Pengamat: Negara potensial rugi akibat seleksi kepala OPD Kepri diabaikan

id Negara potensial rugi,pemprov kepri,abaikan hasil seleksi,kepala opd

Pengamat: Negara potensial rugi akibat seleksi kepala OPD Kepri diabaikan

Pengamat administrasi publik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Alfiandri (Nikolas Panama)

Tanjungpinang (ANTARA) - Pengamat administrasi publik dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Alfiandri, berpendapat, kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang mengabaikan hasil seleksi kepala organisasi perangkat daerah tahun 2020 berpotensi merugikan keuangan negara.

"Proses atau tahapan penyeleksian untuk melahirkan rekomendasi terhadap PNS yang memenuhi persyaratan untuk menjadi kepala OPD itu menggunakan anggaran daerah sehingga harus dipertanggungjawabkan," ujar Alfiandri, di Tanjungpinang, Minggu.

Ia menjelaskan proses rekrutmen melalui  lelang jabatan secara terbuka atau  open bidding untuk melahirkan pejabat Eselon II yang dapat bekerja profesional, netral, dan bertanggung jawab. Mulai dari pembukaan rekrutmen calon kepala OPD, penetapan panitia seleksi, proses penyeleksian hingga hasil penyeleksian berupa rekomendasi kepada gubernur setidaknya diatur dalam UU ASN dan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen PNS.

"Termasuk biaya yang keluar selama proses administrasi lelang jabatan terbuka itu memiliki payung hukum sehingga wajib dilaksanakan hasil penyeleksian tersebut. Jika tidak dilaksanakan secara keseluruhan, maka negara dirugikan karena ada anggaran negara yang terkuras selama proses penyeleksian," ujarnya.

Alfiandri menegaskan hasil penyeleksian merupakan rekomendasi tiga nama yang ditetapkan pansel terhadap masing-masing OPD wajib dilaksanakan, meski  Gubernur Kepri sudah berganti dari Isdianto menjadi Ansar Ahmad.

Pergantian kepala daerah, menurut dia tidak membatalkan keputusan pansel. Rekomendasi panitia seleksi, yang mungkin sudah diteruskan gubernur sebelumnya, tidak pula batal dengan sendirinya atau kadaluwarsa setelah terjadi pergantian kekuasaan dari hasil pilkada.

"Kecuali peserta itu sudah pensiun, baru tidak dapat dilaksanakan," ucapnya.

Gubernur Kepri Ansar Ahmad sebagai pimpinan tertinggi administrasi publik di daerah semestinya menaati peraturan yang berlaku dalam mengambil kebijakan. Open bidding Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama untuk enam OPD pada 19 Agustus 2021 menyisakan pertanyaan kritis. 

Hal itu disebabkan satu dari enam OPD yang diseleksi yakni Biro Humas dan Protokol Kepri, yang tahun 2020 sudah diseleksi oleh pansel sehingga membuahkan tiga nama calon kepala. Semestinya, gubernur melanjutkan hasil seleksi tahun 2020 sehingga tidak terjadi maladministrasi.

"Gubernur harus membatalkan hasil seleksi tahun 2020 sebelum membuka penyeleksian terbuka tahun ini. Pembatalan tentu harus sesuai ketentuan yang berlaku," tegasnya.

Selain menyorot  open bidding pejabat Eselon II pada Biro Humas dan Protokol Kepri, Alfiandri juga mengkritisi pengangkatan Tengku Said Arif Fadillah, mantan Sekda Kepri sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri. Hal itu disebabkan pansel Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di era Gubernur Isdianto sudah menetapkan tiga nama calon kadis yakni Sardison, Masykur, dan Robert Lukman

"Apakah hasil penyeleksian itu sudah dibatalkan? Kemudian apakah syarat dan prasyarat dalam job fit sehingga melahirkan Arif Fadillah sebagai Kepala DKP Kepri prosedural? Tentu ini perlu dijelaskan, meski sudah mendapat persetujuan KASN," katanya.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE