Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) meminta agar perusahaan yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di berbagai daerah di Indonesia dapat segera ditindak tegas karena telah berdampak pada sektor ekonomi, sosial, dan kesehatan yang sangat besar.

“Kami sepakat bahwa siapapun yang menyebabkan Karhutla dengan sengaja adalah kejahatan, bahkan jika itu adalah untuk kepentingan ekspansi kelapa sawit sekalipun,” kata Direktur Penyaluran Dana Direktorat Jenderal Perbendaharaan BPDKS Kementerian Keuangan Edi Wibowo di Jakarta, Kamis.

Baca juga: 500 perusahaan pemegang konsesi hutan diajak KLHK cegah karhutla
Baca juga: BMKG: jumlah titik panas cenderung menurun


Edi menuturkan, pembakaran hutan untuk membuka lahan baru tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk pengelolaan sawit yang berkelanjutan sesuai dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perijinan Perkebunan Kelapa Sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.

“Melalui Inpres tersebut diterapkan moratorium sehingga tidak dibenarkan lagi ada pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit,” katanya.

Pemerintah selama ini sudah berupaya meningkatkan  produktivitas dengan lahan yang ada yaitu menerapkan program unggulan yaitu melalui penerapan prinsip Good Agricultural Practice (GAP).

“Itu adalah program peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas berbasis konservasi sehingga mencegah pembukaan lahan baru secara ilegal,” katanya.

Baca juga: Bayi di Pekanbaru diduga meninggal akibat terpapar asap

Selama ini sektor sawit telah berkontribusi dalam mencegah karhutla seperti pembentukan satuan tugas (satgas) untuk mengantisipasi kebakaran hutan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit dan bekerjasama dengan masyarakat.

Lebih dari 83 persen kebakaran tersebut terletak di luar lahan konsesi sawit, yaitu dengan rincian sebanyak 69 persen di luar konsesi, 11 persen di konsesi pulpwood, dan 3 persen di konsesi logging.

“Data penunjang itu dari Global Forest Watch Fire terkait larhutla di Indonesia pada periode 8 September sampai 15 September 2019,” katanya.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan area yang terbakar sejak Januari hingga Agustus 2019 mencapai 328.724 hektare dengan 2.719 titik panas.

Sebelumnya pada Rabu (18/9), Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan bahwa pihak kepolisian telah menetapkan 230 orang tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Sebanyak 230 orang tersebut dengan rincian di Riau sebanyak 47 tersangka, Sumatera Selatan 27 tersangka, Jambi 14 tersangka, Kalimantan Selatan dua tersangka, Kalimantan Tengah 66 tersangka, Kalimantan Barat 62 tersangka, dan Kalimantan Timur 12 orang tersangka.
Baca juga: Riau diperkirakan alami kerugian Rp50 triliun akibat asap karhutla

Optimalisasi 6.000 personel untuk atasi karhutla Riau

 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019