Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan janji-janji kampanye para calon kepala daerah merupakan salah satu penyumbang peraturan-peraturan daerah yang tidak berkualitas.

"Jadi ini dimulai dengan proses Pilkadanya, kadang-kadang ada janji-janji politik yang diberikan kepada konstituen untuk menarik suara, nah setelah dia jadi ditagih, (akhirnya menjadi perda atau peraturan kepala daerah)," kata Akmal Malik di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Dirjen Otda akan koreksi perda diskriminatif dan intoleran

Baca juga: Ketua DPRD DKI minta jumlah program pembentukan perda ditimbang ulang

Baca juga: 52 usulan Propemperda DKI 2020 masuki tahap Rapat Dengar Pendapat Umum

Baca juga: KPPOD: ratusan perda menghambat investasi

Baca juga: Kejagung kaji perda hambat investasi


Contohnya menurut dia, calon kepala daerah menjanjikan akomodasi penyelesaian masalah agama atau sentimen serupa kepada konstituen.

Ketika terpilih, mereka menjadi terbelenggu janji politik dan akhirnya merealisasikannya dengan membuat peraturan daerah sesuai keinginan dari basis suaranya.

"Tapi tanpa sadar peraturan atau produk hukum itu ternyata mengganggu ketentraman dan bertentangan dengan Pancasila," kata dia.

Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri berencana mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada yang telah diselenggarakan pada periode-periode sebelumnya guna membenahi persoalan seperti itu.

"Produk hukum yang baik dihasilkan dari demokrasi yang baik, janji-janji gombal kampanye merupakan cara berdemokrasi yang buruk dan akan mempengaruhi kualitas produk hukum kita ke depan," ujarnya.

Dengan mengevaluasi Pilkada, kata dia diharapkan saat tahapan kampanye Pilkada nanti, para calon kepala daerah tidak mudah berjanji yang tujuannya hanya meraup suara pemilih saja.

Para peserta Pilkada lebih didorong memberikan janji yang realistis soal kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik dan daya saing daerah.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019