Batam (ANTARA) - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Wakajati Kepri) Irene Putrie memaparkan strategi lembaganya melakukan optimalisasi pemulihan aset (asset recovery) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Jadi dalam penanganan perkara korupsi, penindakan tidak hanya terhadap orang, tapi juga terhadap pemulihan kekayaan negara,” kata Irene dalam dialog bertajuk “Strategi Optimalisasi Asset Recovery Kejaksaan Tinggi dalam Pemberantasan Korupsi” yang disiarkan melalui siaran RRI Pro 1 Tanjungpinang yang disimak dari Batam, Selasa.
Dia menjelaskan, korupsi di dalam perundang-undangan Indonesia disebut sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Sehingga model pemberantasannya tidak hanya pada person, tapi juga dampak terhadap masyarakat bahkan terhadap bangsa.
“Kalau di Indonesia itu yang menjadi korban korupsi adalah negara,” ujarnya.
Pemulihan aset, kata dia, bukan hanya amanah nasional, tapi juga United Nations Covention Against Corruption (UNCAC). Korupsi dipandang sebagai salah satu kejahatan ekonomi yang sangat luar biasa, karena begitu masifnya uang negara dalam bentuk kekayaan negara yang tangible dan intangible yang kemudian dikorupsi dalam banyak kasus yang ditangani oleh Kejaksaan.
Oleh karena itu, lanjut dia, perlu dilakukan pemulihan. Kondisi seperti di atas adalah bentuk munculnya aset recovery yang merupakan salah satu amanah dari UNCAC dan Undang-Undang pemberantasan korupsi.
“Jadi selain terhadap orang, maka perlu pemulihan terhadap kerugian yang sudah dialami, khususnya oleh negara,” paparnya.
Lebih lanjut Irene menjelaskan, pemulihan aset tidak hanya kerugian dalam perkara korupsi saja. Tapi ada juga terkait pemanfaatan kekayaan laut secara ilegal, seperti pencurian ikan, juga perlu dilakukan pemulihan aset.
Dia mencontohkan, kekayaan alam dalam bentuk kekayaan sumber daya alam, kegiatan tambang baik legal maupun ilegal yang berdampak pada tanah perlu di-recovery.
Jadi recovery asset itu tidak hanya pada tindakan korupsi, tapi juga pada semua tindak pidana yang memberikan dampak kerugian.
“Perlu dilihat dilihat bentuknya, seorang ahli Lawrence Friedman mengatakan ada struktur substansi dan kultur. Dua awal itu perubahan yang paling cepat,” paparnya.
Irene menambahkan, di tingkat Kejaksaan Agung telah dibentuk Badan Pemulihan Aset. Secara struktur di seluruh wilayah Kejaksaan Tinggi, kemudian ada yang namanya Asisten Pemulihan Aset.
Untuk di Kejati Kepri, Wakajati juga mendapat amanat sebagai Plt Asisten Pemulihan Aset di Kejati Kepri. Sementara itu di tingkat kejaksaan negeri, juga sudah dibentuk seksi pemulihan aset.
“Jadi secara struktur sudah tersedia struktur dan person-nya. Kemudian secara substansi, maka peraturan kejaksaan terkait dengan pemulihan aset sudah dibuat dan sudah tersedia,” ungkapnya.
Adapun target pemulihan aset yang dilakukan Kejaksaan tahun ini sudah berjalan. Capaian sampai dengan September 2025 sudah lebih dari 100 persen, bahkan adan kejaksaan negeri yang sudah mencapai di atas 200 persen dari kerugian.
“Sebenarnya secara internasional 40 persen saja dari kerugian kalau pulih itu sudah prestasi. Tapi kalau di Indonesia ternyata target dari Bappenas itu malah tinggi 80 persen dari nilai kerugian yang harus dipulihkan,” katanya.
Dia melanjutkan, “Dan Kejati Kepri malah sudah lebih dari 100 persen, dari kerugian yang ada itu dipulihkan,” ujarnya.