Harus ada batas minimum anggaran di RUU Penanggulangan Bencana

id Baleg DPR,RUU Penanggulangan Bencana

Harus ada batas minimum anggaran di RUU Penanggulangan Bencana

Dokumentasi. Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, Supratman Andi Agtas. (ANTARA/ Abdu Faisal)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menilai harus ada penegasan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Bencana terkait batas minimum anggaran untuk kebencanaan yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal itu menurut dia agar ketika suatu saat Indonesia mengalami bencana, maka bisa langsung menggunakan anggaran yang sudah dialokasikan dalam APBN.

"Beberapa poin yang saya sampaikan pada pengusul bahwa harus ada penegasan di APBN ada batas minimum (untuk anggaran penanggulangan bencana). Dulu kita usulkan 2 persen dari APBN," kata Supratman dalam Rapat Pleno Baleg penjelasan pengusul RUU Penanggulangan Bencana secara virtual, Rabu.




Dia mencontohkan, negara Chile bisa menjadi "branchmark" untuk menyusun UU Penanggulangan Bencana karena mengalokasikan 1-1,5 persen dari APBN negara tersebut.

Hal itu menurut dia terbukti bahwa negara tersebut tidak gagap ketika menghadapi bencana karena dari sisi pendanaan sudah siap dan memiliki cadangan.

"Saya harap kita tidak perlu terlalu lama membahas soal substansinya namun kita fokus tentang konsekuensi dari sisi teknisnya. Biar nanti di Komisi VIII DPR yang menyempurnakannya," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mewakili pengusul RUU menjelaskan hasil penyusunan RUU inisiatif Komisi VIII DPR RI mengenai RUU tentang Penanggulangan Bencana dibawa ke Baleg DPR untuk dilakukan harmonisasi.

Dia mengatakan, hal mendasar mengapa Komisi VIII DPR mengusulkan penggantian UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah komitmen melakukan penataan dan perbaikan manajemen penanggulangan bencana sehingga pemangku kepentingan dapat bekerja efektif dan terukur.

"Mengapa dalam penanggulangan bencana perlu dilakukan penataan yang mendasar dengan mengganti UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana? Dari aspek filosofis, dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi negara Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, yang tentunya pentingnya pelindungan dari berbagai ancaman bencana," ujarnya.



Dia menjelaskan dari aspek sosiologis, kondisi alam di wilayah Indonesia secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi.

Selain itu menurut dia, bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras, dan golongan yang rawan timbulnya bencana konflik.

"Pada akhir-akhir ini frekuensi terjadinya bencana di wilayah Indonesia secara kuantitatif dan kualitatif jenisnya cenderung meningkat baik bencana yang disebabkan karena faktor alam, nonalam, maupun sosial. Apalagi saat ini terjadi pandemi COVID-19 yang membutuhkan langkah cepat, tepat, dan terkoordinasi yang melibatkan multi sektor," katanya.

Ace mengatakan dari aspek yuridis, dalam upaya penanggulangan bencana, telah didasarkan pada ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana namun dalam perkembangannya hingga saat ini pengaturan dalam UU tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan penyelenggaraan penanggulangan kebencanaan.

Untuk itu menurut dia, perlu ada undang-undang baru mengenai penanggulangan bencana yang lebih komprehensif dan mengakomodir permasalahan penanggulangan bencana yang belum diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

"UU baru mengenai penanggulangan bencana dimaksudkan sebagai pengganti UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang berisikan pengaturan penanggulangan bencana yang lebih terencana, terkoordinasi, dan terpadu untuk menjawab kebutuhan masyarakat," katanya.

 

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE