Pemkot Tanjungpinang setuju kenaikan LPG 3 kg sebesar Rp18.000

id HET,LPG,subsidi,tanjungpinang,harga eceran tertinggi

Pemkot Tanjungpinang setuju kenaikan LPG 3 kg sebesar Rp18.000

Wali Kota Tanjungpinang Syahrul (Antaranews Kepri/Ogen)

Pangkalan harus melayani masyarakat yang ada di sekitarnya dan harus menjual ke konsumen akhir, bukan kepada konsumen perantara untuk diperjualbelikan kembali
Tanjungpinang (Antaranews Kepri) - Pemerintah Kota Tanjungpinang menyetujui kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET ) LPG 3 kg sebesar Rp18.000 per tabung yang mulai diberlakukan awal Januari 2019. 

"Sesuai SK Wali Kota Tanjungpinang nomor 432 tahun 2018 tanggal 29 November 2018, bahwa telah ditetapkan HET LPG 3 kg sebesar Rp18.000 per tabung," kata Wali Kota Tanjungpinang, Syahrul, Sabtu.

Syahrul menjelaskan, sejak diberlakukannya konversi minyak tanah ke gas pada tahun 2010, Harga Eceran Tertinggi LPG 3 kg sebesar ditetapkan sebesar Rp15.000. Namun, hingga saat ini belum pernah mengalami penyesuaian harga, sementara biaya operasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seperti UMK, BBM dan biaya operasional lainnya. 

"Sebelum dilakukan penyesuaian harga ini, Pemko Tanjungpinang sudah melakukan kajian, dan melakukan rapat dengan pihak Pertamina, Hiswana Migas serta Pemprov Kepri," imbuhnya.

Hiswana migas, kata Syahrul, sudah mengajukan penyesuaian harga sejak tahun 2014, tapi belum disetujui Pemkot dengan pertimbangan kondisi saat itu belum memungkinkan untuk dinaikkan. Kemudian pada 2017, untuk kedua kalinya Hiswana Migas mengajukan kembali kenaikan LPG 3 kg. 

Menurutnya, penyesuaian HET ini merupakan kepastian harga di masyarakat, karena fakta di lapangan harga jual LPG 3 kg yang sejak awal ditetapkan Rp15.000 per tabung, dijual dengan kisaran Rp18.000-Rp20.000, bahkan hingga Rp22.000 per tabung.

Dia berharap, dengan sudah ditetapkannya HET LPG 3 kg Rp18.000, tidak ada lagi pangkalan LPG yang menjual di atas harga tersebut. Kecuali di Pulau Penyengat, karena ada biaya transportasi tambahan yang harus dikeluarkan sebesar Rp2.000. 

"Kami bersama pihak terkait akan melakukan pengawasan di lapangan, jika ditemukan menjual harga diatas HET, maka akan dikenakan sanksi berupa pemutusan hubungan kerja," tegasnya.

Syahrul menambahkan, saat ini terdapat 3 agen LPG di Tanjungpinang dan 181 pangkalan yang tersebar di 4 kecamatan. Ia pun turut mengimbau kepada seluruh masyarakat Kota Tanjungpinang agar membeli gas LPG di pangkalan.

"Pangkalan harus melayani masyarakat yang ada di sekitarnya dan harus menjual ke konsumen akhir, bukan kepada konsumen perantara untuk diperjualbelikan kembali," terang Syahrul. 

Sementara, Ketua Cabang Hiswana Migas Provinsi Kepri, Adeck Helmi menyampaikan, LPG 3 kg akan dijual ke pangkalan resmi pada harga Rp15.750 dari sebelumnya Rp13.750, selanjutnya pangkalan akan menjual pada harga Rp18.000 dari sebelumnya Rp15.000 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Walikota Tanjungpinang. 

Adeck turut meminta pangkalan untuk merevisi papan pangkalan yang baru, tetap menyediakan racun api untuk mengatasi kebakaran dan ember air untuk memeriksa kebocoran, serta timbangan untuk memastikan bahwa LPG yang dijual sesuai takaran dan mencatat semua penjualan LPG ke "log book", karena LPG 3 kg adalah barang bersubsidi yang di kontrol, di mana penggunanya adalah usaha mikro dan masyarakat tidak mampu.

"Kami juga menyarankan agar masyarakat tidak menjual LPG 3 kg selain pangkalan, karena hal itu menyalahi aturan. Apabila ingin menjual LPG 3 kg, maka uruslah surat rekomendasi dari agen dan pemerintah daerah agar penjualannya dapat diawasi," papar Adeck. 

Dipaparkan Adeck, saat ini kebutuhan LPG di Tanjungpinang sekitar 181.000 tabung per bulan yang dilayani oleh 3 Agen, yaitu PT Mulia Bintan Sejahtera, PT Adrijaya Sakti, dan PT Bumi Kharisma Pratama dan dengan 181 pangkalan.

Pada tahun 2018 ini, lanjutnya, Pemerintah Kota Tanjungpinang juga sudah berupaya menekan permintaan agen, agar LPG 3 kg dinaikkan sebesar Rp21.000, tapi hanya cukup di angka Rp18.000 per tabung. 

"Apabila HET tidak dinaiKkan, maka agen tidak mampu lagi membayar upah lembur karyawan dan pembaharuan armada yang dapat menyebabkan keterlambatan suplai ke pangkalan. Akibatnya berujung kelangkaan dan 'panic buying' di masyarakat yang dapat memperparah situasi di lapangan," tutupnya.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE