Antara Kepri/Saud Mc Kashmir)

Intinya, saya tidak ingin gagasan ini sia-sia, sebab itu penjajakan, pertimbangan dan musyawarah terus kami lakukan demi tercapainya kesejahteraan rakyat
Jarak adalah pemisah pancaindra untuk melakukan komunikasi, sehingga tidak sedikit generasi di pulau-pulau kecil dan terpencil berpola pesimistis terhadap suatu harapan baik karena alasan kondisi.
        
Kondisi serba berjarak tersebut bukan hanya dapat menutup komunitas antara manusia, melainkan juga memburamkan impian generasi yang ingin mendapatkan perhatian dari sesama bangsanya.
        
Contoh ketika bocah bermimpi ingin menjadi dokter di tengah kondisi keluarga yang hanya mampu makan dari raskin, dan ketika sakit parah dirujuk untuk harus mampu menempuh jarak itu sendiri. Sehingga, mungkin mimpi itu indah hanya pada usia anak bukan pada masa remaja, apalagi untuk kalangan tua.
        
Di dalam suatu kondisi yang serba pesimistis itu, ternyata masih ada suatu keyakinan berupa upaya dan doa yang dimulai dari kesadaran diri sebagai seorang pemimpin, sekaligus sebagai pengemban amanah dari sekian ratus manusia di dalam suatu masyarakat.
        
Ia bukan sosok karakter fiksi macam Superman yang bisa terbang sekejap mata, dan bukan Hulk yang dapat menghancurkan bangunan dengan sekali pukul ketika marah. Tapi, ia adalah seorang kepala desa yang sejatinya adalah manusia biasa.
        
Hadran namanya. Pria kelahiran Tambelan 14 Desember 1960 ini adalah Kepala Desa Kukup, suatu perkampungan yang berada persis di Kecamatan Tambelan.
        
Tambelan merupakan pulau terjauh dari Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, atau membutuhkan waktu sekitar 24 jam perjalanan laut untuk dapat menjejakkan kaki di pulau tersebut.
        
Desa yang dihuni sekitar 247 kepala keluarga ini didominasi nelayan dengan rumah yang mayoritas berbahan kayu, berupa bangunan panggung dan berada di bibir pantai.
        
Sebagai perkampungan nelayan, masyarakat Desa Kukup tidak memiliki level pendidikan yang tinggi. Mereka umumnya hanya mencicipi jenjang  sekolah dasar, dan menengah pertama, dengan kata lain cukup bisa mengaji, membaca dan berhitung.
         
Kondisi tersebut membuat banyak persoalan yang harus diselesaikan. Satu di antaranya adalah permasalahan ekonomi masyarakat nelayan yang memiliki ketergantungan terhadap alam dan penampung.
         
Membaca situasi tersebut, muncul pemikiran Hadran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, yang setelah dianalisis bukan perkara mudah, namun harus dilakukan untuk melihat sejauh mana kemampuan sebagai seorang kades, dan mengukur mental sebagai generasi yang lahir dari pulau terpencil tersebut.
        
Suami dari Nursiah ini mengaku memprioritaskan potensi perikanan di Desa Kukup dengan tujuan membuka lapangan pekerjaan bagi warga dan menjadikan Kukup sebagai desa mandiri melalui alokasi dana desa.

Kades yang dilantik sejak pertengahan 2016 sampai enam tahun ke depan ini berencana membangun suatu kelong yang khusus menampung ikan dingkis.
        
Hadran, 14 Maret 2017 menuturkan, dingkis yang disebut masyarakat Tambelan sebagai sengat lamun, merupakan sumber daya perikanan yang melimpah. Akan tetapi, tidak dimanfaatkan sebagai suatu item pendapatan desa atau daerah.
        
Oleh karena itu, peluang tersebut diambil oleh Desa Kukup sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
        
"Dingkis ini adalah ikan yang memiliki nilai jual stabil dan banyak permintaan, bahkan pada perayaan Imlek dingkis menjadi ikan yang sangat mahal, sebab itu kami tertarik untuk mengembangkannya," ujarnya.
        
Ayah dari lima anak ini mengatakan bahwa secara teknis pengembangbiakan ikan dingkis yang bakal dilakukan Desa Kukup dimulai dari rencana pembangunan satu kelong untuk menampung ikan.
        
"Kelong ini kami fungsikan untuk mengembangbiakan bibit ikan dingkis, supaya penjualan ikan dapat terus dilakukan tanpa harus menunggu nelayan," ucapnya.
        
Seiring itu, Hadran juga sedang melakukan penjajakan terkait kisaran harga beli ikan dari nelayan, sehingga harga beli ikan Desa Kukup dengan penampung ikan minimal sama atau berada di atas harga penampung.
        
Dengan harapan dapat menjadi stimulus bagi nelayan untuk lebih berminat menjual ikan tangkapan ke BUMDes Kukup dari pada ke penampung.
        
"Seandainya ini tidak bisa dilakukan, maka kami akan membuat kesepakatan dengan penampung agar dapat memberikan keleluasaan bisnis BUMDes yang masih baru merintis usaha," ucapnya.
        
Selanjutnya, Kades Kukup mengaku akan menjelajahi titik pemasaran ikan dingkis di luar kawasan Tambelan,  seperti di Tanjungpinang Kepri dan di Pontianak Kalbar.
        
Desa terkait juga akan mengajukan proposal ke Pemerintah Kabupaten Bintan untuk mendatangkan ahli perikanan guna memberikan edukasi kepada masyarakat yang akan mengelola budi daya ikan dingkis hingga dapat panen dengan kualitas layak konsumsi.
        
"Untuk saat ini estimasi biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp180 juta, tentunya akan kami konsultasikan kembali dengan pemerintah terkait hal ini," ujarnya.
        
Pengagum sosok Amien Rais ini mengaku serius untuk mewujudkan Desa Kukup sebagai desa yang mandiri, sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat desa dan berkontribusi ke pendapatan asli daerah.
        
"Intinya, saya tidak ingin gagasan ini sia-sia, sebab itu penjajakan, pertimbangan dan musyawarah terus kami lakukan demi tercapainya kesejahteraan rakyat," tegasnya.
        
Ia juga gencar mencari peluang perhatian pemerintah untuk membangun desa. Di antaranya desa membutuhkan  pabrik es untuk nelayan dan rumah subsidi untuk masyarakat yang ia pimpin.
       
"Kalau tidak dilakukan maka, desa kami akan terus seperti ini, dan harapan untuk menyejahterakan warga tinggal hanya harapan," ucapnya.(Antara)

Editor: Dedi

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE