Putusan MK mungkinkan jeda antara pemilu DPRD dengan DPR

id Pemilu 2024,Pemilihan Serentak

Putusan MK mungkinkan jeda antara pemilu DPRD dengan DPR

Tangkapan layar Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini memberi paparan materi dalam seminar nasional bertajuk "Problematika Masa Jabatan Kepala Daerah dan Pemilihan Serentak 2024" yang disiarkan di kanal YouTube PSHK FH UII, dipantau dari Jakarta, Jumat (21/1/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri

Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XIX/2021 memungkinkan adanya jeda waktu antara pemilihan umum (pemilu) DPRD dengan pemilu DPR, DPD, dan Presiden.

“Putusan ini memberi ruang kepada pembentuk undang-undang dan penyelenggara pemilu, dalam pandangan saya, untuk melakukan dan mengambil terobosan terkait dengan tata kelola pemilu kita menuju 2024,” kata Titi.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika memberi paparan materi dalam seminar nasional bertajuk "Problematika Masa Jabatan Kepala Daerah dan Pemilihan Serentak 2024" yang disiarkan di kanal YouTube PSHK FH UII, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Putusan Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa pembentuk undang-undang dan penyelenggara pemilihan umum dapat saja menyepakati adanya jeda waktu antara pemilihan umum anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, serta pemilihan Presiden/Wakil Presiden.

Melalui putusan tersebut, Titi berpandangan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan ruang penentuan pemberian jeda antarpemilu hanya diberikan kepada pembentuk undang-undang. Mahkamah Konstitusi justru memberikan mekanisme baru yang disebut dengan ‘pembentuk undang-undang dan penyelenggara pemilu dapat saja menyepakati’.

“Jadi, kesepakatan antara pembuat undang-undang dan penyelenggara pemilu. Di sini sebenarnya yang menarik dari putusan MK Nomor 16 Tahun 2021 ini,” kata dia.

Putusan tersebut, menurut Titi, dapat menjadi solusi setelah Pemerintah dan DPR memutuskan untuk tidak melakukan revisi Undang-Undang Pemilu, tidak melakukan revisi Undang-Undang Pilkada, dan tidak melakukan revisi Undang-Undang Partai Politik.

“Kalau disebut berdasarkan kesepakatan antara pembentuk undang-undang dan penyelenggara pemilu, ruangannya tersedia lebih fleksibel. Tidak harus melalui perubahan undang-undang,” ucap Titi.

Oleh karena itu, ia berharap agar pembentuk undang-undang dan penyelenggara pemilu membuat kesepakatan strategis untuk mewujudkan pemilihan umum 2024 yang berkualitas.
 

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE