Batam, (ANTARA News) - Pengambilalihan kegiatan bisnis Tentara Republik Indonesia (TNI) hendaknya sesuai dengan Undang-Undang No 34/2004 tentang TNI yang mengamanatkan bahwa negara menjamin kesejahteraan prajurit TNI. "Silakan diambil alih dengan tetap berdasarkan UU 34," kata Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso di Batam kepada pers, Rabu. Pemerintah kini memproses realisasi pengambilalihan bisnis TNI sebagai pelaksanaan UU 34/2004 tentang TNI yang diundangkan Presiden Megawati Soekarnoputri 16 Oktober 2004. Isi Pasal 76 ayat (1) UU 34 tersebut memerintahkan, "Dalam jangka waktu lima tahun sejak berlakunya undang-undang ini, pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI, baik secara langsung maupun tidak langsung." Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, April 2008 melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2008, membentuk Tim Nasional (Timnas) Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI. Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI yang dibentuk sebelumnya telah mendata sekitar 1.900 koperasi dengan 605 unit usaha, dan 25 yayasan dengan 893 unit usaha. Panglima mengemukakan, kecuali akan ada verifikasi ulang, belum ada langkah drastis mengenai rencana pemerintah dalam pengambilalihan kegiatan bisnis TNI. Djoko menyatakan, pertemuan dengan Timnas baru pada tahap perkenalan dan selanjutnya akan dilakukan penginventarisan ulang dan pembahasan pengklasifikasian bisnis TNI. Bisnis TNI, katanya, kebanyakan dilakukan di angkatan-angkatan, sedangkan di Detasemen Markas Mabes TNI hanya ada satu yaitu koperasi. Yayasan-yayasan TNI, menurut dia, ada yang bersifat sosial seperti sekolah yang dikelola ibu-ibu prajurit, selain yayasan yang bersifat usaha. Mengenai koperasi, kata Panglima TNI, masih perlu dibahas apakah anggota TNI boleh atau tidak bergiat dalam koperasi yang berdasarkan UUD 1945 dan UU Koperasi justru dinyatakan sebagai salah satu sokoguru perekonomian nasional. Tentang masukan yang telah diajukan kepada pemerintah bagi kesejahteran prajurit, ia mengatakan hal itu antara lain kenaikan gaji, jaminan perumahan, asuransi, peningkatan layanan kesehatan prajurit dan keluarganya. Panglima TNI berpendapat, pengambilalihan bisnis TNI kelak dilakukan tidak dengan pola kompensasi melainkan disesuaikan dengan kemampuan pemerintah yang juga mengemban amanat UU untuk menjamin profesionalitas dan kesejahteraan prajurit TNI. Bagi TNI, katanya, "bola" sekarang ada di tangan pemerintah untuk membuat rekomendasi. Jaminan kesejahteraan Menurut catatan, UU TNI selain mengamanatkan pengambilalihan kegiatan bisnis TNI, juga mengatur bahwa negara, dalam hal ini pemerintah, menjamin kesejahteraan prajurit TNI. Jaminan tersebut termaktub dalam pasal 49 yang menyatakan, setiap prajurit TNI berhak memeroleh penghasilan yang layak dan dibiayai seluruhnya dari anggaran pertahanan negara yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja. Dalam pasal 50 ayat (1) disebutkan, prajurit dan prajurit siswa memeroleh kebutuhan dasar yang meliputi perlengkapan perseorangan dan pakaian seragam dinas. Ayat (2) pasal itu mengatur, prajurit dan prajurit siswa memeroleh rawatan dan layanan kedinasan, meliputi penghasilan yang layak, tunjangan keluarga, perumahan, asrama atau mess, rawatan kesehatan, pembinaan mental dan pelayanan keagamaan, bantuan hukum, asuransi kesehatan dan jiwa, tunjangan hari tua dan asuransi penugasan operasi militer. Selain itu, ayat (3) pasal tersebut mengatur bahwa keluarga prajurit memeroleh rawatan kedinasan, meliputi rawatan kesehatan, pembinaan mental dan keagamaan, bantuan hukum. Dalam pasal 50 ayat (4) ditegaskan penghasilan layak, diberikan rutin setiap bulan kepada prajurit aktif yang terdiri atas gaji pokok prajurit dan kenaikannya secara berkala sesuai dengan masa dinas, tunjangan keluarga, tunjangan operasi, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, dan uang lauk pauk atau natura. Pasal 51 (1), mengatur bahwa prajurit yang diberhentikan dengan hormat memeroleh rawatan dan layanan purnadinas. Rawatan dan layanan purnadinas sebagaimana dimaksud pasal 51 ayat (1) meliputi pensiun, tunjangan bersifat pensiun, tunjangan atau pesangon dan rawatan kesehatan. Dalam Pasal 66 UU 34 ayat (1) itu juga disebutkan, TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari APBN.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008