Batam (ANTARA) - BP Batam terus melakukan pendekatan terhadap warga Rempang yang menolak direlokasi terkait pengembangan Rempang Eco City.

Kabiro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait mengatakan pihaknya terus berupaya melakukan pendekatan humanis guna menjaga stabilitas keamanan di Kawasan Rempang, dengan melibatkan masyarakat setempat, tokoh masyarakat, serta organisasi-organisasi kemasyarakatan.

"Kami berharap, situasi kondusif di Rempang dapat terus terjaga, demi kelancaran investasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata dia.

Ia mengakui, sebagian kecil masyarakat Rempang masih melakukan upaya penolakan pengembangan Rempang Eco City, dengan melakukan aksi di tengah kegiatan pawai takbir, di Lapangan Sepak Bola Muhamad Musa, Kampung Sembulang, pada Ahad (16/6).

Namun, ia membantah jumlah warga yang mengikuti aksi itu mencapai ribuan orang. Menurut dia, dari berbagai informasi yang dihimpun BP Batam, aksi penolakan yang dibaluti dengan pawai takbir tersebut diikuti oleh 150 hingga 180 warga dari Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Sembulang Pasir Merah, Sembulang Camping dan Pasir Panjang.

"Untuk yang melakukan penolakan malam itu tidak sebanyak yang diberitakan. Kelompok yang melakukan penolakan itu, merupakan kelompok yang sudah dari awal menolak adanya Rempang Eco City ini," kata Ariastuty, Rabu (19/6).

Ia menjelaskan, BP Batam terus berkomitmen untuk merealisasikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City ini. 

Terhadap pihak-pihak yang melakukan penolakan, upaya-upaya BP Batam dalam melakukan pendekatan yang pesuasif dan humanis itu telah membuahkan hasil. Hingga Rabu (19/6/2024), sudah terdapat 115 Kepala Keluarga (KK) asal Rempang yang sudah bergeser ke hunian sementara. Sementara itu, untuk jumlah warga yang setuju dan sudah mendaftar untuk direlokasi berjumlah 386 KK.

Kepada 115 KK yang sudah pindah ke hunian sementara, diberikan santunan berupa biaya hidup sebesar Rp 1,2 juta per jiwa setiap bulan. Biaya hidup tersebut, diberikan selama 12 bulan sejak masyarakat menghuni hunian sementara. 

Tidak hanya biaya hidup, masyarakat juga diberikan biaya sewa rumah sebesar Rp 1,2 juta per bulan untuk setiap kepala keluarga. Biaya sewa rumah itu juga diberikan untuk selama 12 bulan. 

Ketika tiba di rumah sementara, masyarakat juga diberikan bantuan berupa paket sembako. Masyarakat juga diberikan fasilitas mobilisasi barang secara gratis dari rumah asal ke rumah sewa dan kembali lagi permukiman di Tanjung Banun. Termasuk juga, kepastian anak-anak warga yang terdampak untuk ditampung di sekolah terdekat dari hunian sementara. Serta, tersedianya layanan kesehatan apabila diperlukan.

"Sesuai arahan Kepala BP Batam sejak awal, pendekatan humanis merupakan komitmen kami untuk melakukan sosialisasi dan pendataan terhadap warga," kata dia.
 

Pewarta : Angiela Chantiequ
Editor : Angiela Chantiequ
Copyright © ANTARA 2024