Jakarta (ANTARA) - Lima riset kolaborasi peneliti Inggris-Indonesia bakal bersaing memperebutkan hadiah dana riset Newton Prize 2019 dalam kategori Indonesia Country Prize.

Penganugerahan pemenang Indonesia Country Prize akan diselenggarakan di Jakarta pada November 2019, berdasarkan keterangan pers Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Senin.

"Newton Prize adalah contoh baik lainnya dalam hubungan Inggris-Indonesia. Hubungan ini semakin kuat dengan dirayakannya 70 tahun hubungan bilateral kedua negara," kata Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins.

Baca juga: Riset kolaborasi Inggris-Indonesia masuk daftar Newton Prize 2019

Riset kandidat pertama berjudul "The gendered everyday political economy of kampong eviction and resettlement in Jakarta" oleh Dr. Juanita Elias dari University of Warwick dan dari Indonesia Dr. Chusnul Mariyah dari Universitas Indonesia.

Riset yang didanai oleh Newton Fund melalui British Council, dan Kemenristekdikti tersebut bertujuan memperkuat sasaran advokasi kebijakan yang berkenaan dengan manajemen banjir dan relokasi di Jakarta dan Jawa Barat, serta melihat bagaimana peremajaan permukiman di wilayah perkotaan dapat dibangun dengan pendekatan yang lebih mengutamakan kebutuhan perempuan berlatar belakang ekonomi rendah.

Kandidat Indonesia Country Prize kedua bertajuk "Development of serology diagnosis of chronic aspergillosis and histoplasmosis in Indonesia" bertujuan membuktikan apakah kasus penyakit tuberculosis di Indonesia benar-benar disebabkan tuberculosis atau fungal (chronic pulmonary aspergillosis).

Baca juga: Kedatangan ilmuwan diaspora bukan menggurui tapi berkolaborasi

Peneliti utama dari riset tersebut Profesor David W Denning dari University of Manchester, Inggris, dan Profesor Retno Wahyuningsih dari Universitas Indonesia ingin membuktikan bahwa diagnosa yang lebih akurat dapat mencegah pasien dari penderitaan yang tidak seharusnya terjadi.

Riset tersebut didanai Newton Fund melalui Medical Research Council bersama Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) melalui Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI).

Selanjutnya, riset kolaborasi Inggris-Indonesia antara Profesor Richard Haigh dari University of Huddersfield dan Dr. Harkunti Rahayu dari Institut Teknologi Bandung yang berjudul "Mainstreaming Integrated Disaster Risk Reduction and Climate Change Adaptation into Coastal Urban Agglomeration Policy".

Baca juga: Ilmuwan Indonesia berkiprah di Inggris

Riset yang didanai oleh Newton Fund melalui British Council dan Kemenristekdikti itu bertujuan mengidentifikasi tantangan dan pendukung sistem peringatan dini tsunami dan kemampuannya dalam menangani tantangan-tantangan baru.

Kandidat keempat, penelitian "Transmission dynamics and molecular epidemiology of arboviruses in Indonesia" oleh Profesor Simon Frost dari University of Cambridge dan Dr. Tedjo Sasmono dari Indonesia serta Eijkman Institute for Molecular Biology.

Riset yang bertujuan mempelajari lebih dalam hipotesis yang berbeda-beda mengenai arboviral epidemics, termasuk virus demam berdarah, Chikungunya dan Zika, tersebut didanai Newton Fund melalui Medical Research Council dan Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) melalui Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI).

Kandidat terakhir, yakni "Tempe to Improve Memory in Elderly People with Dementia (TIME)" yang digawangi Profesor Eef Hogervorst dari Loughborough University dan Profesor Tri Budi Radhardjo dari Universitas Indonesia.

Riset TIME bertujuan meneliti dampak tempe pada risiko demensia yang dialami perempuan di Inggris dan Indonesia yang didanai Newton Fund melalui British Council dan Kemenristekdikti.

Baca juga: Dubes Inggris ucapkan selamat HUT ke-74 RI

Baca juga: Inggris targetkan 63 pelajar Indonesia terima beasiswa Chevening

Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019