South Dakota (ANTARA) - Seorang pria warga Negara Bagian South Dakota, Amerika Serikat, disuntik mati pada Senin (4/11) sebagai hukuman karena membacok bekas teman kerjanya selama perampokan pada 1992.

Pria bernama Charles Rhines itu akhirnya dieksekusi setelah Mahkamah Agung AS menolak tiga petisi, yang disampaikan selama 11 jam, agar hukuman mati terhadap dia ditangguhkan.

Narapidana tersebut dinyatakan sudah meninggal pada 19.39 waktu setempat di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Negara Bagian South Dakota di Sioux Falls, kata juru bicara LP, Michel Winder.

Pelaksanaan hukuman mati terhadap Rhines sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada sore hari tapi ditunda selama beberapa jam karena para pejabat LP negara bagian masih menunggu jawaban dari Mahkamah Agung AS atas permintaan terakhir Rhines.

Para pengacara Rhines sebelumnya berargumentasi bahwa hukuman mati yang dikenakan terhadap klien mereka itu dipengaruhi bias antihomoseksual pada sebagian tim juri.

Ketiga permohonan yang diajukan bagi penangguhan eksekusi ditolak oleh pengadilan tinggi tersebut pada Senin malam.

Rhines, yang putus sekolah menengah atas, dinyatakan bersalah dalam pembunuhan terhadap Donnivan Schaeffer (22 tahun), yang ketika itu merupakan karyawan Dig 'Em Donuts di Rapid City.

Schaeffer dibunuh dalam perampokan di toko donat itu pada 8 Maret 1992, beberapa minggu setelah Rhines keluar dari pekerjaan di toko yang sama.

Schaeffer tewas dibacok sementara uang tunai dan cek sekitar 3.000 dolar AS hilang, menurut catatan pengadilan. Pada Januari 1993, tim juri memutuskan hukuman mati atas pembunuhan oleh Rhines.

Dalam surat permohonan penangguhan hukuman mati yang disampaikan pada Jumat pekan lalu, tim pembela Rhines meminta pengadilan mengkaji bukti soal beberapa juri mengetahui bahwa Rhines adalah seorang pria homoseksual. Tim meyakini bahwa klien mereka bisa mendapatkan hukuman seumur hidup bersama para narapidana lain jika ia terhindar dari hukuman mati.

Permohonan itu, yang melaporkan kutipan pernyataan tiga juri yang mengetahui orientasi seksual Rhines sehingga mendasarkan keputusannya karena masalah tersebut, ditolak pengadilan tanpa disertai komentar.

Secara terpisah, para pembela Rhines juga telah mengajukan permohonan kepada pengadilan agar memerintahkan otoritas negara bagian mengizinkan para ahli medis untuk memeriksa Rhines.

Pemeriksaan dianggap perlu guna membuktikan bahwa narapidana tersebut mengidap penyakit mental, seperti autisme, yang kemungkinan bisa menjadi faktor pengurangan hukuman sebelum putusan dikeluarkan.

Selain itu, tim pembela yang naik banding sudah berupaya agar hukuman mati ditangguhkan sambil menunggu pengadilan tinggi mempertimbangkan bahwa permintaan Rhines, untuk dihukum mati dengan suntik, adalah protokol yang sudah tidak digunakan oleh South Dakota.

Petisi-petisi itu juga ditolak.

Rhines menjadi narapidana kelima di Negara Bagian Dakota yang dieksekusi mati sejak Mahkamah Agung AS menegakkan undang-undang hukuman mati pada 1976.

Rhines adalah salah satu dari tiga narapidana yang selama ini menunggu pelaksanaan hukuman mati.

Sumber: Reuters


Baca juga: KontraS nilai hukuman mati di Indonesia sudah tidak relevan

Baca juga: WNI terbanyak kedua terancam hukuman mati di Malaysia

Baca juga: Uganda berencana rancang aturan hukuman mati buat penyuka sesama jenis

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019