Kota Gaza (ANTARA) - Kantor Media Gaza mengatakan lebih dari satu juta warga Palestina, termasuk lebih dari 350.000 anak-anak, masih berada di Kota Gaza dan wilayah utaranya, menolak untuk dievakuasi ke bagian selatan Jalur Gaza.

Kantor tersebut pada Jumat (12/9) menambahkan bahwa Israel telah memaksa lebih dari 800.000 orang untuk pindah ke wilayah al-Mawasi, yang tidak memiliki sarana hidup dasar.

Dalam sebuah pernyataan, kantor itu menegaskan bahwa penolakan warga Palestina untuk pindah ke selatan terjadi meskipun agresi barbar dan genosida yang terus dilakukan oleh pendudukan Israel. Pernyataan tersebut menyebutkan serangan tersebut bertujuan untuk memaksakan kejahatan pengusiran paksa.

Kantor tersebut turut mencatat bahwa Israel sebelumnya telah menyatakan bahwa “pengungsian kali ini akan bersifat permanen, tanpa adanya pengembalian ke Kota Gaza dan wilayah utara, yang merupakan kejahatan dan melanggar semua hukum internasional.”

“Kami menegaskan bahwa lebih dari satu juta warga Palestina, termasuk lebih dari 350.000 anak-anak, tetap berada di Kota Gaza dan wilayah utara, teguh di tanah, rumah, dan properti mereka, serta menolak skema pengusiran paksa ke selatan,” ucap pernyataan tersebut.

Kantor media itu juga menyebutkan bahwa tim pemantau telah mengamati “pengungsian balik dari selatan ke Kota Gaza dan wilayah utara setelah para pengungsi menemukan bahwa wilayah selatan bahkan tidak memiliki kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.”

Baca juga: Rombongan kapal Global Sumud Flotilla ditembaki pesawat nirawak Zionis Israel

Sekitar 68.000 orang dipaksa pindah ke selatan di tengah bombardir, pembunuhan massal, dan ancaman, menurut kantor tersebut. Namun, lebih dari 20.000 orang telah kembali ke wilayah asal mereka pada Kamis (11/9) setelah mendapati bahwa wilayah selatan tidak memiliki kondisi hidup yang layak.

Tercatat pula bahwa populasi gabungan Kota Gaza dan wilayah utaranya mencapai lebih dari 1,3 juta jiwa, dengan sekitar 398.000 berada di Gaza Utara dan 914.000 di Kota Gaza. Hampir 300.000 penduduk telah mengungsi dari lingkungan timur menuju bagian tengah dan barat kota.

Lebih lanjut, Kantor Media Gaza menekankan bahwa wilayah al-Mawasi di Khan Younis dan Rafah, tempat Israel memaksa 800.000 orang dan secara keliru mengklaim itu adalah wilayah kemanusiaan dan aman, telah dibom lebih dari 109 kali yang menyebabkan lebih dari 2.000 kematian.

Wilayah selatan Gaza tersebut juga dilaporkan tidak memiliki rumah sakit, infrastruktur, atau layanan dasar yang memadai seperti tenda, tempat perlindungan, air, makanan, listrik, dan pendidikan.

Adapun zona perlindungan yang ditetapkan Israek hanya mencakup kurang dari 12 persen dari total luas wilayah Jalur Gaza dan Israel dikecam karena mencoba memaksa lebih dari 1,7 juta orang untuk tinggal di area sekecil itu.

Sumber: Anadolu

Baca selanjutnya,
Hamas sebut 5 anggotanya tewas dalam serangan Israel di Doha...


Kelompok perlawanan Palestina, Hamas mengonfirmasi bahwa lima anggotanya tewas dalam serangan Israel di ibu kota Qatar, Doha, sekaligus memastikan bahwa delegasi negosiasinya selamat dari serangan tersebut.

Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (9/9), Hamas mengecam serangan Israel sebagai “kejahatan keji dan agresi terang-terangan,” dengan menyatakan serangan tersebut menargetkan delegasi negosiasi mereka.

“Kami menegaskan bahwa musuh telah gagal dalam upaya untuk membunuh saudara-saudara kami di delegasi negosiasi,” tegas Hamas.

Kelompok tersebut mengidentifikasi lima anggotanya yang tewas, yakni Hammam al-Hayya (putra pemimpin Hamas Khalil al-Hayya), direktur kantornya Jihad Lubad, serta tiga ajudan: Abdullah Abdel Wahid, Moamen Hassouna, dan Ahmed al-Mamlouk.

“Kami menyatakan bahwa pendudukan Israel dan pemerintah Amerika Serikat bertanggung jawab atas kejahatan ini karena dukungan terus-menerus Washington terhadap agresi dan kejahatan pendudukan terhadap rakyat kami,” tambahnya.

Hamas menyebut serangan Israel tersebut sebagai “agresi terhadap kedaulatan Negara Qatar yang bersaudara, yang bersama dengan Mesir memainkan peran penting dan bertanggung jawab dalam memediasi upaya untuk menghentikan serangan serta mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan.”

Kelompok Palestina tersebut juga menyampaikan belasungkawa atas tewasnya seorang personel keamanan Qatar dalam serangan Israel di Doha.

Lebih lanjut, Hamas menekankan bahwa serangan terhadap tim negosiasi mereka terjadi tepat saat mereka sedang membahas proposal terbaru dari Presiden AS Donald Trump.

Hamas menegaskan bahwa serangan tersebut menunjukkan Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya “tidak berniat mencapai kesepakatan dan secara sengaja berusaha menggagalkan semua peluang serta menggagalkan upaya internasional.”

“Sekali lagi membuktikan bahwa pendudukan Zionis merupakan ancaman serius bagi kawasan dan dunia,” ucap Hamas, sembari menuduh Netanyahu menjalankan “skema kriminal berupa genosida, pembersihan etnis, kelaparan, dan pemindahan paksa.”

Kelompok Palestina itu juga menegaskan bahwa upaya pembunuhan yang disebutnya pengecut, tidak akan mengubah posisi dan tuntutan jelas Hamas untuk segera mengakhiri agresi terhadap rakyat Palestina, penarikan penuh tentara pendudukan dari Gaza, pertukaran tahanan yang nyata, bantuan kemanusiaan mendesak, serta rekonstruksi.

 

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sejuta lebih warga Palestina di Kota Gaza tolak pemindahan paksa

Pewarta : Kuntum Khaira Riswan
Editor : Nadilla
Copyright © ANTARA 2025