Bangkok, Thailand (ANTARA) - Konklusi substansi perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) hampir selesai, khususnya terkait teks perjanjian, hanya tinggal menunggu persetujuan India.

Penyelesaian substansi perundingan tersebut ditargetkan tercapai pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-3 RCEP yang diselenggarakan dalam rangkaian KTT ke-35 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di IMPACT Arena, Nonthaburi, Thailand pada 4 November 2019.

“Diharapkan India dapat segera memberikan sinyal positif,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo, di sela-sela KTT ke-35 ASEAN, Sabtu.

Keengganan India untuk membuka pasarnya telah menjadi salah satu faktor penentu utama dalam perundingan RCEP, dan telah menguji kesabaran anggota lainnya.
Baca juga: Indonesia kantongi komitmen India untuk tuntaskan RCEP pada 2019
RCEP merupakan pakta perdagangan bebas (FTA) yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN serta enam negara mitra yaitu, China, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India.

Diluncurkan pada KTT ke-21 ASEAN pada 2012, perundingan tersebut diharapkan akan mendorong kemajuan industri negara-negara ASEAN dengan bergabungnya ASEAN dengan keenam mitranya dalam rantai pasok kawasan (regional value chain) RCEP.

Sejak saat itu, perundingan RCEP telah berlangsung, dan jika perjanjian itu disepakati, keenam belas negara tersebut akan membentuk blok perdagangan utama yang mencakup sekitar sepertiga produk domestik bruto dunia.

Dengan jumlah populasi 48 persen dari populasi dunia dan dengan total PDB sebesar 32 persen dari PDB dunia, kawasan RCEP menjadi pasar yang besar dimana 29 persen perdagangan dunia berada di kawasan ini.

Selain itu, arus investasi asing langsung (FDI) yang masuk ke kawasan ini mencapai 22 persen dari FDI dunia.

Bagi Indonesia, RCEP menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi akses pasar ekspor produk unggulan dan masuknya arus investasi di sektor industri bernilai tambah tinggi yang memanfaatkan kawasan sebagai tujuan ekspor dan sumber input bagi industri yang sedang tumbuh.

Di sisi lain, ada kekhawatiran di India bahwa perjanjian perdagangan seperti RCEP dapat merugikan produsen dalam negeri karena mereka bersaing dengan barang yang relative lebih murah, yang datang dari pasar lain.

Kekhawatiran itu muncul dengan latar belakang di mana pertumbuhan melambat, bisnis kecil dan menengah masih terhuyung-huyung dari efek reformasi penting, dan ekonomi India sedang berjuang untuk menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi tenaga kerjanya, demikian dilaporkan CNBC.
Baca juga: Indonesia ajukan pentingnya konsep Indo-Pasifik di Thailand
Menurut Iman, menyelesaikan perundingan yang melibatkan 16 negara yang berbeda tingkat pembangunan ekonominya tidaklah mudah. Kemajuan perundingan RCEP sangat lambat karena ternyata diantara sesama negara mitra masih ada yang belum memiliki kerja sama FTA.

“Memimpin perundingan yang melibatkan 16 negara yang berbeda-beda tingkat pembangunan ekonominya dan juga tingkat sensitivitasnya tidaklah mudah, memerlukan kesabaran, kreativitas dan kemampuan dalam melahirkan konsep-konsep maupun ide-ide penyelesaian berbagai isu,” kata dia.

“Selain itu, perubahan pemerintahan di negara anggota juga turut mempengaruhi dan bahkan memperlambat proses perundingan,” Iman melanjutkan.

Sebagai negara koordinator (country coordinator) dengan Iman yang ditunjuk sebagai Ketua Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP dan Ketua Perunding ASEAN, Indonesia mengharapkan penyelesaian perundingan RCEP secara substansial dapat dilakukan akhir tahun ini.

Hal tersebut juga ditegaskan oleh Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto di sela-sela KTT ke-35 ASEAN.
Baca juga: "Mengintip" Konferensi Tingkat Tinggi ke-35 ASEAN
“Di bawah kepemimpinan Indonesia, perundingan RCEP yang melibatkan 16 negara ini dipandang sangat penting dan diharapkan dapat menjadi penyeimbang bagi maraknya langkah proteksionisme yang terus bergulir akhir-akhir ini,” kata Mendag Agus.

Agus menyatakan bahwa perundingan RCEP harus diselesaikan secara substantif tahun ini, agar dapat ditandatangani sesuai target pada November 2020.

Sebagai mega FTAs, RCEP mencakup sembilan kelompok kerja dan tujuh subkelompok kerja sesuai dengan cakupan perundingan yang disepakati, yaitu perdagangan barang, ketentuan asal barang, prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, standar dan kesesuaian, SPS, pengamanan perdagangan, jasa, investasi, kekayaan intelektual, niaga elektronik, kerja sama ekonomi dan teknis, pengadaan barang pemerintah, penyelesaian sengketa, finansial, dan telekomunikasi.

Tahun ini merupakan tahun ke-7 Iman Pambagyo memimpin perundingan. Hingga saat ini, telah dilakukan 28 putaran perundingan reguler dan 7 pertemuan intersesi di tingkat TNC.

Di samping itu, pertemuan reguler menteri RCEP juga telah berlangsung sebanyak tujuh kali dan sembilan kali pertemuan intersesi menteri RCEP. Sementara pertemuan KTT baru berlangsung sebanyak dua kali, dan akan berlanjut untuk ketiga kalinya pada 4 November mendatang.
Baca juga: Pameran kerajinan tangan mewarnai KTT ke-35 ASEAN
Baca juga: Mendag RI ajak tingkatkan perdagangan dengan Singapura


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019