Pemalsuan Indentitas Peserta STQ Nasional Terkuak

id Peserta Kepri, Pemalsuan identitas, Siti Jazalilah Alvara, peserta Seleksi Tilawatil Quran, tingkat nasional, Tarakan

Saat nama Siti dipanggil panitia, yang muncul Sri. Pemalsuan identitas ini tanpa ijin dari Helmizon
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Pemalsuan identitas Siti Jazalilah Alvara, peserta Seleksi Tilawatil Quran (STQ) tingkat nasional ke-24 di Tarakan, Kalimantan Utara, terkuak setelah Helmizon, ayah dari peserta menyerahkan kasus itu kepada Beni Zairalatha, pengacara di Batam.

Beni yang dikonfirmasi Antara di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Selasa, mengatakan pihaknya masih menunggu klarifikasi dari Ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran Kepulauan Riau (LPTQ Kepri) Nurdin Basirun dan Ketua Tim Kafilah STQ XXIV di Tarakan, Kalimantan Utara, Azhar Hasyim.

"Kami sudah mendapatkan informasi dari klien kami, dan juga sejumlah fakta lainnya. Kami sudah menyurati Ketua LPTQ Kepri dan Ketua Tim Kafilah STQ. Kami minta mereka mengklarifikasinya di kantor kami pada 4 Agustus, namun sampai detik ini kami belum mendapatkan bantahan atas dalil yang kami sampaikan dalam surat tersebut," katanya.

Sampai sekarang Nurdin, yang juga Gubernur Kepri dan Hasyim belum mengklarifikasi permasalahan tersebut kepada publik meski sejumlah media massa sudah memberitakannya. Permasalahan itu juga heboh dibahas di sejumlah media sosial.

Beni Zairalatha ditunjuk menjadi kuasa hukum dari Helmizon ayah dari Siti Jazilah Alvara, peserta STQ ke-24 di Tarakan pada tingkat nasional.

Helmizon merasa keberatan identitas anaknya dipalsukan dengan alasan untuk marwah dan kepentingan daerah.

Berdasarkan keterangan Helmizon, pemalsuan identitas itu diduga atas perintah Hasyim. Modus pemalsuan identitas dalam STQ yakni menggunakan nama Siti untuk menampilkan Sri Rahayu di panggung STQ.

"Saat nama Siti dipanggil panitia, yang muncul Sri. Pemalsuan identitas ini tanpa ijin dari Helmizon," ujarnya.

Beni menambahkan saat mengambil hadiah, Siti diperintahkan untuk mengambilnya, padahal itu bukan atas jerih payahnya. Atas perintah Hasyim, hadiah dibagi dua sehingga merugikan kliennya.

Padahal Siti sudah mengikuti seleksi dari tingkat kabupaten sampai provinsi sehingga terpilih untuk mengikuti seleksi tingkat nasional. Jerih payah Siti tampaknya tidak dihargai.

"Klien kami bersama keluarganya mendapat tekanan mental, karena pengorbanan yang dilakukan Siti menjadi sia-sia," katanya.

Ia mengatakan permasalahan ini sangat memalukan Kepri jika diketahui khalayak di seluruh Indonesia.

"Untuk mendapatkan kebenaran, kami berharap pihak yang bersangkutan membantah keterangan yang disampaikan klien kami. Jika tidak membantahnya, maka seluruh keterangan klien kami dianggap benar," ujarnya.(Antara)

Editor: Jannatun Naim

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE