Bangkok (ANTARA) - Pemerintah Thailand melarang kegiatan yang melibatkan lima orang atau lebih dan penerbitan berita atau pesan-pesan daring yang dapat membahayakan keamanan nasional.
Larangan itu dikeluarkan pada Kamis dini hari melalui dekret darurat untuk mengakhiri protes-protes jalanan di Bangkok.
Aksi protes kian meningkat selama tiga bulan dan para pengunjuk rasa mendirikan kemah di luar kantor Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk menuntut pengunduran dirinya pada Rabu (14/10) malam.
Pemerintah mengatakan pihaknya juga bertindak setelah para pedemo menghalang-halangi iring-iringan kendaraan keluarga kerajaan.
"Sangatlah perlu menerapkan langkah mendesak untuk mengakhiri situasi ini secara efektif dan tepat waktu untuk menjaga perdamaian dan tatanan," televisi negara mengumumkan.
Langkah mendesak itu disertai dokumen berisi ketetapan langkah-langkah, yang berlaku efektif mulai pukul 04.00 waktu setempat, untuk melarang kerumunan besar dan mengizinkan pihak berwenang melarang orang-orang memasuki kawasan mana pun yang mereka tuju.
Pemerintah juga melarang: "penerbitan berita, media lain, dan informasi elektronik yang memuat pesan-pesan yang dapat menimbulkan ketakutan atau informasi yang secara sengaja menyesatkan, melahirkan salah paham yang akan memengaruhi keamanan nasional atau perdamaian dan tatanan."
Puluhan ribu pemrotes berunjuk rasa di Bangkok pada Rabu.
Gerakan protes itu bertujuan melengserkan Prayuth, yang berkuasa lewat kudeta 2014 dengan maksud untuk mengakhiri satu dasawarsa kekerasan antara para pendukung dan lawan-lawan kelompok mapan negara itu.
Mereka yang turun di jalan-jalan juga menginginkan konstitusi baru dan menyerukan pengurangan kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Aksi tersebut mematahkan tabu yang berlangsung lama mengenai kritik terhadap monarki.
Para pemrotes berteriak ke arah iring-iringan sang raja di Bangkok pada Selasa (13/10) setelah penangkapan terhadap 21 pengunjuk rasa.
Pada Rabu, beberapa pemrotes melambatkan konvoi yang membawa Ratu Suthida, memberi salam tiga jari dan berteriak "keluarlah" pada polisi yang melindungi kendaraan itu.
Sumber: Reuters
Larangan itu dikeluarkan pada Kamis dini hari melalui dekret darurat untuk mengakhiri protes-protes jalanan di Bangkok.
Aksi protes kian meningkat selama tiga bulan dan para pengunjuk rasa mendirikan kemah di luar kantor Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk menuntut pengunduran dirinya pada Rabu (14/10) malam.
Pemerintah mengatakan pihaknya juga bertindak setelah para pedemo menghalang-halangi iring-iringan kendaraan keluarga kerajaan.
"Sangatlah perlu menerapkan langkah mendesak untuk mengakhiri situasi ini secara efektif dan tepat waktu untuk menjaga perdamaian dan tatanan," televisi negara mengumumkan.
Langkah mendesak itu disertai dokumen berisi ketetapan langkah-langkah, yang berlaku efektif mulai pukul 04.00 waktu setempat, untuk melarang kerumunan besar dan mengizinkan pihak berwenang melarang orang-orang memasuki kawasan mana pun yang mereka tuju.
Pemerintah juga melarang: "penerbitan berita, media lain, dan informasi elektronik yang memuat pesan-pesan yang dapat menimbulkan ketakutan atau informasi yang secara sengaja menyesatkan, melahirkan salah paham yang akan memengaruhi keamanan nasional atau perdamaian dan tatanan."
Puluhan ribu pemrotes berunjuk rasa di Bangkok pada Rabu.
Gerakan protes itu bertujuan melengserkan Prayuth, yang berkuasa lewat kudeta 2014 dengan maksud untuk mengakhiri satu dasawarsa kekerasan antara para pendukung dan lawan-lawan kelompok mapan negara itu.
Mereka yang turun di jalan-jalan juga menginginkan konstitusi baru dan menyerukan pengurangan kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Aksi tersebut mematahkan tabu yang berlangsung lama mengenai kritik terhadap monarki.
Para pemrotes berteriak ke arah iring-iringan sang raja di Bangkok pada Selasa (13/10) setelah penangkapan terhadap 21 pengunjuk rasa.
Pada Rabu, beberapa pemrotes melambatkan konvoi yang membawa Ratu Suthida, memberi salam tiga jari dan berteriak "keluarlah" pada polisi yang melindungi kendaraan itu.
Sumber: Reuters