Jakarta (ANTARA) - Dua belas tahun yang lalu, Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya resah melihat infrastruktur teknologi di Indonesia yang belum merata berakibat pada akses terbatas masyarakat yang tinggal jauh dari kota besar terhadap Internet.

"Masyarakat yang tinggal di kota kecil dan pedalaman harus pindah ke kota besar untuk mendapatkan kesempatan dan peluang yang lebih besar. Demikian juga akses terhadap produk dan layanan, tidak jarang masyarakat di kota kecil justru harus membayar lebih dibandingkan masyarakat di kota besar," kata Leontinus dalam surat elektronik kepada Antara, Sabtu.

Diskusi-diskusi Leon, begitu lulusan Teknologi Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta itu disapa oleh rekan-rekannya, dengan William berbuah ide membangun marketplace yang dapat menghubungkan penjual dan pembeli di seluruh tempat di Indonesia.

Bagi Leon, teknologi merupakan jawaban dari masalah pemerataan akses tersebut. Marketplace pun akan mampu menjawab tantangan peluang dan kepercayaan dalam berbisnis.

"Tapi, kami tidak memiliki modal waktu itu," kata Leon yang kini Vice Chairman Tokopedia.

Baca juga: Bayar paspor kini bisa via Tokopedia, Finnet dan Bukalapak

Leon tidak kekurangan ide. Dia memperhatikan anak-anak muda di Silicon Valley membangun perusahaan berbasis Internet mencari dana lewat pemodal ventura. Mereka pun mencoba hal yang sama demi mewujudkan mimpi membuat Tokopedia.

"Kami datang ke orang kaya satu-satunya yang kami kenal, bos tempat kami bekerja, menceritakan ide tentang membangun marketplace pertama di Indonesia," kata Leon.

Sang atasan bisa melihat potensi dalam cita-cita Leon dan William. Dia memperkenalkan mereka pada teman-temannya agar dapat menjadi calon pemodal Tokopedia. Dua tahun berikutnya, Leon dan William berusaha meyakinkan para calon pemodal untuk mendanai Tokopedia.

Sayangnya, tidak semua usaha mereka itu berbuah manis.

"Tokopedia adalah perjalanan dari sejuta kegagalan dan di titik ini, kami belajar tentang keberanian," kata Leon.

Baca juga: Bukalapak dan Tokopedia dilibatkan setoran penerimaan negara

Berangkat dari keberanian dan percaya kemampuan diri sendiri, Tokopedia akhirnya buka untuk pertama kalinya pada 2009. Pembukaan Tokopedia hanya satu langkah dari ribuan tahap yang harus dilalui Leon dan William untuk mewujudkan marketplace impian mereka.

Sebagai tahap awal pengembangannya, Leon dan William harus menarik orang-orang lain untuk bergabung dengan tim Tokopedia.

"Membangun perusahaan Internet. Sumber daya paling utama adalah pada talenta manusianya," kata Leon.

Leon membuka gerai di pameran bursa kerja untuk mencari talenta.

"Dua hari berdiri di job expo, tidak satu pun lamaran yang kami terima. Padahal di seberang, kami menyaksikan antrean panjang memadati booth salah satu bank ternama di Indonesia, sepanjang hari," ujar Leon mengenang.

Baca juga: Prudential gandeng Tokopedia layani pembayaran premi asuransi daring

Kesulitan membentuk tim di Tokopedia menyadarkan Leon tentang perjalanan yang akan mereka lewati. Apalagi waktu itu, tidak banyak kisah sukses dari perusahaan berbasis Internet di Indonesia sehingga orang tidak mau bergabung.

10 tahun lagi
Tokopedia saat ini tentu sudah berbanding terbalik dengan apa yang dialami Leon saat pertama kali mendirikannya, marketplace itu kini menjadi unicorn di Indonesia.

Leon dan William mungkin tidak kesulitan lagi merekrut orang, bahkan mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan lewat Tokopedia. Tokopedia telah diisi oleh lebih dari 4.300 karyawan, atau yang mereka sebut Nakama.

Perkembangan Tokopedia tidak lagi sebatas pada angka orang yang mereka pekerjakan. Mereka juga memberikan berbagai layanan dan tidak hanya markeptlace untuk jual-beli. Tokopedia dari tahun ke tahun berinovasi menghadirkan produk digital hingga teknologi finansial (tekfin).

Tokopedia bukan lagi ingin dikenal sebagai marketplace, melainkan infrastructure-as-a-service (IaaS), teknologi mulai dari logistik hingga tekfin akan memberdayakan perdagangan, baik secara daring (online) maupun luring ((offline).

Pada peringkatan 10 tahun kehadiran mereka di Indonesia pada 2019, Tokopedia meluncurkan layanan gudang pintar hingga mengakuisisi Bridestory dan Parentstory. Tokopedia juga ingin menjadi Super Ecosystem, sebuah infrastruktur yang menyeluruh dan dapat mempermudah masyarakat Indonesia lewat kolaborasi dengan berbagai mitra.

Baca juga: Bukan cashback, ini strategi Tokopedia bersaing dengan e-commerce lain

Super Ecosystem ala Tokopedia itu ingin menumbuhkan dan mengakselerasi pemerataan ekonomi digital di Indonesia.

Tokopedia juga telah memiliki lebih dari 90 juta pengguna aktif bulanan. Sedangkan jumlah penjual yang masuk ke platform tersebut sudah lebih dari 6,2 juta pengguna. Sebanyak 70 persen penjual yang bergabung dengan Tokopedia merupakan pebisnis baru.

"Sepuluh tahun ke depan, Tokopedia akan fokus membantu semua orang dan pemilik bisnis di Indonesia untuk menjadi perusahaan teknologi," kata Leon. "Untuk mencapai misi pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia, tidak mungkin kami bisa mengubah semua orang untuk perusahaan e-commerce".

Leon memberikan gambaran bagaimana ekonomi digital akan terbentuk dari masyarakat Indonesia. Berbagai profesi mulai dari nelayan, petani, pembuat kue, hingga fotografer masih beraktivitas secara offline atau di luar jaringan internet dan menyimpan potensi ekonomi digital.

Tokopedia berencana membangun ekosistem agar semua profesi dapat terwadahi menjadi "perusahaan teknologi" lewat solusi yang mereka tawarkan.

"Mereka akan selalu relevan terhadap perubahan zaman," kata Leon. Tapi, Leon menyadari misi mereka akan memerlukan waktu yang lama.

"Perjalanan masih sangat panjang dan kami baru mulai," kata Leon yang menutup kisahnya.

Baca juga: Tokopedia: Kami sejak awal beroperasi di Indonesia

Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019