Perwakilan masyarakat Lingga bantah pernyataan bupati soal sawit

id Perwakilan masyarakat Lingga bantah pernyataan bupati soal sawit lingga

Perwakilan masyarakat Lingga bantah pernyataan bupati soal sawit

Sejumlah warga Lingga mengunjungi areal perkebunan sawit di Provinsi Riau. (IST) (/)

Lingga (ANTARA) - Dua orang perwakilan masyarakat Kabupaten Lingga Zuhardi yang merupakan ketua Melayu Raya, dan Ormas Gema Lingga serta Politisi Partai Golkar Aziz Martindas membantah pernyataan Bupati Lingga Alias Wello di beberapa media siber yang menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit tersebut rakus terhadap persediaan air. 

"Bupati Lingga jangan asal ngomong soal kelapa sawit, karena saya sudah melakukan studi banding ke kawasan perkebunan kelapa sawit milik PT Surya Dumai di Kampar Provinsi Riau," kata Zuhardi kepada Antara, Minggu. 

Menurutnya dari sejumlah literatur yang dimilikinya, terdapat fakta ilmiah bahwa pernyataan Bupati Lingga yang menyatakan, bahwa perkebunanan sawit sangat rakus terhadap ketersedian air di dalam tanah, karena jika air dalam tanah terkuras habis, akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat tersebut adalah tidak benar. 

Menurut Zuhardi dari studi banding yang dilakukannya bersama dengan sejumlah tokoh masyarakat dan perwakilan desa dari Kabupaten Lingga ke kawasan perkebunan kelapa sawit milik PT Surya Dumai di Kampar Provinsi Riau pada bulan Desember 2018 yang lalu, tidak terbukti bahwa kelapa sawit itu rakus air. 

"Saya melihat sendiri, ada sungai yang airnya mengalir di dalam kebun kelapa sawit milik PT Surya Dumai di Kampar," tegasnya. 

Hal itu juga dipertegas juga oleh Aziz Martindas yang saat itu merupakan Koordinator Studi Banding Masyarakat Lingga ke PT Surya Dumai di Kampar Provinsi Riau, menurutnya, pemikiran soal kekhawatiran ketersediaan air bagi masyarakat Lingga adalah pemikiran yang tidak mendasar dan menyesatkan. 

Apalagi menurutnya, sumber ketersediaan air bersih di Kabupaten Lingga bukan berada di wilayah perkebunan kelapa sawit yang terletak di timur Pulau lingga, akan tetapi lokasinya tersebut jauh dari lokasi perkebunan, yaitu di wilayah barat Pulau Lingga di daerah pegunungan Daik Lingga.

"Untuk apa berpikir ingin menjual sumber air bersih, yang sesungguhnya sampai ke Batam dan Singapura, kalau pemimpinya punya pemikiran sedangkal dan senaif itu," ujar Aziz Martindaz.

Selain itu dirinya mengaku juga memiliki data hasil penelitian dan fakta ilmiah yang membantah pernyataan Bupati Lingga tersebut. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Divisi konservasi Tanah dan Air Fakultas Pertanian, IPB (Institus Pertanian Bogor), Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr terungkap, bahwa logikanya, untuk melihat apakah tanaman rakus air atau tidak, tentu dengan melihat seberapa banyak air dibutuhkan oleh suatu tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara normal yang disebut sebagai kebutuhan air konsumptif tanaman. 

Kebutuhan air konsumptif tanaman biasanya dilihat dari nilai evapotranspirasi yang mencerminkan jumlah air yang diserap tanaman untuk diluapkan melalui evaporasi dan transpirasi. Apakah tanaman kelapa sawit merupakan golongan tanaman dengan nilai evapotranspirasi tinggi. 
 
Selain itu ada juga hasil penelitian Pasaribu selama 3 tahun di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau yang tertuang dalam Jurnal Ilmu Lingkungan (ISSN 1978-5283) berjudul, "Neraca air di Perkebunan Kelapa Sawit PPKS Sub Unit Kaliantas Kabun Riau".

Dalam penelitian tersebut terbukti bahwa evapotranspirasi di perkebunan kelapa sawit rata-rata 1.104,5 mm/tahun. 

"Berbagai penelitian menunjukkan bahwa nilai evapotranspirasi tanaman kelapa sawit berkisar antara 1100 – 1700 mm/tahun," ujar Aziz Martindas. 

Aziz Martindas yang Caleg DPRD Kabupaten Lingga dari Partai Golkar itu juga menambahkan, penelitian yang dilakukan oleh Tarigan, S.D tahun 2011 lalu dan diterbitkan di Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Volume 13. No 1 berjudul, "Neraca Air Lahan Gambut yang Ditanami Kelapa Sawit di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah".

Dari penelitian tersebut juga terungkap bahwa nilai evapotranspirasi kelapa sawit yang di tanam di lahan gambut di Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah selama 3 bulan (Juli-September) adalah sekitar 386 mm. 

Kemudian ada juga penelitian yang dilakukan oleh Taufik dan Siswoyo, tahun 2013 lalu, yang menyatakan bahwa evapotranspirasi yang terjadi di perkebunan Kelapa Sawit Sub DAS Landak Kapuas sebesar 4.39 mm/hari atau setara dengan 1580 mm/tahun.

Dirinya juga membeberkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap dan Darmosarkoro tahun 1999 lalu yang menyatakan bahwa kelapa sawit memerlukan air 1.500-1.700 mm per tahun untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksinya.

Nilai evapotranspirasi tersebut sebanding dengan nilai evapotranspirasi pada berbagai tanaman perkebunan yang dikembangkan pada daerah beriklim relative kering seperti tebu (1.000–1.500 mm per tahun dan pisang 700–1.700 mm per tahun dan lebih kecil dari nilai evapotranspirasi tanaman kelapa yang dilaporkan oleh Foale dan Harries (2011) yaitu sebesar 1980 mm/tahun.

Bahkan jika dibandingkan dengan evapotranspirasi dari tanaman pangan seperti padi, jagung, dan kedelai berkisar 1.200 – 2.850 mm per tahun jika ditanam selama 3 musim tanam (setara 1 tahun).

Tanaman kehutanan yang berdaun kecil seperti lamtoro, akasia, dan sengon, bahkan mempunyai laju evapotranspirasi tahunan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa sawit, dengan nilai evapotranspirasi berturut-turut sekitar 3.000 mm/tahun, 2.400 mm/tahun, dan 2.300 mm/tahun (Coster, 1938).

Jadi menurutnya berdasarkan fakta-fakta ilmiah tersebut, terbukti bahwa kelapa sawit merupakan tanaman yang tidak rakus air, dibandingkan dengan tanaman lain lebih nyata. Jika tolak ukur yang digunakan adalah efisiensi penggunaan air. Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang sangat efisien dalam pemanfaatan air.

Argumentasinya adalah, untuk menghasilkan 1 giga joule bioenergi, tanaman kelapa sawit hanya membutuhkan sekitar 75 meter kubik air, jauh lebih rendah dari tanaman rapeseed (bahan baku minyak nabati paling dominan di Eropa) sebesar 184 meter kubik, kelapa 126 meter kubik , ubikayu 118 meter kubik, jagung 105 meter kubik, dan kedelai 100 meter kubik air.

Menurut Aziz Martindaz Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution telah menerima hasil studi dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) perihal kelapa sawit. Hasil penelitian IUCN tersebut di serahkan Kepala Satgas Kelapa Sawit IUCN Erik Meijaard, Senin 4 Februari 2019 lalu. 

Saat itu, Darmin Nasution mengatakan,  di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit, utamanya di Indonesia, fakta berbasis ilmiah seperti ini sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada publik, terkait pengembangan kelapa sawit di Indonesia.

Maka, berdasarkan fakta-fakta ilmiah tersebut, Aziz Martindas sependapat dengan Zuhardi, mengingatkan kembali agar Bupati Lingga Alias Wello,  agar tidak asal bicara mengenai tanaman kelapa sawit. Apalagi, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Dono Boestami mengungkapkan data, bahwa industri minyak sawit berkontribusi besar terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia. 

Sejak tahun 2000, industri sawit mendorong setidaknya 10 juta orang keluar dari garis kemiskinan, 1,3 juta di antaranya hidup di pedesaan. Dan kontribusi ekspor sawit bagi ekonomi RI tahun 2017 mencapai Rp 243 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak dan gas serta pariwisata. (Antara)

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE