Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengingatkan pentingnya potensi laut untuk kesejahteraan masyarakat, merilis film dokumenter bertajuk Akulah Samudera atau I am the Ocean yang akan tayang di acara Indonesia-Canada Congress.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Aryo Hanggono dalam siaran pers di Jakarta, Senin, menyatakan film dokumenter Akulah Samudera bakal dijadwalkan tayang di acara Indonesia Canada Congress pada saat perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2020 di Ottawa, Kanada.
"Berbicara masalah pesisir dan laut, mau tidak mau akan mengulas potensi sumberdaya, masyarakat, dan permasalahan yang ada di dalamnya," kata Aryo Hanggono.
Aryo mengingatkan bahwa luas lautan menguasai hampir dua pertiga wilayah Indonesia, dengan garis pantai yang panjangnya mencapai 99.093 kilometer, potensi sumberdaya kelautan dan perikanan serta ekosistemnya tentu sangat berlimpah.
Ia mengungkapkan, film cerita pendek ini sengaja dibuat dalam versi drama dokumenter, dengan pesan utamanya adalah penyadartahuan terhadap pentingnya ekosistem pesisir dan laut bagi masyarakat. Laut adalah sumber kehidupan, ekosistem adalah inti dari semuanya yang harus dijaga untuk keberlanjutan.
"Di sisi lain, pengelolaan sumberdaya pesisir belum memberikan manfaat yang berarti untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya, sementara keberadaannya semakin rentan. Kerentanan inilah yang diangkat dalam film cerita pendek berjudul Akulah Samudera," ujar Aryo.
Kondisi pesisir yang semakin menurun dan degradasi ekosistem menjadi awal dari cerita Sang Biru untuk mengetahui sejarah Desa Kaliwilingi di Kabupaten Brebes dengan hutan mangrove yang sudah menjadi kawasan Ekowisata Desa Wisata Mangrove Sari. Desa wisata ini telah memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
Mangrove memiliki berbagai nilai dan manfaat, di antaranya sebagai pendukung dan habitat keanekaragaman hayati, serta sumber nafkah masyarakat.
Selain itu, mangrove sebagai peredam banjir, mencegah intrusi air laut ke darat, menstabilkan garis pantai dan kontrol erosi, menciptakan sabuk hijau di pesisir dinilai telah membangkitkan warga Pandansari, Kaliwilingi.
Sementara itu, Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda setelah menyaksikan film pendek ini mengakui bahwa film ini mampu menggugah hati.
"Pembelajaran seperti Pandansari ini, yang sedang dikembangkan oleh Direktorat Jasa Kelautan, Ditjen PRL, KKP. Kawasan ekosistem mangrove dan lainnya perlu dikelola secara optimal, selain ekosistem berfungsi sebagaimana mestinya, dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat dari pemanfaatan jasa sumberdaya kelautan dan perikanan," ucapnya.
Huda meyakini bahwa melalui program desa wisata bahari Mangrove Sari, kondisi kawasan pesisir dan masyarakat akan lebih terangkat menjadi lebih baik.
Film Akulah Samudera bercerita tentang kisah Biru Maharani mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya, yang menjadi harapan bagi penggugah, pelestari, dan pelindung laut seperti birunya laut yang memberikan semangat hidup mengelola negeri ini.
Film yang diproduseri Dexandra Bayu dan Kirana Kejora dan disutradarai oleh Ara Dwi Sagara diproduksi bersama Direktorat Jasa Kelautan sebagai bentuk kepedulian untuk memajukan masyarakat pesisir, dan memberdayakannya, karena masyarakatlah yang memiliki dan harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Sebelum ditayangkan di Kanada nantinya, film ini diunggah melalui kanal youtube KKP, Ditjen PRL, Direktorat Jasa Kelautan, dan Nevsky Visual Kreasi pada Ahad (12/7).*
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Aryo Hanggono dalam siaran pers di Jakarta, Senin, menyatakan film dokumenter Akulah Samudera bakal dijadwalkan tayang di acara Indonesia Canada Congress pada saat perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2020 di Ottawa, Kanada.
"Berbicara masalah pesisir dan laut, mau tidak mau akan mengulas potensi sumberdaya, masyarakat, dan permasalahan yang ada di dalamnya," kata Aryo Hanggono.
Aryo mengingatkan bahwa luas lautan menguasai hampir dua pertiga wilayah Indonesia, dengan garis pantai yang panjangnya mencapai 99.093 kilometer, potensi sumberdaya kelautan dan perikanan serta ekosistemnya tentu sangat berlimpah.
Ia mengungkapkan, film cerita pendek ini sengaja dibuat dalam versi drama dokumenter, dengan pesan utamanya adalah penyadartahuan terhadap pentingnya ekosistem pesisir dan laut bagi masyarakat. Laut adalah sumber kehidupan, ekosistem adalah inti dari semuanya yang harus dijaga untuk keberlanjutan.
"Di sisi lain, pengelolaan sumberdaya pesisir belum memberikan manfaat yang berarti untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya, sementara keberadaannya semakin rentan. Kerentanan inilah yang diangkat dalam film cerita pendek berjudul Akulah Samudera," ujar Aryo.
Kondisi pesisir yang semakin menurun dan degradasi ekosistem menjadi awal dari cerita Sang Biru untuk mengetahui sejarah Desa Kaliwilingi di Kabupaten Brebes dengan hutan mangrove yang sudah menjadi kawasan Ekowisata Desa Wisata Mangrove Sari. Desa wisata ini telah memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
Mangrove memiliki berbagai nilai dan manfaat, di antaranya sebagai pendukung dan habitat keanekaragaman hayati, serta sumber nafkah masyarakat.
Selain itu, mangrove sebagai peredam banjir, mencegah intrusi air laut ke darat, menstabilkan garis pantai dan kontrol erosi, menciptakan sabuk hijau di pesisir dinilai telah membangkitkan warga Pandansari, Kaliwilingi.
Sementara itu, Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda setelah menyaksikan film pendek ini mengakui bahwa film ini mampu menggugah hati.
"Pembelajaran seperti Pandansari ini, yang sedang dikembangkan oleh Direktorat Jasa Kelautan, Ditjen PRL, KKP. Kawasan ekosistem mangrove dan lainnya perlu dikelola secara optimal, selain ekosistem berfungsi sebagaimana mestinya, dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat dari pemanfaatan jasa sumberdaya kelautan dan perikanan," ucapnya.
Huda meyakini bahwa melalui program desa wisata bahari Mangrove Sari, kondisi kawasan pesisir dan masyarakat akan lebih terangkat menjadi lebih baik.
Film Akulah Samudera bercerita tentang kisah Biru Maharani mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya, yang menjadi harapan bagi penggugah, pelestari, dan pelindung laut seperti birunya laut yang memberikan semangat hidup mengelola negeri ini.
Film yang diproduseri Dexandra Bayu dan Kirana Kejora dan disutradarai oleh Ara Dwi Sagara diproduksi bersama Direktorat Jasa Kelautan sebagai bentuk kepedulian untuk memajukan masyarakat pesisir, dan memberdayakannya, karena masyarakatlah yang memiliki dan harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Sebelum ditayangkan di Kanada nantinya, film ini diunggah melalui kanal youtube KKP, Ditjen PRL, Direktorat Jasa Kelautan, dan Nevsky Visual Kreasi pada Ahad (12/7).*