Pangkalpinang (ANTARA) - Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggagalkan dugaan penyeludupan 1.020 burung colibri dari Pelabuhan Pangkalbalam tujuan Jakarta, karena tidak memiliki dokumen sertifikat karantina hewan.

"Kita berhasil menahan 1.020 burung colibri, 60 ekor burung perbak dan akan diserahkan ke BKSDA untuk dilepasliarkan," kata Kepala BKP Kelas II Pangkalpinang, Saifuddin Zuhri usai penangkapan burung tersebut di Pelabuhan Pangkalbalam, Jumat malam.

Ia mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Pasal 6 huruf a, setiap media pembawa binatang yang dibawa atau dikirim dari satu area ke area yang lain di dalam wilayah Republik Indonesia wajib dilengkapi dengan sertifikat karantina.

"Dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya alam hayati hewani maka terhadap media pembawa burung tersebut akan dilakukan tindakan pelepasliaran bersama BKSDA sesuai Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem," ujarnya.

Baca juga: Balai Karantina Bandarlampung gagalkan penyelundupan 1.187 burung

Kasi Karantina Hewan BKP Kelas II Pangkalpinang, Akhir Santoso mengatakan kronologis penggagalan pengiriman burung ini, pada saat petugas Karantina Wilker Pelabuhan Pangkalbalam melakukan pengawasan, menemukan adanya sebuah alat angkut truk dengan Nopol BN 8317 QP dengan muatan yang mencurigakan dan telah masuk ke dalam kapal KM. Srikandi Line tujuan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Petugas Karantina kemudian masuk ke dalam kapal untuk mengecek dan memeriksa fisik dan kebenaran muatan truk tersebut dengan menanyakan ke supir truk (Eki Baihaki). Setelah diperiksa ternyata ditemukan truk dengan muatan media pembawa berupa burung.

Kemudian petugas menanyakan ke pemilik tentang dokumen persyaratan karantina, ternyata media pembawa tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen karantina dan tidak dilaporkan ke petugas karantina.

Kemudian petugas karantina meminta pemilik burung (sopir) untuk menurunkan media pembawa dalam kemasan agar dibawa ke kantor Wilker Pelabuhan Pangkalbalam untuk dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Baca juga: Polisi Jambi gagalkan penyelundupan benih lobster ke Singapura

Sopir sempat menolak dengan alasan burung tersebut bukan milik sendiri dan menghubungi seseorang yang diakui pemilik media pembawa, kemudian supir memberikan sambungan telepon ke petugas karantina.

Petugas menjelaskan bahwa media pembawa tersebut tidak dapat dilanjutkan karena tidak dilengkapi dengan dokumen karantina dan meminta pemilik untuk menjelaskan kepada sopir untuk menurunkan media pembawa tersebut supaya tidak menghambat proses pemuatan kapal dan pemilik menyetujui.

Setelah selesai diturunkan dari alat angkut (truk) kemudian petugas bersama sopir membawa ke Kantor Wilker Pangkalbalam. Kemudian media pembawa diturunkan oleh petugas karantina dan sopir untuk dimasukkan ke dalam kantor.

Proses selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan jumlah media pembawa dan dari hasil pemeriksaan diketahui jenis media pembawa berupa burung colibri sejumlah 1.020 ekor dalam kemasan 28 boks dan perbak 60 ekor dalam kemasan 2 boks.

Setelah itu petugas memberi label dan segel karantina pada kemasan media pembawa tersebut untuk selanjutnya dilakukan penahanan.

Petugas meminta keterangan pada sopir, diperoleh informasi bahwa media pembawa tersebut bukan milik sopir. Kemudian sopir diminta untuk menghubungi pemilik agar datang ke Kantor Wilker Pelabuhan Pangkalbalam. Pada Pukul 17.30 WIB pemilik bernama Indra sampai di kantor.

Baca juga: Bea Cukai Palembang gagalkan penyelundupan 65.000 ekor benih lobster

Setelah dimintai keterangan ternyata pemilik tidak memiliki dokumen persyaratan karantina dan tidak melaporkan kepada petugas karantina untuk mengirim media pembawa tersebut.

"Selanjutnya burung-burung tersebut akan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya tidaknya penyakit flu burung. Apabila diperoleh hasil negatif maka selanjutnya akan diserahterimakan ke BKSDA untuk dilakukan pelepasliaran," katanya. 
 

Pewarta: Aprionis
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019