Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menyampaikan pihaknya ingin ikut menandatangani Perjanjian Perdagangan Senjata Internasional (Arms Trade Treaty) dalam waktu dekat ini, karena langkah itu merupakan tanggung jawab negara sebagai bagian komunitas internasional, kata Kementerian Luar Negeri China, Sabtu.

Langkah China itu berseberangan dengan sikap Pemerintah Amerika Serikat yang justru berencana menarik diri dari pakta tersebut.

Presiden AS Donald Trump sempat mengatakan bahwa ia berniat menarik negaranya dari pakta yang mengatur perdagangan senjata lintas negara senilai 70 miliar dolar AS. Perjanjian itu juga mengatur agar senjata tidak diperdagangkan ke para pelanggar hak asasi manusia.

Sejauh ini, 104 negara telah menandatangani pakta yang telah disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2013. Presiden AS periode 2009-2017 Barack Obama menandatangani pakta itu, tetapi langkah dia ditentang oleh Asosiasi Senapan Nasional (National Rifle Association) dan kelompok konservatif lain. Dengan demikian, pakta itu belum diratifikasi oleh Parlemen AS.

Diplomat tinggi China, Penasihat (Councillor) Wang Yi, di Markas PBB, Jumat, mengatakan pemerintah negaranya telah mempersiapkan sejumlah langkah hukum agar dapat bergabung dengan pakta perdagangan senjata internasional.

Kementerian Luar Negeri China dalam siaran tertulisnya mengatakan bahwa negara itu akan bergabung "secepat mungkin".

Pengumuman itu merupakan langkah penting bagi China yang ingin bertindak aktif ikut mengatur perdagangan senjata internasional. Sikap tersebut merupakan wujud dukungan China terhadap prinsip multilateralisme, kata Kementerian Luar Negeri.

Multilateralisme merupakan sikap yang mendukung kerja sama antarnegara dalam menyelesaikan suatu persoalan atau mengatur hubungan dagang internasional.

"Sebagai bagian dari masyarakat dunia, China bersedia ikut memperkuat pertukaran dan kerja sama dengan seluruh pihak untuk sama-sama merancang standar dan aturan perdagangan senjata, juga ikut menjaga perdamaian dan stabilitas baik di tingkat kawasan dan global," tambah Kemlu China.

China beberapa kali mengkritisi langkah AS yang kerap berencana menarik diri dari sejumlah pakta internasional dan melanggar aturan yang telah disepakati bersama, apalagi di saat dua negara itu terlibat perang dagang.

Sikap China, bagi beberapa pihak, menunjukkan komitmen pemerintah mendukung multilateralisme.

Berdasarkan catatan lembaga think-tank, Stockholm International Peace Research Institute, China adalah pemasok senjata terbesar kelima dunia. Akan tetapi, China belum pernah menyiarkan secara terbuka jumlah senjata yang diekspor ke negara lain.

Selama periode itu, China mengirim senjata ke 53 negara, di antaranya Pakistan sebagai penerima utama, diikuti oleh Bangladesh.

Beberapa ahli berpendapat senjata buatan China saat ini dapat dibandingkan dengan produksi Rusia atau negara-negara barat, mengingat negara pimpinan Xi Jinping itu telah meningkatkan anggaran untuk sektor militer dan produsen senjata lokal.

Walaupun demikian, informasi akurat yang menerangkan kualitas atau performa senjata buatan China masih cukup langka ditemukan.

Negara-negara barat, khususnya Uni Eropa, menjatuhkan embargo senjata ke China pada 1989 terkait insiden yang dialami aktivis pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen. Embargo itu dinilai berpengaruh terhadap industri senjata China, khususnya dalam penguatan militer yang berguna untuk menjaga dominasi atas Taiwan serta perairan sengketa di Laut China Selatan

Sumber: Reuters
Baca juga: Legislator minta pemerintah kaji pakta perdagangan senjata
Baca juga: China jadi penyumbang terbesar kedua untuk anggaran PBB
Baca juga: China Akan Perbaharui Persenjataan
Baca juga: AS-China sepakati "gencatan senjata perdagangan" sementara sebelum G20

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019