Pengamat: Pola Pembagian Kursi DPR Belum Proporsional

id pengamat,pola,pembagian,kursi,dpr,belum,proporsional

Khusus untuk Kepulauan Riau dengan pola bagi rata seharusnya mendapatkan empat kursi namun dalam Pileg 2014 hanya mendapatkan alokasi kursi sebanyak tiga kursi
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Pola pembagian kursi di DPR pada pemilu belum proporsional, karena ada yang sedikit dan ada pula yang berlebihan, kata pengamat politik, Bismar Arianto.
        
"Dalam UU Nomor 8 tahun 2012 tidak ada penjelasan kenapa sembilan provinsi mendapatkan kursi yang lebih, begitu juga sebaliknya kenapa enam  provinsi termasuk Provinsi Kepulauan Riau mendapatkan alokasi kursi yang lebih sedikit dari yang seharusnya dengan pola bagi rata," ujar Bismar, di Tanjungpinang, Selasa.
        
Berdasarkan kondisi itu, kata dia pengalokasian kursi DPR di daerah pemilihan terdapat unsur subjektifitas.
        
Berdasarkan hasil Pemilihan Legislatif 2014, kata dia, jika total jumlah pemilih tetap dan daftar pemilih khusus sebanyak 186.367.053 dibagi secara merata dengan 560 kursi DPR RI, maka "harga" satu kursi adalah 332.798. Dengan pola seperti ini, dari 33 provinsi hanya 18 provinsi yang sama jumlah pengalokasian kursinya.
        
Kemudian sembilan provinsi yaitu Provinsi Aceh, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat mendapatkan kelebihan pengalokasian kursi.
        
Sedangkan enam provinsi yaitu Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau dan Riau mendapatkan pengalokasian kursi lebih sedikit dibandingkan yang seharusnya dengan pola bagi rata.
        
"Khusus untuk Kepulauan Riau dengan pola bagi rata seharusnya mendapatkan empat kursi namun dalam Pileg 2014 hanya mendapatkan alokasi kursi sebanyak tiga kursi," katanya.
        
Menurut dia, sangat dimungkinkan untuk adanya penambahan jumlah kursi DPR RI pada Dapil Kepulauan Riau dengan pola seperti ini karena tidak ada kriteria yang terukur dan jelas dalam mendistribusikan jumlah kursi per Dapil. Hal ini dibuktikan sembilan provinsi yang mendapatkan kelebihan kursi dibandingkan yang seharusnya dengan pola bagi rata.
        
Kemudian jika jika total jumlah pemilih daftar pemilih tetap dan daftar pemilih khusus pada setiap provinsi dibagi dengan jumlah alokasi kursi per dapil, maka secara nasional harga 1 kursi sama dengan 332.798 suara.
        
"Maka harga per kursi di Provinsi Kepulauan Riau adalah yang paling tinggi secara nasional yaitu sebesar 438.787 perkursi DPR RI lebih besar dibandingkan BPP nasional sebanyak 105. 989 suara. Diurutan kedua di Provinsi Banten sebesar 359.184 dan urutan ketiga di Provinsi Jawa Tengah sebesar 352.489 suara per kursi," ujarnya.
        
Bismar menjelaskan bilangan pembagi pemilu terendah ada di Provinsi Papua Barat yaitu 237.315 suara per kursi, maka dengan kondisi seperti perjuangan untuk mendapatkan kursi DPR RI di Kepulauan Riau jauh lebih berat dibandingkan provinsi lainnya.
        
Kemudian jika dibedah lebih terperinci hasil Pemilu Legislatif 2014, total suara sah untuk DPR RI itu sebanyak 124.972.491 suara, maka BPP perkursi jika dibagi rata 560 kursi DPR RI, maka harga satu kursi pada pileg 2014 secara nasional adalah 223.165 suara.
        
Karena itu, lanjutnya harga kursi untuk di Dapil Kepulauan Riau untuk DPR RI sebanyak 274.112 suara, kondisi menunjukan harga satu kursi di Kepuluan Riau lebih banyak 50.947 suara dibandingkan BPP secara nasional. Secara nasional BPP tertinggi ada di dapil Jawa Timur XI yaitu sebesar 327677 suara, kemudian Dapil Jawa Barat VI dengan harga per kursi 299.895 suara dan dapil Kepulauan Riau berada di urutan ketiga.
        
"Maka dari tiga temuan dari hasil Pileg 2014 ini secara faktual tidak menguntungkan Kepulauan Riau dalam proses pengalokasian jumlah kursi untuk DPR RI, kemudian dari harga per kursi juga lebih tinggi dibandingkan harga kursi di daerah atau provinsi lain di Indonesia. Maka kondisi ini harus menjadi pertimbangan yang mendasar akan pengalokasian kursi untuk setiap dapil harus ada kriteria yang jelas dan terukur," katanya.
        
Selain argumentasi di atas terkait kriteria yang tidak jelas dan mahalnya harga per kursi untuk DPR RI dari dapil Kepulauan Riau berikut akan ditambah sejumlah argumentasi lain yang mengharuskan adanya penambahan kursi untuk DPR RI dari dapil Kepulauan Riau pada pemilu 2019 nanti.
        
Ia menambahkan perlu adanya alternatif bagi daerah-daerah tertentu dengan jumlah penduduk yang relatif kecil dalam hal alokasi kursinya. Kalau hanya jumlah penduduk yang menjadi dasar dalam penentuan kursi maka di sisi lain akan merugikan daerah dengan jumlah penduduk yang kecil sementara daerah tersebut secara geografis, geopolitik, ekonomi dan politik dan pembangun perlu mendapatkan perhatian khusus.
        
Daerah yang seperti ini sebagian ada di Indonesia Timur dan daerah kepulauan dan perbatasan. Kepulauan Riau secara geografis daerah ini amat sulit bagi calon anggota legislatif untuk bisa menjangkaunya karena tersebar di banyak pulau. Berdasarkan data Badan Informasi Geospasial (BIG) di Provinsi Kepulauan Riau tecatat 394 pulau berpenghuni dan 1.401 pulau yang tidak berpenghuni.
        
Secara geografis 94 persen daerahnya adalah lautan hanya empat persen yang daratan. Maka dengan kondisi seperti ini bisa dipastikan sebaran penduduknya di banyak pulau dan sulit untuk bisa diakses oleh para calon anggota legislatif. Begitu juga pasca mereka terpilih akan sulit untuk bisa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarat yang tersebar dengan tatantangan geografis seperti ini.
        
Pertimbangan berikutnya adalah secara geopolitik daerah ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena berbatas langsung dengan banyak negara diantaranya Malaysia, Singapura dan Vietnam. Kemudian saat ini sedang menjadi perhatian regional dan internasional terkait dengan potensi konflik Laut Cina Selatan. Jika ini tidak mendapatkan perhatian secara khusus termasuk dengan penguatan peran dan penambahan jumlah anggota DPR RI dari dapil Kepulauan Riau agar kondisi kekinian yang terjadi di daerah ini bisa disalurkan dan direspon secara cepat di tingkat nasional.
        
Dari aspek ekonomi dan pembangunan daerah ini juga perlu menjadi perhatian, karena tantangannya sangat berat sementara kemampuan ekonominya relatif terbatas. Hal ini bisa dilihat masih relatif kecilnya alokasi anggaran bagi daerah ini, APBD provinsi tidak mencapai Rp4 Triliun, tidak semua kabupaten/kota yang APBDnya di atas Rp1 Triliun, sementara tantangan alamnya cukup berat dalam proses pembangunan.
         
Tantangan ini bisa dilihat dari infrastruktur dasar yang masih terbatas, sarana dan prasarana transportasi yang minim, dan angka kemiskinan yang relatif cukup tinggi. Maka dampak dari kecil anggaran pembangunan di daerah ini relatif masih tertinggal dibandingkan daerah lain di Indonesia. Secara nasional daerah-daerah perbatasan di Kepulauan Riau ada capaian pembangunanya masih di atas beberapa daerah lain di Indonesia, namun jauh tertinggal dari negara tetangga.
        
"Maka daerah perbatasan tidak bisa hanya diukur dengan ukuran nasional, namun standarnya harus bersifat regional, apalagi memasuki globalisasi atau era pasar bebas tingkat persaingan itu semakin ketat, negara tidak memilki batas waktu dan ruang. Dengan sejumlah argumentasi di atas untuk menjaga stabilitas politik, mempercepat proses pembangunan dan penguatan perhatian terhadap daerah perbatasan dan kepulauan maka dalam pemilu legislatif kedepan jumlah kursi DPR RI dari dapil Kepulauan Riau sangat layak untuk ditambah jumlah pengalokasian kursinya," katanya.(Antara)

Editor: Dedi

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE