Pekanbaru (ANTARA) - Gubernur Riau Syamsuar mengatakan kebakaran hutan dan lahan yang kini melanda daerah berjuluk “bumi lancang kuning” itu, kondisinya sudah berat untuk ditanggulangi dan hanya bisa padam apabila turun hujan deras.

“Saya sudah berkeliling hingga ke Tembilahan, sekarang kebakaran cukup berat karena sulit dapatkan air,” kata Syamsuar kepada ANTARA di Pekanbaru, Minggu.

Ia menjelaskan kebakaran cukup luas kini berlokasi di sekitar daerah Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan, kemudian Indragiri Hulu (Inhu), Indragiri Hilir (Inhil), termasuk juga Kabupaten Siak.

Lokasi di sana mulai dilanda kekeringan sehingga Satuan Tugas (Satgas) Karhutla Riau sulit mendapatkan sumber air untuk pemadaman kebakaran.

“Satgas termasuk TNI, Polri sudah kerja keras di lapangan. Tapi memang sulit untuk dapat air. Helikopter kita untuk waterbombing jauh angkut air, itu kendalanya jauh dari sumber air,” kata Syamsuar yang juga menjabat Komandan Satgas Karhutla Riau itu.

Sebelumnya, Syamsuar sempat mengatakan kondisi karhutla dan kabut asap di Riau belum masuk kategori mengkhawatirkan.

Namun, setelah karhutla terus meluas dan polusi asap terus menyelimuti daerah khususnya di Kota Pekanbaru selama seminggu terakhir, Syamsuar menilai kondisi sekarang sudah menjadi musibah.

Baca juga: Kota Pekanbaru berselimut asap Karhutla pada perayaan Idul Adha

Ia menilai karhutla hanya bisa padam oleh hujan. Karena itu, ia mengajak masyarakat Riau khususnya yang muslim untuk melaksanakan shalat istisqa untuk meminta turun hujan kepada Allah SWT.

“Harapan kami (hujan) merata di Provinsi Rriau agar musibah ini segera berakhir, dan mudah-mudahan masyarakat Riau bersama melaksanakan shalat istisqa sebagai bagian upaya kita minta ampun kepada Allah SWT, sekaligus minta turun hujan,” katanya.

Menurut dia, kondisi hujan kini hanya bersifat lokal dan hanya terjadi di Kampar dan Rokan Hulu, padahal dua daerah tersebut relatif aman dari karhutla.

“Harapan saya sekarang ini karena memang cuaca cukup panas saya harapkan agar cukup meratalah hujan di negeri ini,” katanya.

Tanpa adanya hujan, ia meyakini musibah asap akan makin parah karena prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan Riau akan terus dilanda musim kemarau hingga Oktober tahun ini.

“Masih lama lagi kita hadapi seperti ini,” katanya.

Baca juga: Warga Pekanbaru shalat Idul Adha di tengah asap di Masjid Raya Annur
 

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK mencatat luas indikatif kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seluas 135.747 hektare sejak Januari hingga Juli 2019.

“Luas Indikatif karhutla dilakukan melalui perhitungan menggunakan Interpretasi Citra Satelit Landsat OLI/TIRS, yang dihamparkan dengan data sebaran titik panas (hotspot), sampai verifikasi di lapangan dan laporan pemadaman yang dilaksanakan Manggala Agni,” kata Kepala Seksi Peringatan dan Deteksi Dini, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Eva Famurianty dalam diskusi Pojok Iklim LKHK di Jakarta, Rabu (7/8).

Luas indikatif karhutla mencapai 135.747 hektare itu terdiri dari lahan gambut sebanyak 31.002 hektare dan lahan mineral 104.746 hektare. Riau jadi provinsi yang mengalami karhutla paling luas yakni 27.635 hektare.

Baca juga: Polda Riau tetapkan perusahaan sawit tersangka karhutla

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019