Kepolisian Didesak Usut Dugaan Pemalsuan Surat Tanah

id Kepolisian,Didesak,Usut,Dugaan,Pemalsuan,laskar,melayu,bersatu,lmb,kepri,Surat,Tanah

Kepolisian Didesak Usut Dugaan Pemalsuan Surat Tanah

Ketua DPW LMB Kepri Datuk Panglima Azman Zainal saat mendampingi warga yang melaporkan dugaan pemalsuan surat tanah di Mapolres Karimun, Selasa (18/4). (antarakepri.com/Rusdianto)

Warga masyarakat mungkin tidak bisa memberikan bukti seperti surat tanah asli dalam membuktikan dugaan pemalsuan tanah di Wonosari. Karena itu, tugas dan wewenang polisi adalah menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan
Karimun (Antara Kepri) - Laskar Melayu Bersatu mendesak kepolisian mengusut dugaan pemalsuan surat sebidang tanah di Wonosari, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.

"Kepolisian merupakan tempat masyarakat mengadu. Karena itu, kami berharap ada tindakan nyata aparat  mengusut dugaan pemalsuan surat tanah sebagaiman dilaporkan warga tiga hari lalu," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Laskar Melayu Bersatu (LMB) Provinsi Kepulauan Riau Datuk Panglima Azman Zainal di Tanjung Balai Karimun, Jumat.

Azman Zainal mengatakan, dugaan pemalsuan tanah tersebut memang hanya untuk sebidang tanah dengan luas tidak lebih dari dua hektare, namun pengungkapan kasus tersebut akan menjadi gerbang pembuka untuk mengusut praktik mafia tanah di lokasi yang sama dengan luasnya mencapai puluhan hektare.

Dia menengarai ada konspirasi beberapa pihak termasuk oknum aparatur pemerintahan untuk menguasai lahan yang dulunya berstatus hak pakai, lalu dihibahkan, dan hingga terbit surat tanah.

Dijelaskannya, tanah status hak pakai dengan grande Belanda dikembalikan ke negara berdasarkan Keppres Berdasarkan Keppres No 32 tahun 1979, selambat-lambatnya 24 September 1980.

Kalaupun ada tanah yang kembali dikuasai pemegang hak pakai, setelah dikembalikan ke negara, maka luasnya sebatas pada pemanfaatan tanah secara fisik.

"Misalnya untuk pembangunan rumah ibadah, maka tanah yang diberikan hanya sebatas untuk rumah ibadah tersebut. Kenyataannnya, banyak tanah dengan hak pakai dikuasai, tapi terbiar atau kosong begitu saja," katanya.

Azman berharap aparat kepolisian menyelidikinya sejalan dengan program reforma agraria yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Warga masyarakat mungkin tidak bisa memberikan bukti seperti surat tanah asli dalam membuktikan dugaan pemalsuan tanah di Wonosari. Karena itu, tugas dan wewenang polisi adalah menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan," katanya.

Beberapa har lalu, puluhan warga melapor ke Markas Kepolisian Resor Karimun terkait dugaan pemalsuan surat tanah di Wonosari, Kecamatan Meral.

Wakil Ketua DPW LMB Kepri Timbalan Datuk Panglima Asnan mengatakan, warga menemukan seberkas surat tanah yang pemegangnya haknya tertulis bernama Bd dengan nomor register camat 662 tanggal 31 Desember 1992, yang diduga merupakan hasil pemalsuan.

Asnan menjelaskan, berdasarkan pengecekan di bagian kearsipan kecamatan, nama pemegang surat tanah dengan nomor register camat tersebut, ternyata bukana Bd, melainkan Sf.

Berdasarkan data yang dia himpun, tanah dengan surat atas nama Bd yang diduga palsu itu, memiliki riwayat hak pakai atas nama TL seorang warga Meral, dan saat ini dikuasai Ah, seorang pengusaha Meral, dan berstatus sertifikat hak milik.

"Sewaktu mediasi dengan warga di Polsek Meral beberapa pekan lalu. Ah mengatakan bahwa tanah itu merupakan hibah dari kakeknya, TL kepada ibunya pada tahun 1969. Ah, saat itu tidak menjawab apa dasarnya sehingga tanah tersebut berstatus hak milik," katanya.

Berdasarkan Keppres No 32 tahun 1979, jelas Asnan, seluruh tanah dengan status hak pakai, hak guna usaha (HGU) atau hak guna bangunan (HGB) yang berasal dari pemberian hak-hak konversi barat, selambat-lambatnya 24 September 1980 dikembalikan ke negara.

Untuk pemberian hak-hak legalitas baru, menurut dia, seharusnya didasari dengan Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional, mempertegas bahwa tanah itu sudah kembali ke negara, yang dapat dijadikan dasar untuk mengurus legalitas hak tanah bagi siapapun pemohonnya.

"Itu namanya hak verponding. Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana bisa tanah atas nama TL itu dihibahkan, dan bisa dijadikan dasar untuk penerbitan sertifikat, padahal ada Keppres No 32/1979?" ujarnya.

Dia juga mempertanyakan peruntukan lahan tersebut, karena sampai saat ini, sebagian besar tanah tersebut dalam keadaan kosong. "Kecuali ada beberapa pohon jati dan jabon, selebihnya tidak ada," katanya.

Dia mengharapkan, kepolisian mengusut dugaan pemalsuan surat tanah tersebut, karena akan menjadi pembuka untuk mengusut surat tanah lain yang diduga dimiliki Ah, di lokasi yang sama.

"Itu harapan kami, masyarakat berkali-kali meminta pihak kecamatan dan kelurahan untuk melakukan mediasi dengan Ah, mengenai batas-batas tanah yang sampai saat ini tidak jelas. Namun upaya mediasi tersebut tidak terealisasi, karena Ah tidak pernah datang," katanya.

Karena kecewa dengan Ah, lanjut Asnan, beberapa pekan lalu, warga melakukan aksi dengan menebang beberapa pohon yang memicu reaksi dari Ah, yang akhirnya membuat laporan ke Polsek Meral.

"Aksi warga itu merupakan wujud kekecewaan karena mereka tidak pernah bisa mendapatkan legalitas atas tanah tersebut, dan ini kami harapkan menjadi titik awal untuk mengusut rumitnya persoalan lahan di Wonosari," ujarnya. (Antara)

Editor: A Jo Seng Bie

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE