Jakarta (ANTARA) - Partai Golkar mengaku masih memonitor proses uji materi terhadap revisi UU No 30 tahun 2002 tentang KPK yang diajukan sejumlah mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi.

"Ya tentu kita lihat proses selanjutnya, jadi kita masih menunggu proses berikutnya kan ada yang mengajukan gugatan di MK, kemudian kita monitor saja," kata Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Jumat.

Baca juga: Istana temukan salah ketik dalam revisi UU KPK

Baca juga: Politisi PKS: Lebih baik UU KPK digugat ke MK

Baca juga: Aksi menolak UU KPK masih berlanjut di Aceh


Sebanyak 18 orang dari kalangan mahasiswa dan sipil, didampingi kuasa pemohon Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, menggugat UU KPK karena dinilai cacat formil dan materiil. Sidang perdana dilangsungkan pada Senin (30/9).

"Iya kita lihat perkembangannya," tambah Airlangga.

Pada Rabu (2/10), Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan bahwa Presiden Jokowi bersama seluruh partai pengusungnya tidak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) UU KPK. Keputusan itu menurut Surya Paloh disepakati ketika Presiden Jokowi dan pimpinan parpol pendukung saat bertemu di Istana Kepresidenan Bogor pada Senin (30/9).

Salah satu alasan tidak dikeluarkannya perppu adalah revisi UU KPK KPK itu masih diuji materi di MK.

"Di lain pihak kan sedang dipertimbangkan untuk perppu, jadi ada kajian tentang perppu, kemudian ada proses yang sedang kita monitor, Golkar monitor dan melihat perkembangannya," ungkap Airlangga.

Sedangkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko juga menolak berkomentar mengenai kemungkinan Presiden Jokowi tidak akan menerbitkan perppu UU KPK.

"Aku enggak ngerti konteksnya, gak ngikutin konteksnya, jangan jangan, aku gak ngerti konteksnya," kata Moeldoko saat ditanya mengenai pernyataan Surya Paloh tersebut.

Baca juga: Mahasiswa inginkan dialog dengan Presiden Jokowi berlangsung terbuka

Baca juga: Ribuan mahasiswa di Bengkulu tuntut pembatalan UU KPK

Baca juga: Mahasiswa Jember turun ke jalan tolak RKUHP dan revisi UU KPK


Dalam sidang perdana uji materi revisi UU KPK tersebut, majelis hakim MK mempersoalkan ketidakjelasan sejumlah poin termasuk ketiadaan nomor UU tersebut sehingga belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta para pemohon untuk membaca lagi dan memperjelas uji materi yang mereka ajukan, antara lain soal uji materi untuk Pasal 30 Ayat 13 yang menyatakan agar presiden RI tidak wajib menetapkan calon komisioner KPK terpilih. Dalam UU, pasal tersebut berbunyi bahwa presiden RI wajib menetapkan calon terpilih paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pimpinan DPR.

Enny juga menilai, penjelasan pemohon uji materi revisi UU KPK seperti tugas kuliah yang sedang dikerjakan mahasiswa dan surat kuasa yang diajukan pemohon terlihat tidak konsisten antara pemberi kuasa dengan menerima kuasa dari 18 pemohon.

Baca juga: Semester I 2019 KPK selamatkan keuangan daerah Rp28,7 triliun

Baca juga: Imam Nahrawi tersangka, penyidikannya sebelum revisi UU KPK


Karena banyak catatan, MK pun memberi waktu kepada pemohon hingga Senin 14 Oktober 2019 mendatang untuk memperbaiki permohonannya. Namun, kuasa hukum pemohon, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, mengatakan, MK akan menolak gugatannya jika nomor untuk revisi UU tersebut belum muncul hingga waktu yang telah ditentukan majelis hakim.

Revisi UU KPK disahkan dalam rapat Paripurna DPR 17 September 2019 dengan waktu revisi hanya 13 hari sejak usulan revisi UU KPK yang diusulkan Baleg DPR. Revisi UU KPK itu sendiri ditolak banyak pihak karena dinilai hanya akan melemahkan lembaga antikorupsi itu.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019