Fokus kami tahun depan adalah memastikan agar seluruh kesepakatan bisnis langsung bisa dilaksanakan tanpa ada hambatan, termasuk memastikan studi kelayakan beres dan komitmen keuangan lancar
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri RI yang menjadi salah satu aktor utama diplomasi ekonomi Indonesia di Afrika, fokus memastikan berbagai kesepakatan bisnis yang telah dicapai antara kedua pihak bisa terlaksana.

Kesepakatan bisnis tersebut dihasilkan melalui kunjungan misi ekonomi Indonesia ke Afrika pada 2017 dan 2018, serta melalui penyelenggaraan Forum Indonesia-Afrika (IAF) 2018 yang dilanjutkan dengan Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika (IAID) 2019.

IAID 2019 berhasil membukukan kesepakatan bisnis senilai 822 juta dolar AS atau sekitar Rp11,7 triliun terutama di bidang keuangan, infrastruktur, energi, dan farmasi. Nilai kesepakatan bisnis ini meningkat dibandingkan yang dihasilkan pada saat IAF 2018 sebesar 586,56 juta dolar AS.

“Fokus kami tahun depan adalah memastikan agar seluruh kesepakatan bisnis langsung bisa dilaksanakan tanpa ada hambatan, termasuk memastikan studi kelayakan beres dan komitmen keuangan lancar,” kata Direktur Afrika Kemlu RI Daniel Tumpal Simanjuntak saat berkunjung ke ruang redaksi ANTARA, Jakarta, akhir pekan lalu.

Selain itu, Kemlu akan mulai mengeksplorasi kesepakatan-kesepakatan bisnis lain yang mungkin dilakukan, melalui perluasan dari kesepakatan yang sudah ada.

Sebagai contoh, kontrak pengerjaan proyek renovasi Istana Presiden Niger oleh PT Wijaya Karya (WIKA) senilai 20 juta euro atau sekitar Rp332 miliar. Setelah menjalankan proyek yang ditargetkan rampung pada akhir 2020 itu, Kemlu bekerjasama dengan PT WIKA dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) akan bernegosiasi untuk proyek-proyek lain.

Baca juga: Empat strategi diplomasi ekonomi Indonesia di Afrika

Demikian halnya dengan proyek konstruksi bangunan serba guna La Tour de Goree Tower di Senegal senilai 250 juta AS, serta proyek pembangunan rumah susun senilai 200 juta dolar AS di Pantai Gading.

“Kami pastikan detailnya dan mencermati bagaimana proyek-proyek tersebut dieksekusi, sambil mulai mencari kesempatan lain sehingga ada semacam repeat order (pesanan ulang) dari pihak Afrika,” tutur Tumpal.

Selain terus memperdalam penetrasi di pasar Afrika, Indonesia juga berupaya menuntaskan negosiasi perdagangan bebas dengan sejumlah negara di benua tersebut.

Sejauh ini, Indonesia baru memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan satu negara di Afrika, yaitu Mozambik.

Perjanjian perdagangan preferensial (PTA) yang ditandatangani pemerintah kedua negara pada Agustus lalu, diharapkan dapat mendorong minat pengusaha untuk lebih memanfaatkan potensi pasar non-tradisional, termasuk investasi.

Setelah Mozambik, Indonesia akan mulai menegosiasikan perjanjian perdagangan bebas dengan Tunisia, Mauritius, dan Djibouti.

Baca juga: Diplomasi Indonesia di Afrika fokus pada nilai tambah ekonomi

Baca juga: Eswatini tertarik kerja sama percetakan mata uang dengan Indonesia

Baca juga: Kesalahan persepsi tantangan utama perluasan pasar Indonesia di Afrika


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019