"Nama-nama menteri baru itulah yang boleh jadi akan mengubah zona nyaman selama ini, karena memang saat ini sudah berada di abad 21 dengan banyak disrupsi yang terjadi hampir di semua sendi," ujarnya pula.
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat politik dari FISIP Universitas Jember Dr Muhammad Iqbal menilai Kabinet Indonesia Maju yang disusun oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin merupakan solusi untuk menghadapi era disruptif karena ada upaya strategis dan taktis yang mengubah drastis "zona nyaman" selama ini.

"Niscaya banyak kalangan juga menyoroti munculnya nama-nama baru seperti sosok Mahfud MD sebagai Menkopolhukam dan Prabowo menjadi Menteri Pertahanan, Nadiem Makarim sebagai Mendikbud (membawahi pendidikan dasar, menengah dan tinggi, Red)," kata dosen yang akrab dipanggil Iqbal itu, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu.

Selain itu, Jenderal Fachrul Razi menjadi Menteri Agama, juga ada Erick Thohir (Menteri BUMN), dan Wishnutama Kusubandio (Pariwisata dan Bekraf) serta Johnny Gerald Plate menjadi Menkominfo.

"Nama-nama menteri baru itulah yang boleh jadi akan mengubah zona nyaman selama ini, karena memang saat ini sudah berada di abad 21 dengan banyak disrupsi yang terjadi hampir di semua sendi," ujarnya pula.


Selama ini, lanjut dia, mendikbud dan menteri agama diisi birokrat tekhnokrat di bidangnya, namun dalam Kabinet Indonesia Maju diisi oleh sosok yang jauh berbeda. Hampir pasti, orientasi masa depan dan isu kepentingan nasional lebih mengedepan dibandingkan dengan roda eksekutif organisasional, katanya pula.

"Menteri agama dijabat jenderal militer, hampir pasti terkait dengan 'membebaskan' bangsa dari segenap ancaman radikalisme dan terorisme yang kerap dialamatkan pada nuansa simbol-simbol agama," ujar pakar komunikasi Unej itu pula.

Ia mengatakan dengan komposisi Kabinet Indonesia Maju itu, bisa jadi Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin menyiapkan bukan hanya untuk Abad 21, tapi menyiapkan bangsa Indonesia menghadapi Abad 22.

"Abad 21 saja sudah sarat dengan hiperkompetisi, perubahan akseleratif dengan kompleksitas eksplosi big data dan informasi global serta post-truth. Nah, apa kabar nanti di Abad 22," katanya.

Jika generasi bangsa saat ini tidak dipersiapkan sejak dini, lanjut dia, sangat mungkin akan mengalami tak hanya gagap tapi juga gegar budaya dan karakter jati diri.

"Clayton Christensen bilang disrupsi bisa bersifat destruktif dan sekaligus kreatif. Hemat saya, mungkin inilah solusi eksekusi yang ditawarkan Kabinet Indonesia Maju menghadapi era disrupsi ini," ujarnya lagi.
Baca juga: Peneliti Jokowi tangkap makna pengumuman kabinet di tangga istana

Sedangkan proporsi jatah partai politik di jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju (jJilid II) dan Kabinet Kerja (jilid I) tetap sama berjumlah 34 orang, namun bedanya, pada Kabinet Indonesia Maju mengakomodasi menteri dari unsur parpol lebih banyak yakni 17 orang dan 17 orang nonparpol, sedangkan Kabinet Kerja diisi 14 orang dari parpol dan 20 menteri dari nonparpol.

"Artinya, kepentingan memberikan hadiah untuk koalisi pengusung dan 'merangkul' pesaing politik di pilpres diganjar dengan menambah jumlah posisi menteri," kata dosen Hubungan Internasional FISIP Unej itu pula.

Ia menjelaskan Golkar 4 menteri dan NasDem 3 menteri, berarti dapat tambahan 1 posisi dibandingkan Kabinet Jilid 1, kemudian Partai Gerindra mendapat dua posisi yakni Menteri Pertahanan dan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019