Karut-marut pengangkatan pejabat di Pemkot Tanjungpinang

id Menguak karut marut pengangkatan, pejabat Pemkot Tanjungpinang

Karut-marut pengangkatan pejabat di Pemkot Tanjungpinang

Ilustrasi - Apel. ANTARA/HO

Tanjungpinang (ANTARA) - Pengangkatan pejabat eselon II—IV di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau menyisakan permasalahan hingga menuai polemik.

Sejumlah pejabat yang tidak layak mendapatkan jabatan itu karena berbagai permasalahan. Mereka dilantik berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 35/2021 pada tanggal 9 Januari 2021. Saat itu ada 272 orang PNS yang dilantik Wali Kota Rahma.

Pejabat yang dinilai bermasalah tersebut, antara lain terlibat dalam kasus dugaan korupsi, dan ada pula pejabat yang diberi sanksi oleh Komisi Aparatur Sipil Negara karena tidak netral saat Pilkada Kepri 2020 di Tanjungpinang.

Berbagai pihak pun mulai bersuara, mengkritik kebijakan tersebut.

Pengamat kebijakan publik Wayu Eko Yudiatmaja berpendapat bahwa pelantikan pejabat yang berstatus sebagai tersangka korupsi langgar etika administrasi negara meski tidak melanggar aturan.

Mengurus pemerintahan tidak hanya harus taat dengan hukum, tetapi juga lihat dari aspek etika. Apakah ini menimbulkan preseden buruk bagi pemerintahan atau tidak? Kalau itu diperimbangkan, semestinya ASN yang berstatus sebagai tersangka tidak dilantik sebagai pejabat.

Wayu yang juga dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang menambahkan bahwa Pemkot Tanjungpinang yang dipimpin Rahma mengambil risiko terlalu besar ketika melantik Yudi Ramdani, tersangka kasus korupsi.

Nama baik pemerintahan daerah tercoreng akibat kebijakan menempatkan Yudi Ramdani yang tersangkut kasus dugaan korupsi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) di Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Tanjungpinang. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 35/2021 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama itu juga akan memengaruhi kinerja ASN yang bersih.

"Ini kebijakan yang tidak populis, baik di lingkungan masyarakat maupun pemerintahan, yang seolah-olah Wali Kota tidak mendukung pemberantasan korupsi. Sebaiknya, tinjau ulang kebijakan ini untuk mencegah polemik berkepanjangan," ucapnya.

Ia juga menyorot pengangkatan pejabat tersebut apakah melalui seleksi open bidding atau tidak. Mereka 'kan disumpah, dan seharusnya menandatangani pakta integritas yang salah satu poin pentingnya adalah tidak melakukan korupsi.

Wayu mempertanyakan pertimbangan Wali Kota Tanjungpinang Rahma mengangkat pejabat tersangka korupsi kembali menjadi pejabat Eselon II meski tidak melanggar aturan lantaran Indonesia menganut asas praduga tak bersalah.

Penyidik Kejari Tanjungpinang dalam menetapkan tersangka tentu sudah mengantongi alat bukti dan keterangan saksi yang memadai.

Ia juga mempertanyakan apakah pejabat tersebut mampu bekerja maksimal atau tidak.

"Harusnya ada analisis soal itu. Bukankah sebaiknya tersangka itu diberi kesempatan untuk fokus mengurus kasusnya yang mungkin memakan waktu cukup lama," tuturnya.

Nama Yudi Ramdani berada di urutan 73 dari 272 orang pejabat yang dilantik. Yudi ketika menjabat Kepala Bidang Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tanjungpinang ditetapkan sebagai tersangka.

Jabatan barunya sejak 9 Januari 2021 adalah Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial pada Dinas Sosial Kota Tanjungpinang.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik kebijakan Wali Kota Tanjungpinang Rahma yang melantik tersangka korupsi sebagai pejabat Eselon III.

Ia mengatakan bahwa pelantikan oknum pejabat itu wajar berbuntut panjang, kemudian menimbulkan polemik.

Walau tidak ada larangan, mestinya hal itu tidak dilakukan. Oleh karena itu, kepala daerah harus menjaga kepercayaan publik dengan melantik pejabat yang tidak tersangkut perkara hukum.

Boyamin mengemukakan bahwa kepala daerah memiliki otoritas atau wewenang melantik ASN sebagai pejabat. Namun, kekuasaan tersebut harus mengedepankan kepentingan pemerintahan dan masyarakat. Birokrasi pemerintahan harus berjalan optimal dengan menaati peraturan dan norma-norma lainnya.

Pengangkatan ASN bermasalah, terutama yang tersandung kasus korupsi merupakan kebijakan yang melukai hati masyarakat. Kekuasaan yang diberikan kepada kepala daerah semestinya sesuai dengan keinginan negara, keseriusan aparat penegak hukum, dan komitmen kepala negara dalam memberantas korupsi.

"Jarang sekali terjadi di negeri ini tersangka korupsi dilantik sebagai pejabat. Ada kesan, seolah-olah dia (Wali Kota Rahma) menganggap berkuasa penuh sehingga merasa tidak ada masalah melantik pejabat dengan status tersangka," katanya.

Boyamin merasa yakin masih banyak ASN lain yang bersih dan layak untuk menduduki suatu jabatan di pemerintahan. ASN yang layak dan bersih itu tentu bukan berstatus sebagai tersangka.

"Kok kayak tidak ada orang lain yang lebih baik, dan seakan-akan ASN itu jika tidak dilantik besok akan kiamat," ucapnya.

Selain persoalan itu, Wali Kota Rahma juga melantik seorang PNS sebagai salah satu lurah di Tanjungpinang, padahal Komisi Aparatur Sipil Negara merekomendasikan pemberian sanksi sedang kepadanya.

Ketua Bawaslu Kota Tanjungpinang Muhamad Zaini di Tanjungpinang, Senin, membenarkan bahwa KASN melalui Surat Nomor R-4090/KASN/12/2020 tertanggal 14 Desember 2020 merekomendasikan kepada Wali Kota Tanjungpinang Rahma agar oknum PNS tersebut dikenai sanksi sedang karena terbukti melanggar UU Pilkada dan UU ASN.

"Kami belum mengetahui apakah yang bersangkutan sudah mendapatkan sanksi itu atau tidak. Akan tetapi, baru-baru ini pihak Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Tanjungpinang mempertanyakan surat rekomendasi dari KASN tersebut," kata Zaini.

Zaini menegaskan bahwa pihaknya tidak dalam posisi mencampuri kebijakan Wali Kota Tanjungpinang dalam mengangkat pejabat pada jabatan tertentu. Namun Bawaslu Tanjungpinang hanya mempertanyakan apakah rekomendasi KASN itu sudah dilaksanakan atau belum.

KASN meminta Pemkot Tanjungpinang untuk melaksanakan sanksi sedang tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53/2010. Selain itu, KASN merekomendasikan kepada Pemkot Tanjungpinang untuk melakukan pengawasan terhadap ASN saat pilkada.


Analisis Jabatan

Polemik pengangkatan 272 orang pejabat baru di Pemkot Tanjungpinang mengundang perhatian pihak legislatif. Komisi I DPRD  Kota Tanjungpinang pun meminta penjelasan dari Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Tanjungpinang Raja Khairani.

"Kami minta data berupa analisis jabatan sebagai tolak ukur dalam mengangkat pejabat. Namun, belum diberikan karena Raja Khairani baru menjabat," kata anggota Komisi I DPRD Kota Tanjungpinang Diki Novalino.

Anggota Komisi I DPRD Kota Tanjungpinang Apriyandi menganggap selama data itu tidak diberikan, berarti pengangkatan pejabat tersebut tidak melalui analisis jabatan.

"Tentu ini tidak baik dalam penyelenggaraan roda pemerintahan," katanya menegaskan.

Permasalahan lainnya yang tidak kalah pentingnya, menurut sejumlah anggota Komisi I DPRD Tanjungpinang, adalah dua dinas strategis pada masa pandemi COVID-19, yakni dinas kesehatan dan dinas pendidikan tanpa pimpinan definitif.

Anggota Komisi I DPRDKOta  Tanjungpinang M. Apriyandi mengatakan bahwa Rustam yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinkes dimutasi ke Dinas Pemberdayayaan Perempuan, sedangkan Atmadinata, mantan Kepala Dinas Pendidikan dimutasi ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Kondisi di Dinkes Tanjungpinang lebih memprihatinkan lagi ketika Ardianto yang menjabat sebagai sekretaris dinas tersebut mengundurkan diri sebagai pelaksanakan tugas. Padahal, Ardianto baru beberapa hari menjabat sebagai Plt. Kepala Dinkes Tanjungpinang.

Saat ini jabatan tersebut diserahkan kepada Nugraheni. Sementara itu,  Plt Kadis Pendidikan Tanjungpinang Thamrin Dahlan.

Atmadinata dan Rustam dilantik bersama 11 pejabat Eselon II lainnya pada tanggal 11 Januari 2021.

"Kita ini sedang fokus menangani COVID-19, semestinya itu menjadi perhatian pemimpin daerah, bukan malah mengosongkan jabatan kepala dinas yang memiliki fungsi penting dalam penanganan COVID-19," katanya.

Ia pun akan melaporkan permasalahan itu ke Komisi Aparatur Sipil Negara. Masalahnya, mutasi ini mengganggu penanganan COVID-19.

Anggota Komisi I DPRD Kota Tanjungpinang Diki Novalino kecewa lantaran tidak mendapatkan data terkait dengan analisis jabatan, termasuk analisis jabatan terhadap 272 pejabat eselon III dan IV yang dilantik pada tanggal 9 Januari 2021.

"Sampai saat ini, kami belum mengetahui apakah asesmen ataupun analisis jabatan dilakukan sebelum mutasi jabatan dilakukan," ucapnya.

Anggota Komisi I DPRD Kota Tanjungpinang Hendi Amerta juga menyorot sejumlah ASN bermasalah yang justru mendapatan jabatan baru.

Selain itu, dia juga mengkritik mutasi jabatan yang cukup unik dalam satu kelurahan. Misalnya, Kelurahan Sei Jang, jabatan lurah dipegang oleh ASN Golongan IIIB, sedangkan sekretaris lurah IIIC, dan salah seorang kepala seksi sudah golong IIID.

"Itu salah satu contoh tidak normal, yang perlu diperhatikan meskipun pengangkatan jabatan merupakan wewenang kepala daerah," katanya.

Sementara itu, Wali Kota Rahma bersikukuh pelantikan terhadap seluruh pejabat tersebut, termasuk yang sedang tersandung kasus hukum sudah sesuai prosedur dan pertimbangan yang matang bersama Baperjakat.

"Kami lebih mengedapankan asas praduga tidak bersalah," ujarnya.

Ia berharap pejabat yang belum dilantik agar bersabar waktunya juga akan tiba. Pemkot Tanjungpinang terus berupaya memberikan yang terbaik untuk kemajuan Kota Tanjungpinang dengan mempersiapkan ASN yang berkualitas dan berintegritas tinggi.

Seyogianya pengangkatan pejabat baru/mutasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga tidak menimbulkan polemik berkepanjangan di kemudian hari.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE