Tanjungpinang (Antara Kepri) - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mendesak Pemkot Tanjungpinang, Kepulauan Riau untuk menghentikan segala bentuk aktivitas pertambangan bauksit di daerah setempat karena sudah merusak lingkungan dan tidak berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat.
"Penambangan bauksit harus dihentikan, karena selama ini tidak berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar pertambangan dan juga telah merusak lingkungan," kata aktivis GMNI Tanjungpinang, Askarmin saat berunjuk rasa di Pemkot Tanjungpinang, Kamis.
Askarmin mengatakan, luas Kota Tanjungpinang sebagai ibu kota provinsi Kepri sangat kecil sehingga berdampak sangat besar terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat yang setiap hari menghirup debu bauksit.
GMNI juga menyoroti wilayah Senggarang yang dalam rencana tata ruang wilayah sebagai pusat pemerintahan Kota Tanjungpinang berubah menjadi area pertambangan bauksit yang dilakukan sejumlah perusahaan baik legal maupun ilegal.
"Sesuai Perda 2007 mengenai RTRW, Senggarang adalah pusat pemerintahan Kota Tanjungpinang, namun sekarang menjadi wilayah pertambangan," ujarnya.
Selain itu, GMNI juga meminta Pemkot Tanjungpinang mencari sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor lain selain pertambangan yang tidak begitu besar masuk kas daerah.
"Kami juga sangat menyayangkan hasil rekomendasi Pansus Pertambangan DPRD Kota Tanjungpinang sejak 2011 tidak diumumkan kepada publik, agar publik tahu apakah pertambangan masih layak atau tidak," ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah yang menemui para pengunjuk rasa menegaskan pihaknya akan menghentikan sementara penambangan bauksit oleh lima perusahaan resmi yang saat ini beroperasi di daerah setempat sejak beberapa bulan terakhir.
"Saya sudah surati perusahaan tambang dan pada 5 April 2013 seluruh aktivitas penambangan bauksit baik legal maupun ilegal harus dihentikan," kata Lis Darmansyah.
Lis mengatakan, penghentian penambangan bauksit tersebut karena perusahaan yang beroperasi tidak memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan sesuai Pasal 151 UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, sehingga mengancam kerusakan lingkungan yang lebih parah.
"Kami sudah berikan batas waktu selama dua pekan untuk memenuhi kewajibannya hingga batas waktu penghentian pada 5 April 2013," kata Lis.
Lis juga tidak mau daerahnya terlihat acak-acakan dan mengalami kerusakan lingkungan yang parah akibat penambangan yang dilakukan secara resmi maupun ilegal tersebut.
"Saya juga tidak ingin tanah kelahiran saya rusak oleh aktivitas penambangan, makanya harus ada penataan dan program pascatambang yang harus dipenuhi oleh perusahaan tambang," ujarnya. (Antara)
Editor: Rusdianto
Berita Terkait
UMRAH Kepri terima 1.349 mahasiswa baru melalui SNPMB 2024 jalur prestasi
Jumat, 29 Maret 2024 14:40 Wib
BPJS Ketenagakerjaan Kota Tanjungpinang bayar klaim JKP Rp264 juta
Rabu, 27 Maret 2024 19:34 Wib
Pemprov Kepri resmi luncurkan program beasiswa mahasiswa tahun anggaran 2024
Rabu, 27 Maret 2024 14:54 Wib
Lanal Bintan tangkap puluhan PMI nonprosedural
Rabu, 27 Maret 2024 7:05 Wib
Disnaker Tanjungpinang buka posko pengaduan THR
Selasa, 26 Maret 2024 17:25 Wib
Seorang mahasiswa Universitas Jambi korban Ferienjob di Jerman akhirnya buka mulut
Selasa, 26 Maret 2024 16:48 Wib
Kuota mudik gratis Pelni Tanjungpinang tersisa 357 penumpang
Minggu, 24 Maret 2024 15:01 Wib
Pemko Tanjungpinang pastikan puskesmas tetap buka saat libur Lebaran
Sabtu, 23 Maret 2024 7:05 Wib
Komentar